Jumat, 02 September 2011
Selasa, 22 Februari 2011
Kompilasi hukum ekonomi islam di Indonesia
15.08
No comments
Dengan disahkanya Undang-Undang No 3 tahun 2006 tentang Perubahan atas UU No 7/1989 tentang Peradilan Agama, maka wewenang mengadili sengketa ekonomi syariah menjadi wewenang absolut lembaga Peradilan Agama. Sebelumnya, wewenang ini menjadi wewenang Peradilan Umum, jika tidak diselesaikan di lembaga arbitrase.
Pada pasal 49 point i UU No 3/2006 disebutkan dengan jelas bahwa Pengadilan Agama bertugas dan berwenang memeriksa, memutus dan menyelesaikan perkara di tingkat pertama antara orang –orang yang beragama Islam di bidang ekonomi syariah.
Dalam penjelasan UU tersebut disebutkan bahwa yang dimaksud dengan ekonomi syariah adalah perbuatan atau kegiatan usaha yang dilaksanakan menurut prinsip syari’ah, antara lain meliputi :
a. Bank syariah,
b.Lembaga keuangan mikro syari’ah,
c. asuransi syari’ah,
d. reasurasi syari’ah,
e. reksadana syari’ah,
f. obligasi syariah dan surat berharga berjangka menengah syariah,
g. sekuritas syariah,
h. Pembiayaan syari’ah,
i. Pegadaian syari’ah,
j. dana pensiun lembaga keuangan syari’ah dan
k. bisnis syari’ah
Yang menjadi masalah dalam hal ini adalah bahwa rujukan para hakim dalam memutuskan perkara ekonomi syariah belum tersedia dalam bentuk Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah sebagaimana yang terdapat pada hukum perkawinan, warisan, waqaf , washiat dan hibah. KHI dalam bidang-bidang ini telah dikeluarkan melalui Inpres No 1/1991.Urgensi pembentukan Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah juga dikarenakan hukum fiqh tentang aspek muamalah ini sangat beragam, apalagi persoalan muamalah ini adalah persoalan yang lebih terbuka bagi ijttihad, dibanding masalah ibadah. Oleh karena itu diperlukan kepastian hukum, sehingga keputusan para hakim di berbagai pengadilan tidak berbeda-beda dalam kasus yang sama.
Materi Dasar Kompilasi
Peraturan Bank Indonesia (PBI) sangatlah tidak memadai untuk dijadikan rujukan dalam memutus perkara ekonomi syariah, karena peraturan yang dikeluarkanya hanya berkaitan dengan masalah perbankan, sedangkan masalah hukum ekonomi syariah lainnya tidak diatur, karena bukan wewenangnya. Demikian pula fatwa-fatwa Dewan Syariah Nasional yang telah berjumlah 54 fatwa. Selain kedudukakannya secara konstitusisonal tidak kuat dalam hirarki peraturan perundang-undangan di Indonesia, fatwa tersebut juga masih sangat ringkas, karena hanya berupa intisari (matan) yang membutuhkan penjelasan rinci. Namun demikian, baik PBI maupun fatwa DSN bisa dijadikan sebagai salah satu materi penyusunan draft Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah.
Materi penyusunan KHI juga dapat merujuk Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Islam yang pernah dibuat di zaman Kekhalifahan Turki Usmani. yang disebut dengan Al-Majjalah Al-Adliyah Al-Ahkam yang terdiri dari 1851 Pasal. KUH Perdata Islam ini dapat dikembangkan dan diperluas materi dan bahasannya disesuaikan dengan perkembangan aktivitas perekonomian di zaman modern ini
Indonesia seyogianya membuat Kitab-Undang-Undang dalam bentuk Kodifikasi Hukum Ekonomi Islam sebagaimana yang dilakukan Turki Usmani. Namun upaya tersebut saat ini, tampaknya masih sulit diwujudkan karena prosesnya panjang, baik di dalam persiapan materi, apalagi pembahasan di lembaga legislatif. Oleh karena itu, kita akan merumuskan Kompilasi Hukum Ekonomi Islam yang dapat dikeluarkan melalui inpres atau kepres. Di masa depan, kedudukan Kompilasi ini seharusnya ditingkatkan menjadi Peraturan Pemerintah (PP), sehingga secara hirarkis kedudukannya satu tingkat di bawah Undang-Undang.
Peran Pemerintah
Upaya penyusunan Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah ini dapat terwujud melalui peran penting pemerintah, sebagaimana telah diterapkan pada penyusunan Kompilasi Hukum Islam yang ada sekarang ini (Inpres No 1/1991). Untuk itu, pemerintah Republik Indonesia, Departemen Hukum dan HAM melalui BPHN (Badan Pembinaan Hukum Nasional) bekerjasama dengan Fakultas Syariah Universitas Islam Negeri (UIN) Jakarta, membentuk Tim penyusunan Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah. BPHN dan UIN Jakarta bersinergi dengan Ikatan Ahli Ekonomi Islam (IAEI) yang merupakan ara dosen Pascasarjana UI. Upaya ini mendesak dilakukan mengingat praktek ekonomi syariah telah dilaksanakan oleh masyarakat muslim Indonesia dalam bentuk perbankan syariah, asuransi syariah, pasar modal syariah, reksadana syariah, obligasi sariah, pegadaian syariah, lembaga keuangan mikro syariah dan sejumlah perusahaan sektor riil syariah.
Metodologi
Penyusunan Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah atau Hukum Perdata Islam, menggunakan ilmu ushul fiqh, qawa’id fiqh dan falsahah Hukum Islam, Disiplin ushul fiqh ini adalah metodologi yurispridensi Islam yang mutlak diperlukan para mujtahid. Maqashid syariah perlu menjadi landasan perumusan hukum ekonomi Islam tsb. Metode istihsan, urf, sadd zariah, dan pertimbangan-pertimbangan ‘kemaslahatan’ menjadi penting. Dengan demikian, diharapkan, selain akan dapat memelihara dan menampung aspirasi hukum serta keadilan masyarakat, Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah juga akan mampu berperan sebagai perekayasa (social enginaring) masyarakat muslim Indonesia khususnya dalam bidang ekonomi syariah..
Bentuk ijtihad yang digunakan adalah ijtihad jama’iy yaitu berijtihad secara kolektif, di mana para ulama, pakar dan praktisi ekonomi syariah merumuskan dan menyusun Kompilasi Hukum Ekonomi Islam tersebut secara bersama-sama, sehingga kekuatan hukumnya jauh lebih kuat dan akurat..
Penutup
Kemestian hadirnya Kompilasi Hukum Ekonomi syariah di Indonesia dipandang sangat mendesak, karena ekonomi syariah telah dipratekkan dalam masyarakat. Jangan sempat terjadi kekosongan hukum dalam bidang ekonomi syariah atau masih memadakan KUH Perdata konvensional yang notebene adalah terjemahan dari Borgelijk Wetbook (BW) ciptaan kolonial. BW tersebut masih banyak tidak sesuai lagi dengan perkembangan zaman, bahkan juga tidak sesuai dengan jiwa hukum ekonomi syariah. Meskipun demikian, mungkin saja ada klausa-klausa yang masih relevan. Dalam hal ini kita terapkan Al-Muhafazah ’alal qadim ash-sholih wal-akhzu bil jadid al-ashlah (artinya, memelihara hukum masa lalu yang relevan dan mengandung kemaslahatan dan mengambil hal-hal baru yang lebih maslahah).
*Sekjen Ikatan Ahli Ekonomi Islam Indonesia dan Dosen Pascasarjana PSTTI UI
sumber : pesantrenvirtual.com
skripsi kita
15.03
No comments
PERANAN YAYASAN MUTIARA AL-INSANI
KECAMATAN SINDANG KAB.INDRAMAYU
DALAM MEMENUHI HAK-HAK HIDUP ANAK CACAT DAN TERLANTAR DALAM PRESPEKTIF HUKUM ISLAM
DAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
TENTANG YAYASAN
SKRIPSI
Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian dari Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana Hukum Islam
Jurusan Syariah Program Studi Muamalah
Disusun Oleh :
NASRUL NATA PRAWIRA
NIM : B.1.06.0203
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM
PANGERAN DHARMA KUSUMA SEGERAN KABUPATEN INDRAMAYU
2010
ABSTRAK
NASRUL NATA PRAWIRA. PERANAN YAYASAN MUTIARA AL-INSANI KECAMATAN SINDANG KAB.INDRAMAYU DALAM MEMENUHI HAK-HAK HIDUP ANAK CACAT DAN TERLANTAR DALAM PRESPEKTIF HUKUM ISLAM DAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN TENTANG YAYASAN.
Kehidupan masyarakat perkotaan terdapat celah kehidupan yang sangat memprihatinkan dengan munculnya kehidupan anak jalanan yang berkeliaran di persimpangan jalan dan kolong jembatan. Keramaian lalu lintas yang tidak memperhatikan keselamatan dirinya dan aktivitas keramaian perkotaan yang banyak mengundang kejahatan. Hal itu sangat membahayakan bagi keselamatan anak-anak.
Panti Asuhan Mutiara Al-Insani, Kec. Sindang Kabupaten Indramayu yang bertindak sebagai wali dari anak asuh tersebut, berkewajiban menggantikan kedudukan orang tua dalam meningkatkan, mengembangkan potensi anak baik fisik, mental, dan keselarasan kehidupan sosial. Akan tetapi tidak mengakibatkan putusnya hubungan antara anak dengan orang tua kandungnya. Jadi walaupun anak-anak asuh tersebut berada dalam lingkungan Panti Asuhan Mutiara Al-Insani, Kec. Sindang Kabupaten Indramayu, tetap mempunyai kedudukan yuridis terhadap orang tua atau keluarganya. Hal itu karena anak-anak terlantar dan anak-anak cacat tersebut merupakan bagian dari keluarganya.
kehidupan berbangsa dan bernegara dewasa ini masih menyelimuti peranan masyarakat dan pemerintah dalam menangani masalah-masalah sosial. Salah satunya adalah model penanganan yang efektif, efesien, dan sesuai dengan aturan yang berlaku. Pemerintah bersama masyarakat masih terus melakukan upaya perbaikan dalam membuat formula dan format yang sesuai dalam menangani nasib anak-anak bangsa yang ditinggalkan orang tua akibat bencana alam tsunami, tanah longsor, gempa bumi, dan masih banyak lagi jenis bencana yang lainnya serta masalah-masalah sosial yang ada.
Perlindungan hukum bagi kepentingan anak-anak yang dilakukan oleh Panti Asuhan Mutiara Al-Insani Kec. Sindang, Kab. Indramayu merupakan salah satu pendekatan untuk melindungi anak-anak Indonesia pada umumnya dan anak-anak cacat / terlantar yang ada di Kabupaten Indramayu pada khusunya dari perlakuan tidak wajar (kekerasan), penyalahgunaan atas dirinya (ekploitasi) dan keterlantaran sehingga akan memungkinkan seorang anak berkembang secara wajar dan nantinya diharapkan dapat bermanfaat untuk mengisi pembangunan nasional.
Pandangan hukum Islam dan Peraturan perundang-undangan tentang yayasan menitikberatkan pada aspek pelayanan dan perlindungan anak menyentuh berbagai komponen antara lain pendidikan, kesehatan, kesejahteraan sosial, dan ketenagakerjaan. Pada esensinya mengandung upaya pemberian jaminan dan pemenuhan hak-hak anak untuk tumbuh secara wajar, baik rohani, jasmani, maupun kehidupan sosialnya.
PENGESAHAN
PERANAN YAYASAN MUTIARA AL-INSANI
KECAMATAN SINDANG KAB.INDRAMAYU
DALAM MEMENUHI HAK-HAK HIDUP ANAK CACAT DAN TERLANTAR DALAM PRESPEKTIF HUKUM ISLAM
DAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
TENTANG YAYASAN
Telah disidangkan pada tanggal : 31-Januari-2011
Dan dinyatakan Memenuhi Syarat Untuk Memperoleh
Gelar Sarjana Hukum Islam
Indramayu, 31-Januari-2011
Dewan Penguji
Ketua Merangkap Anggota, Sekretaris Merangkap Anggota,
Dr. Bunyamin Alamsyah, S.H.,M.Hum. H. Abas Assafah AD., S.Ag., M.Si.
Penguji
Penguji I Penguji II,
Drs.M.Ilyas Susila,MBA Drs.Murtado,M.Pd
PERANAN YAYASAN MUTIARA AL-INSANI
KECAMATAN SINDANG KAB.INDRAMAYU
DALAM MEMENUHI HAK-HAK HIDUP ANAK CACAT DAN TERLANTAR DALAM PRESPEKTIF HUKUM ISLAM
DAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
TENTANG YAYASAN
Disusun Oleh :
NASRUL NATA PRAWIRA
NIM : B.1.06.0203
Disetujui Oleh Pembimbing:
Pembimbing I, Pembimbing II,
1.Drs.Masyuri, M.Pd 2.Husnan Rusnadi,S.Ag
Mengetahui :
Pembantu Ketua I, Ketua Jurusan Syariah,
H. Abas Assafah AD., S.Ag., M.Si. Drs. Ilyas, M.BA.
Ketua STAIS,
Dr. Bunyamin Alamsyah, S.H.,M.Hum.
PERNYATAAN
Bismillahirrahmanirrahim
Yang bertanda tangan dibawah ini:
Nama : NASRUL NATA PRAWIRA
NIM : B. 1. 06.0203
Program Studi/Jurusan : Syariah/Muamalah
Pada Sekolah Tinggi Agama Islam Pangeran Dharma Kusuma Segeran (STAIS Dharma Kusuma) Indramayu.
Menyatakan bahwa skripsi ini adalah sepenuhnya karya saya sendiri, tidak ada bagian di dalamnya yang merupakan plagiat dari karya orang lain.
Indramayu, 07-Januari-2011
Yang Membuat Pernyataan,
NASRUL NATA PRAWIRA
DAFTAR ISI
LEMBAR PENGESAHAN
LEMBAR PERSETUJUAN
LEMBAR PERNYATAAN
ABSTRAK
MOTTO
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Penelitian………………………………………... 1
B. Identifikasi Masalah……………………………………………… 5
C. Rumusan Masalah………………………………………………... 6
D. Tujuan Penelitian Dan Manfaat Penelitian………………………. 6
E. Manfaat Penelitian……………………………………………….. 7
F. Anggapan Dasar………………………………………………….. 8
G. Hipotesis Penelitian……………………………………………… 9
H. Kerangka Pemikiran……………………………………………... 9
I. Metode Penelitian………………………………………………... 10
J. Populasi dan Sampel…………………………………………....... 11
K. Sistematika Penulis………………………………………………. 14
BAB II PERSPEKTIF HUKUM ISLAM DAN PERATURAN
PERUNDANG UNDANGAN TENTANG YAYASAN
A. Legalitas Kabupaten Indramayu………………………….......... 16
B. Azas Perwalian Dalam Yayasan.................................................. 21
C. KedudukanYayasan Sebagai Wali Dalam Penanganan
Masalah Sosial…………………………………………………. 24
D. Peranan Yayasan Dalam Memenuhi Hak-Hak Hidup Penghuni
Yayasan………………………………………………………… 33
BAB III KONDISI OBYEKTIF YAYASAN MUTIARA AL-INSANI
A. Sosiodemografi Kabupaten Indramayu… …………………….. 36
B. Sarana Pendidikan Yayasan Mutiara Al-Insan Kecamatan
Sindang…………………………………………………………. 38
C. Profil Yayasan Mutiara Al-Insani Kecamatan sindang…............ 40
D. Keadaan Pengurus Dan Pengasuh Yayasan Mutiara Al-Insani
Kecamatan Sindang Kab Indramayu…………………………… 41
BAB IV ANALISIS PEMBAHASAN MASALAH
A. Peranan Yayasan Mutiara Al-Insani Dalam Memenuhi
Hak-Hak Hidup Anak Cacat dan Terlantar……………………… 43
B. Pandangan Hukum Islam Dan Peraturan Perundang-undangan
Tentang Yayasan………………………………………………… 51
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan……………………………………………………… 65
B. Saran…………………………………………………………….. 66
DAFTAR PUSTAKA
KATA PENGANTAR
Bismillahirrahmannirrahim.
Alhamdullilah penulis panjatkan kehadirat Allah Subhanahu Wa Ta’ala karena berkat pertolongan dan Ilmu-Nya, penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “PERANAN YAYASAN MUTIARA AL-INSANI KECAMATAN SINDANG KAB.INDRAMAYU DALAM MEMENUHI HAK-HAK HIDUP ANAK CACAT DAN TERLANTAR DALAM PRESPEKTIF HUKUM ISLAM DAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN’’
Shalawat serta salam semoga senantiasa tercurahkan kepada Nabi Besar Muhammad Salallahu alahi Wassallam atas perjuanganya kita dapat merasakan islam yang penuh tekhnologi seperti sekarang.
Skripsi ini disusun dalam rangka memenuhi salah satu syarat guna memperoleh gelar Sarjana Hukum Islam (SH.I) pada Program Studi Syariah/Muamalah di Sekolah Tinggi Agama Islam Segeran (STAIS) Pangeran Dharma Kusuma Segeran – Indramayu.
Penulis sangat menyadari bahwa dalam penyusunan skripsi ini masih banyak kekurangan dan kekhilapan serta masih jauh dari kesempurnaan, hal tersbeut disebabkan Karena keterbatasan yang ada pada penulis sendiri, namun penulis sudah berusaha semaksimal mungkin untuk mendapatkan data yang kongkrit agar skripsi ini dapat memberi manfaat, disamping itu pula tanpa ada bimbingan dan pengarahan dari Dosen Pembimbing serta bantuan dari berbagai pihak, penyusun skripsi ini tidak akan terselesaikan. Oleh Karena itu, dalam kesempatan ini penulis menyampaikan rasa terima kasih yang sebesar-besarnya kepada ;
1. Dr. H. Bunyamin Alamsyah, SH.,M.Hum. Selaku Ketua STAIS Dharma Segeran Indramayu.
2. H. Abas Assafah AD., S.Ag., M.Si selaku Pembantu ketua I STAIS Dharma Segeran Indramayu.
3. Drs. Ilyas, M.BA selaku Ketua Jurusan Syari’ah Mu’amalah, merangkap Dosen Penguji I Dan Drs.murtado,M.Pd selaku dosen Penguji II, yang telah memberikan motivasi dan spirit.
4. Drs. Masyuri,M.Pd selaku Dosen Pembimbing I dan Husnan Rusnadi,S.Ag selaku Dosen pembimbing II yang telah memberikan bimbingan dan semangat hidup.
5. Dosen Pengajar STAIS Dharma Kusuma Segeran – Indramayu
6. Bapak Asep Hidayat selaku ketua yayasan yang telah memberikan izin tempat untuk mengadakan study penelitian.
7. Keluarga tercinta yang senantiasa mendoakan dalam menyelesaikan skripsi ini.
Penulis sangat mengharapkan kritik dan saran konstruksi sebagai bahan perbaikan dan untuk kesempurnaan dalam penyusunan. Akhirnya, semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat untuk dunia pendidikan.
Indramayu, Januari 2011
NASRUL NATA PRAWIRA
STAIS DHARMA SEGERAN – INDRAMAYU
PERNYATAAN PENULIS
JUDUL : PERANAN YAYASAN MUTIARA AL-INSANI KECAMATAN SINDANG KAB.INDRAMAYU DALAM MEMENUHI HAK-HAK HIDUP ANAK CACAT DAN TERLANTAR DALAM PRESPEKTIF HUKUM ISLAM DAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN TENTANG YAYASAN.
NAMA : NASRUL NATA PRAWIRA
NIM : B.1.06.0203
“Saya menyatakan dengan bertanggungjawab dengan sebenarnya bahwa Skripsi ini adalah hasil karya saya sendiri kecuali cuplikan dan ringkasan yang masing-masing telah saya jelaskan sumbernya. Jika pada waktu selanjutnya ada pihak lain yang mengklaim bahwa skripsi ini sebagai karyanya, yang disertai dengan bukti-bukti yang cukup, maka saya bersedia untuk dibatalkan gelar Sarjana Hukum Islam (SH. I) saya beserta hak dan kewajiban yang melekat pada gelar tersebut”.
Indramayu, 2010
Yang Membuat Pernyataan,
NASRUL NATA PRAWIRA
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Penelitian
Yayasan sebagai lembaga sosial yang bergerak dalam menangani problematika sosial memiliki peranan yang cukup besar. Eksistensi yayasan dikenal bangsa Indonesia sejak zaman kolonial Belanda. Pada zaman kolonial Belanda, yayasan bernama zervachrechter. Keberadaan yayasan dizaman Pemerintahan Hindia Belanda memiliki peran yang signifikan. Perlindungan segenap warga yang terlantar dan cacat ditampung dan dipenuhi hak-hak hidupnya berdasarkan peraturan perundang-undangan Hindia belanda. Oleh sebab itu, keberadaan yayasan di zaman kemerdekaan menempati urutan pertama, sebagai lembaga sosial yang bergerak dalam perlindungan kewarganegaraan.
Gejolak kehidupan berbangsa dan bernegara dewasa ini masih menyelimuti peranan masyarakat dan pemerintah dalam menangani masalah-masalah sosial. Salah satunya adalah model penanganan yang efektif, efesien, dan sesuai dengan aturan yang berlaku. Pemerintah bersama masyarakat masih terus melakukan upaya perbaikan dalam membuat formula dan format yang sesuai dalam menangani nasib anak-anak bangsa yang ditinggalkan orang tua akibat bencana alam tsunami, tanah longsor, gempa bumi, dan masih banyak lagi jenis bencana yang lainnya serta masalah-masalah sosial yang ada.
Oleh karenanya, untuk menjawab dampak dari gejala sosial tersebut, pemerintah membuat peraturan perundang-undangan tentang yayasan. Keberadaan peraturan perundang-undangan tersebut bertujuan untuk memberikan perlindungan hukum bagi penyelenggara dan pengelola yayasan. Namun beberapa masalah muncul seperti, apakah Undang-undang tersebut efektif untuk dijadikan payung hukum dalam menjalankan kegiatan-kegiatan sosial yang berdampak sistemik pada pengelolaan hak asuh? Bagaimanakah pandangan hukum Islam dalam menangani problematika sosial yang berkembang di masyarakat? Apakah eksistensi peraturan perundang-undangan tentang yayasan cukup representatife untuk dijadikan alat ukur penanganan masalah-masalah sosial?
Begitu banyak muncul pendapat dan pertanyaan seputar kegiatan sosial yang dikelola oleh sebuah yayasan. Tidak jarang sebagian kelompok atau organisasi tertentu bergelimang harta benda dengan menjual nama yayasan. Begitupun sebaliknya, tidak jarang pula sebagian kelompok atau organisasi tertentu menghidupi yayasannya untuk kegiatan pengabdian amaliah ummat. Mereka rela berkorban apapun demi kemakmuran dan kesejahteraan bersama. Pengabdian merekapun di pandang sebelah mata oleh banyak kalangan. Problematika sosial seperti itulah yang ingin penulis ketengahkan dalam penyusunan karya ilmiah dalam bentuk skripsi. Penulis banyak sekali melihat sebuah ketimpangan antara pola kehidupan di kota dan pola kehidupan di desa. Keduanya terlihat sangat kontras. Sangat timpang dan tentu akan berakibat pada kecemburuan sosial yang berujung pada tindakan anarkisme, kerusuhan bermotif SARA, dan melakukan tindakan serta perbuatan melawan hukum.
Sebagai bahan pembanding, dalam kehidupan masyarakat perkotaan terdapat celah kehidupan yang sangat memprihatinkan dengan munculnya kehidupan anak jalanan yang berkeliaran di persimpangan jalan dan kolong jembatan. Keramaian lalu lintas yang tidak memperhatikan keselamatan dirinya dan aktivitas keramaian perkotaan yang banyak mengundang kejahatan. Hal itu sangat membahayakan bagi keselamatan anak-anak. Bentuk-bentuk kriminalisasi tersebut jika dikaitkan dengan substansi Peraturan Perundang-Undangan tentang Perlindungan dan Kesejahteraan Anak dalam Pasal 37. pasal 39 ayat 4, Pasal 43 ayat 2 Undang-undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2001 tentang Perlindungan Anak, maka sangat bertentangan sekali dengan nilai-nilai filosofisnya. Adanya perbedaan yang sangat menonjol dalam pembangunan fisik jasmaniah dan ruhaniyah anak, akan berakibat rusaknya fundamental dalam tatanan kehidupan masyarakat.
Peranan lembaga sosial seperti yayasan dan lembaga-lembaga kemasyarakatan lainnya, perlu meningkatkan diri guna mengangkat citra bangsa di dunia Internasional. Kebangkitan suatu bangsa ditandai dengan pedulinya masyarakat terhadap kehidupan anak jalanan, anak-anak dhuafa, dan anak-anak yatim piatu yang kian hari makin bertambah. Sangatlah wajar jika seseorang memiliki keinginan yang sangat luar biasa untuk bisa memiliki anak sebagai pewaris keluarganya. Keinginan tersebut sangatlah wajar dan manusiawi. Bahkan sebagian di antara para nabi yang merupakan utusan Allah juga sangat mendambakan kehadiran anak dalam kehidupannya.
Nasab dalam doktrinal Islam merupakan sesuatu yang penting, hal ini dapat dilihat dalam sejarah Islam, ketika Nabi Muhammad SAW mengangkat seorang 4 anak
yang bernama Zaid bin Haritsah. Kemudian oleh orang-orang dinasabkan kepada Nabi, mendapatkan keteguran dari Allah SWT. Allah SWT berfirman :
“Allah sekali-sekali tidak menjadikan bagi seseorang dua buah hatidalam rongganya; dan dia tidak menjadikan isteri-isterimu yang kamu dzibar itu sebagai ibumu, dan dia tidak menjadikan anak-anak angkatmu sebagai anak-anak kandungmua (sendiri). Yang demikian itu hanyalah perkataanmu dimulut saja. Dan Allah mengatakan yang sebenarnya. Dan dia menunjukkan jalan (yang benar)al-ahzab;4
Dalam ayat di atas dijelaskan bahwa anak angkat tidak dapat menjadi anak kandung, ini dipahami dari lafaz wa maja‟ala ad‟iya-akum abna-akum.
Dan kemudiandijelaskan bahwa anak angkat tetap dinasabkan kepada ayah kandungnya, bukan kepada bapak angkatnya. Ini dipahami dari lafaz ud‟u-hum li abaihim5 Dalam sebuah hadist Nabi Muhammad SAW bersabda: “barang siapa menisbahkan dirinya kepada selain ayah kandungnya padahal ia mengetahui bahwa itu bukanlah ayah kandungnya, maka diharamkan baginya surga” Dalam hadist di atas dijelaskan bahwa, seseorang tidak boleh menasabkan dirinya kepada selain ayah kandunganya, apabila ia tahu siapa ayahnya. Hal ini dipahami dari lafaz fal jannatu „alaihi haramum. Orang tidak boleh masuk surga adalah orang yang berdosa. Jadi apabila seseorang menasabkan dirinya kepada selain ayah kandungnya, sedangkan dia tahu bahwa itu bukan ayahnya maka dia termasuk orang yang berdosa.
Berdasarkan latar belakang yang telah penulis kemukakan di atas, keberadaan dan peran yayasan sebagai lembaga sosial diharapkan mampu mengantisipasi dalam memerangi kemelut dan kerawanan masalah-masalah sosial.
Yayasan Mutiara Al-Insani menjalankan kegiatan sosial dengan legalitas formal berupa peraturan perundang-undangan yang berlaku. Hal itu menunjukkan keberadaan yayasan menjadi mitra pemerintah dalam menangani problematika sosial.
Berdasarkan paparan deskripsi singkat di atas, penulis merasa tertarik untuk melakukan kajian, penelitian, dan telaah tentang implikasi hukum keberadaan yayasan Mutiara Al-Insani Kec. Sindang Kab. Indramayu dalam prespektif hukum Islam yang penulis beri judul PERANAN YAYASAN MUTIARA AL-INSANI KECAMATAN SINDANG KAB.INDRAMAYU DALAM MEMENUHI HAK-HAK HIDUP ANAK CACAT DAN TERLANTAR DALAM PRESPEKTIF HUKUM ISLAM DAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN TENTANG YAYASAN.
B. Identifikasi Masalah
Berkaitan dengan paparan deskripsi di atas, penulis lebih menitikberatkan pada aspek kajian problematika sosial tentang hukum privat. Penulis ingin mengetahui keberadaan yayasan mutiara al-insani dalam prespektif hukum Islam dan peraturan perundang-undangan tentang yayasan. Penulis mencoba untuk mengkaji berdasarkan landasan teoretik dan empirik. Adapun yang menjadi fokus studi dalam penyusunan skripsi dapat penulis paparkan sebagai berikut.
1. Problematika sosial Kabupaten Indramayu.
2. Hukum islam dan Peraturan Perundang-undangan yang terkait dengan yayasan,panti asuhan dan perananya.
3. Kedudukan dan peranan yayasan Mutiara Al-insani tentang pengelolaanya.
C. Rumusan Masalah
Sesuai dengan judul penulisan skripsi yang menekankan pada aspek peranan yayasan Mutiara Al-insani dalam mengelola hak-hak anak terlantar. Khususnya mengenai penanganan problematika sosial seperti anak terlantar, anak cacat, dan perwalian, serta perlindungan hukum bagi para pengurusnya,maka penulis mengajukan beberapa pokok rumusan masalah sebagai berikut.
1. Sejauhmana peranan yayasan Mutiara Al-Insani kecamatan sindang dalam memenuhi hak-hak hidup anak-anak cacat dan terlantar?
2. Bagaimanakah pandangan hukum islam dan peraturan perundang-undangan terhadap peranan yayasan Mutiara Al-insani.
D. Tujuan Penelitian
Setiap kegiatan yang akan, sedang, dan sudah dilakukan, pasti memiliki tujuan yang hendak dicapai dan diharapkan dari sebuah kegiatan yang dikerjakannya.yang mana dengan tujuan penelitian tersebut penulis dapat menghasilkan data yang kongkrit dan akurat dengan kegiatan penulisan skripsi ini. Adapun tujuan dari penelitian ini penulis paparkan sebagai berikut.
1. Untuk mengetahui peranan yayasan Mutiara Al-Insani dalam melindungi anak-anak cacat dan terlantar.
2. Untuk mengetahui upaya pemberian jaminan dan pemenuhan hak-hak anak untuk tumbuh secara wajar,baik rohani ,jasmani,maupun kehidupan sosialnya
E. Manfaat Penelitian
Sebagaimana tertuang dalam tujuan penelitian, mudah-mudahan penelitian ini dapat memberikan manfaat dan kontribusi yang baik dan terukur. Adapun Manfaat/kegunaan secara teoretik maupun manfaat secara empirik dapat dirasakan oleh pemangku kepentingan (steak holder) Kab.Indramayu dalam menangani masalah soaial. Adapun nilai manfaatnya, dapat penulis paparkan sebagai berikut.
1. Kontribusi Teori
Diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran dan memperkaya khazanah ilmu pengetahuan di bidang ilmu hukum khususnya peraturan perundang-undangan tentang yayasan. Terutama yang berhubungan dengan penanganan masalah-masalah sosial yang ada di Kec.Sindang.
2. Kontribusi Praktis
Hasil penelitian ini dimaksudkan untuk memberikan kontribusi positif yang bersifat praktis kepada para pengambil kebijakan di lingkungan Pemerintah Daerah Kab.Indramayu khususnya Dinas Sosial, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD), dan Kantor Kementrian Agama Kabupaten Indramayu dalam menangani dan memecahkan masalah-maslah sosial yang ditangani oleh Yayasan Mutiara Al-Insani Kec.Sindang. Secara praktis, diharapkan hasil penelitian ini dapat bermanfaat dalam hal sebagai berikut.
a. Akurasi data masalah-masalah sosial selalu up-to date di lingkungan Dinas sosial.
b. Petugas lapangan yang membina para pelaku masalah sosial bukan hanya bersifat retorika, namun sungguh-sungguh mengarahkannya dengan baik dan sesuai dengan kearifan lokal.
c. Memberikan sumbangan pemikiran bagi pengembangan ilmu syariah, khususnya perundang-undangan yayasan.
F. Anggapan Dasar
Anggapan dasar dalam penelitian ilmiah sering juga disebut dengan paradigma. Dalam Penelitian ilmiah membutuhkan dogma-dogma yang tertuang dalam validitas anggapan. Keberadaan paradigma dalam penelitian ilmiah dianggap sebagai penguat dalam menyusun grand desigen dan kontruksi berfikir. Hal itu dapat menciptakan roh karya ilmiah lebih sempurna. (Endang, 2007 : 20).
Anggapan dasar dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Faktor ekonomi, pendidikan, dan kultur menjadi pendukung utama penyebab terjadinya masalah-masalah sosial di Kec.Sindang.
2. Yayasan sebagai lembaga berbadan hukum memiliki hak dan kewenangan untuk menyikapi dan menangani masalah-masalah soaial yang terjadi pada lingkungannya.
3. Pandangan hukum Islam memandang bahwa Yayasan sebagai lembaga sosial memiliki peranan penting untuk membentuk akhlah anak bangsa dan berhak untuk memberikan pelayanan prima bagi kepentingan hak-hak hidup penghuni yayasan.
G. Hipotesis Penelitian
Hipotesis merupakan suatu titik tolak pemikiran yang kebenarannya perlu dibuktikan. Sebagai gambaran tentang Hipotesis, penulis mencoba mengemukakan pendapat Winarno Surakhmad sebagai berikut.
Hipotesis merupakan postulat dari sebuah titik tolak yang kebenarannya diterima oleh penyelidik. Hal ini berarti bahwa setiap penyelidik dapat merumuskan hipotesis yang berbeda. Seseorang mungkin juga ragu atas hipotesis orang lain, namun orang lain juga dapat menerima hipotesis itu sebagai sebuah kebenaran. Dari sifat hipotesis itulah selanjutnya diartikan bahwa penyelidik dapat merumuskan satu atau lebih hipotesis yang dianggap sesuai oleh penyelidik.(Surakhmad, 1978 : 87).
Berdasarkan anggapan dasar yang sudah dikemukakan di atas, maka hipotesis penelitian ini adalah patut diduga bahwa (1) yayasan Mutiara Al-Insani dapat memenuhi hak-hak hidup anak cacat dan terlantar. (2) peraturan perundang-undangan tentang yayasan memiliki perlindungan hukum yang positif dan legal formal untuk dijadikan payung hukum pengelolaan yayasan. (3) Hukum Islam memandang bahwa yayasan berperan penting untuk membentuk karakter anak bangsa yang mengalami problematika sosial.
H. Kerangka Pemikiran
Pemerintah bersama masyarakat masih terus melakukan upaya perbaikan dalam membuat formula dan format yang sesuai dalam menangani nasib anak-anak bangsa yang ditinggalkan orang tua akibat bencana alam tsunami, tanah longsor, gempa bumi, dan masih banyak lagi jenis bencana yang lainnya serta masalah-masalah sosial yang ada. Oleh karenanya, untuk menjawab dampak dari gejala sosial tersebut, pemerintah membuat peraturan perundang-undangan tentang yayasan. Keberadaan UU. tersebut apakah efektif untuk dijadikan sebagai payung hukum dalam menjalankan kegiatan-kegiatan sosial yang berdampak sistemik. Bagaimanakah pandangan hukum Islam dalam menangani problematika sosial yang berkembang di masyarakat? Apakah eksistensi peraturan perundang-undangan tentang yayasan cukup representatife untuk dijadikan alat ukur penanganan masalah-masalah sosial? Begitu banyak muncul pendapat dan pertanyaan seputar kegiatan sosial yang dikelola oleh sebuah yayasan. Tidak jarang sebagian kelompok atau organisasi tertentu bergelimang harta benda dengan menjual nama yayasan. Tidak jarang pula sebagian kelompok atau organisasi tertentu menghidupi yayasannya untuk kegiatan pengabdian amaliah ummat semata.
I. Metode Penelitian
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah Metode Deskriptif Analisis dengan pendekatan yuridis normatif, yakni metode yang menggambarkan seluruh fakta-fakta yuridis secara aktual dengan mempelajari peraturan perundang-undangan, keputusan-keputusan, traktat-traktat, doktrin serta dengan melihat fakta-fakta di lapangan berupa opini-opini dan hasil-hasil dari penyelenggaraan kegiatan sosial yang dilakukan oleh Yayasan Mutiara Al-Insani Kab. Indramayu beserta instrumen-instrumen pendukungnya.
Konsekuensi dari metode yang digunakan, maka langkah-langkah (teknik) yang digunakan penulis untuk memperoleh data dengan jalan :
1. Studi Kepustakaan, yaitu mempelajari berbagai bahan hukum yang terdiri dari :
a. Bahan hukum primer yakni bahan hukum yang terdiri dari peraturan perundang-undangan yang tertulis.
b. Bahan hukum sekunder adalah bahan hukum berupa doktrin-¬doktrin dan dogmatis.
c. Bahan hukum tertier adalah pandangan dari para ahli hukum yang terdapat di majalah-majalah, buku-buku hukum, surat kabar, jurnal, dan lain-lain.
2. Studi lapangan, yakni memperoleh data-data di lapangan dengan jalan:
a. Wawancara yakni melakukan wawancara kepada nara sumber yang berkaitan dengan pelaksanaan kegiatan sosial yang dilakukan oleh yayasan Mutiara Al-Insani dalam menyelenggarakan kegiatan-kegiatan sosial.
b. Survey dilakukan pada yayasan Mutiara Al-Insani Kab. Indramayu.
Hasil dari pengumpulan data tersebut, penulis akan menganalisisnya, dengan menggunakan Teknik Analisis Yuridis Kualitatif. Metode ini penulis gunakan untuk melihat sumber-sumber hukum sebagai acuan analisis bagi pelaksanaan kegiatan sosial yang dilakukan oleh yayasan Mutiara Al-Insani dalam menyelenggarakan kegiatan-kegiatan sosial.
J. Polulasi dan Sampel
1. Populasi
Populasi adalah totalitas dari semua nilai yang mungkin baik dan mungkin juga tidak baik. Totalitas yang dimaksud adalah hasil menghitung atau hasil mengukur dari obyek yang ada. Penggunaan populasi untuk mengetahui kuantitatif maupun kualitatif serta karakteristik tertentu menegenai sekumpulan objek yang lengkap dan jelas. Sekumpulan obyek tersebut ingin dipelajari sifat-sifatnya guna keperluan penelitian. (Sudjana, 1987 : 32)
Sementara menurut Prof. Dr. Rojai Wijaya, dalam bukunya yang berjudul Karangan Ilmiah Populer mengemukakan pendapatnya tentang istilah populasi. “Populasi adalah obyek secara keseluruhan yang ada kaitannya dengan penelitian kualitatif dan kuantitatif.” (Rojai, 2006: 18).
Dalam penelitian ini, populasinya adalah 74 anak asuh dalam bimbingan dan perawatan yayasan Mutiara Al-Insani Kec.Sindang Kab.Indramayu. Berikut ini penulis paparkan tabel populasi penelitian sebagai berikut :
Populasi Penelitian
No. Usia Anak Jumlah Jenis Pembinaan
Terlantar Yatim/Piatu
1 6 thn ke atas 59 anak 39 anak 20 anak
2 15 thn ke atas 15 anak 10 anak 5 anak
JUMLAH 74 anak 49 anak 25 anak
2. Total sampling
Ada yang mengemukakan konsep dasar pengambilan sampel dengan menegaskan bahwa pengambilan total sampling jauh lebih baik daripada pengambilan sampel sebagian anggota populasi asalkan situasi dan kondisi sangat memungkinkan dalam pengambilan sampel.
Konsep tersebut tentu menjadi kacau apabila sample di tafsirkan cuplikan,jadi sampling indonesianya mencuplik.arti mencuplik adalah mengambil sebagian dari keseluruhan. jadi jika keseluruhan itu di ambil maka tidak ada cuplikanya.
ada beberapa cara pengambilan sampel yang dapat dilakukan oleh peneliti. Berikut ini penulis paparkan beberapa cara pengambilan sampel sebagai berikut.
1. Sampling Random/Campuran
2. Sampling berstrata/bertingkat
3. Sampling Sistemis
4. Snowball sampling
5. Sampel bertujuan atau purposive sampling
Dalam penelitian ini, penulis menggunakan teknik total sampel . Pengambilan sampel berdasarkan atas adanya tujuan tertentu sehingga memenuhi keinginan dan kepentingan peneliti. Teknik ini penulis gunakan karena beberapa pertimbangan sebagai berikut.
1. Jumlah populasi sedikit sehingga mudah di jangkau.
2. Tidak ada kehawatiran terlewatkan.
3. Tidak ada tingkatan dalam populasi.
4. Ingin lebih cermat, obyektif, dan tuntas dalam pengolahan data.
K. Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan dari suatu karya ilmiah mempunyai peranan penting karena dapat memudahkan pembaca dalam mengambil gambaran secara garis besar. Metode penulisan yang baik dan mengarah pada bentuk karangan kualitatif hendaknya mengacu pada fokus kajian yang lebih menukik dan mencengkeram. Hal itu dimaksudkan agar bentuk karangan ilmiah yang disusun dapat terorganisir dengan baik dan mudah dicerna dalam pengambilan hipotesis.
Sistematika penulisan dalam penyusunan skripsi ini penulis selipkan baik mengenai susunan, struktur, metode, dan isi dari karangan ilmiah sebenarnya. Penulis membagi skripsi ini dalam lima bab yakni :
Bab I PENDAHULUAN : Memberikan gambaran umum yang berisikan latar belakang penulisan mengenai peranan Yayasan Mutiara Al-Insani dalam menangani masalah-masalah sosial, identifikasi masalah, tujuan penelitian, kegunaan penelitian, kerangka pemikiran, metode penelitian, dan sistematika penulisan.
Bab II PANDANGAN ISLAM DAN PERAURAN PERUNDANG-UNDANGAN TENTANG YAYASAN : Memuat tentang pengertian dan ruang lingkup aza-azaz kegiatan sosial yang diatur dalam hukum positif Indonesia dan pandangan hukum Islam.
Bab III KONDISI OBYEKTIF YAYASAN MUTIARA AL-INSANI: Menguraikan tentang persoalan yang terjadi pada Yayasan Mutiara Al-Insani dalam menangani masalah-masalah sosial.
Bab IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN : Pada bab ini, penulis menguraikan, menjelaskan, dan menelaah hasil analisis dalam bentuk pembahasan hasil penelitian
Bab V SIMPULAN DAN SARAN : Sebagai pembahasan akhir, penulis akan simpulkan dari beberapa bab sebelumnya dalam bentuk uraian simpulan. Selanjutnya, penulis memberikan saran kepada pihak-pihak terkait guna menciptakan efektifitas, efesiensi, dan rekomendasi kepada pihak-pihak terkait.
BAB II
PERSPEKTIF HUKUM ISLAM DAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN TENTANG YAYASAN
A. Perspektif Hukum Islam Tentang Yayasan
Yayasan adalah sebuah wadah sosial yang bertujuan memberantas kebodohan bagi para anak didik terutama yang berada pada garis “broken home” atau yatim piatu maupun anak cacat/terlantar yang posisi mereka sangat menghawatirkkan ,oleh karna itu islam mengcover dengan dalil-dalilnya .
B. Legalitas Yayasan Dalam Konsep Hukum
Yayasan sebagai badan hukum telah diterima dalam suatu yurisprudensi tahun 1882. Hoge Raad yang merupakan badan peradilan tertinggi di negeri Belanda berpendirian bahwa Yayasan sebagai badan hukum adalah sah menurut hukum dan karenanya dapat didirikan. Pendapat Hoge Raad ini diikuti oleh Hooggerechtshof di Hindia Belanda (sekarang Indonesia) dalam putusannya dari tahun 1884. Pendirian Hoge Raad tersebut dikuti oleh Hooggerechtshof di Hindia Belanda (sekarang Indonesia) dalam putusannya dari tahun 1884. Pendirian Hoge Raad di negeri Belanda tersebut dikukuhkan dengan diundangkannya Wet op Stichting Stb.Nomor 327 Tahun 1956, dimana pada Tahun 1976 Undang-undang tersebut diinkorporasikan ke dalam bukum kedua Burgerlijk Wetboek yang mengatur perihal badan hukum (buku kedua titel kelima Pasal 285 sampai dengan 305 BW Belanda).
Jika Yayasan dapat dikatakan sebagai badan hukum, berarti Yayasan adalah subyek hukum. Yayasan sebagai subyek hukum karena memenuhi hal-hal sebagai berikut :
1. Yayasan adalah perkumpulan orang
2. Yayasan dapat melakukan perbuatan hukum dalam hubungan-hubungan hukum
3. Yayasan mempunyai kekayaan sendiri
4. Yayasan mempunyai pengurus
5. Yayasan mempunyai maksud dan tujuan
6. Yayasan mempunyai kedudukan hukum
7. Yayasan mempunyai hak dan kewajiban
8. Yayasan dapat digugat dan menggugat di muka pengadilan
Meskipun belum ada Undang-undang yang secara tegas menyatakan Yayasan sebagai badan hukum namun beberapa pakar hukum Indonesia, diantaranya Setiawan, SH, Prof. Soebekti dan Prof Wijono Prodjodikoro berpendapat bahwa Yayasan merupakan badan hukum.
Setiawan, SH mantan Hakim agung Mahkamah agung RI dalam tulisannya yang berjudul : Tiga Aspek Hukum Yayasan” pada Majalah Varia Peradilan Tahun V No.55 April 1990 bependapat bahwa Yayasan adalah badan hukum.
Dalam kesempatan lain Setiawan dalam tulisannya yang berjudul “Status hukum Yayasan dalam kaitannya dengan Penataan Badan-badan Usaha di Indonesia; Makalah Seminar Yayasan; Status hukum dan sifat Usahanya: Fakultas Hukum UI,1989) menyatakan pula bahwa, walaupun tidak ada peraturan tertulis mengenai Yayasan, praktek hukum dan kebiasaan membuktikan bahwa di Indonesia itu : a. Dapat didirikan suatu Yayasan, b. Yayasan berkedudukan sebagai badan hukum.
Prof. Soebekti dalam Kamus Hukum terbitan Pradnya Paramita, menyatakan bahwa,”Yayasan adalah suatu badan hukum dibawah pimpinan suatu badan pengurus dengan tujuan sosial dan tujuan tertentu yang legal.”
Prof. Wirjono Prodjodikoro dalam bukunya yang berjudul “Hukum Perdata tentang Persetujuan-persetujuan tertentu” berpendapat bahwa Yayasan adalah badan hukum. Dasarnya adalah suatu Yayasan mempunyai harta benda/kekayaan, yang dengan kemauan pemilik ditetapkan guna mencapai tujuan tertentu.
Meskipun belum diatur dalam suatu Undang-undang, tetapi dalam pergaulan hidup Yayasan diakui keberadaannya, sebagai badan hukum yang dapat turut serta dalam pergaulan hidup di masyarakat artinya dapat melakukan jual beli, sewa menyewa dan lain-lain. Dari uraian diatas dapatlah disimpulkan bahwa status hukum Yayasan sebelum adanya Undang-Undang Yayasan, diakui sebagai badan hukum yang menyandang hak dan kewajibannya sendiri, yang dapat digugat dan menggugat di muka pengadilan, serta memiliki status yang dipersamakan dengan orang perorangan sebagai subyek hukum dan keberadaannya ditentukan oleh hukum.
Sebagai badan hukum, Yayasan cakap melakukan perbuatan hukum sepanjang perbuatan hukum itu tercakup dalam maksud dan tujuan Yayasan yang dituangkan dalam Anggaran Dasar Yayasan. Dalam hal Yayasan melakukan perbuatan hukum , yang diluar batas kecakapannya (ultra vires), maka perbuatan hukum tersebut adalah batal demi hukum. Dengan berlakunya Undang-undang Yayasan Nomor 16 Tahun 2001 Jo Nomor 28 tahun 2004, Pasal 1 ayat (1) dengan tegas menyebutkan bahwa, ” Yayasan adalah badan hukum yang terdiri atas kekayaan yang dipisahkan dan diperuntukkan untuk mencapai tujuan tertentu di bidang sosial, keagamaan dan kemanusiaan, yang tidak mempunyai anggota.” Walaupun Undang-undang ini tidak secara tegas menyatakan Yayasan adalah badan hukum non profit/nirlaba, namun tujuannya yang bersifat sosial, keagamaan dan kemanusiaan itulah yang menjadikan Yayasan sebagai suatu badan hukum non profit/nirlaba.
Mengingat pendirian Yayasan mempunyai syarat formil, maka status badan hukum Yayasan baru dapat diperoleh pada saat akte pendiriannya disahkan oleh Menteri Kehakiman sebagaimana yang disebutkan dalam Pasal 11 ayat (1). Pengakuan keberadaan Yayasan dalam sebuah Undang-undang Yayasan adalah dilatarbelakangi adanya kekosongan hukum dan mengembalikan fungsi Yayasan.
Bagi Yayasan yang telah ada sebelum adanya Undang-undang Yayasan, berlaku Pasal 71 Undang-undang Nomor 28 Tahun 2004 yang merupakan ketentuan peralihan, menyatakan bahwa : Pada saat Undang-undang ini mulai berlaku, Yayasan yang telah didaftarkan di Pengadilan Negeri dan diumukan dalam Tambahan Berita Negara RI atau yang telah di daftarkan di Pengadilan Negeri dan mempunyai ijin melakukan kegiatan dari instansi terkait, tetap diakui sebagai badan hukum dalam jangka waktu paling lambat 3 (tga) tahun terhitung sejak tanggal Undang-undang ini mulai berlaku. Yayasan tersebut wajib menyesuaikan Anggaran Dasarnya dengan ketentuan Undang-undang ini. Yayasan yang telah menyesuaikan Anggaran Dasarnya wajib memberitahukan kepada Menteri Kehakiman paling lambat 1 (satu) tahun setelah pelaksanaan penyesuaian.
Yayasan yang telah didirikan dan tidak memenuhi ketentuan sebagaimana diatas dapat memperoleh status badan hukum dengan cara menyesuaikan Anggaran Dasarnya dengan ketentuan Undang-undang ini, dengan mengajukan permohonan kepada Menteri dalam jangka waktu paling lambat 1 (satu) tahun terhitung sejak tanggal Undang-undang ini mulai berlaku.
Yayasan yang tidak menyesuaikan Anggaran Dasarnya dalam jangka waktu yang ditentukan, tidak dapat menggunakan kata “Yayasan” di depan namanya dan dapat dibubarkan berdasarkan Putusan Pengadilan atas permohonan Kejaksaan atau pihak yang berkepentingan.
B. Azas Perwalian dalam Yayasan
1. Pengertian
Sebagaimana diketahui dalam UU No. 1 Tahun 1974 tentang perkawinan, mengenal adanya lembaga perwalian (Voogdij). Lembaga Perwalian (Voogdij) ini tertnasuk dalam lingkup hukura keluarga karena bersangkut paut dengan anak-anak dibawah umur yang sudah tentu ada hubungannya dengan suatu keluarga,atau orang tua dengan anak. Untuk mendapat pengertian yang jelas tentang perwalian (Voogdij) ini, penulis akan raengemukakan perumusan dari beberapa sarjana maupun UU No. 1 tahun 1974 dan KUH Perdata.
a. Prof, Subekti :
"Perwalian (Voogdij) adalah pengawasan terhadap anak yang masih dibawah umur, yang tidak berada dibawah kekuaasan orang tua serta pengurusan benda atau kekayaan anak tersebut diatur oleh undang-undang".
b. Pengertian perwalian menurut KUH Perdata pasal345.
"Apabila salah satu dari kedua orang tua meninggal, maka perwalian terhadap anak-anak kawin yang belum dewasa, demi hukum dipangku oleh orang tua yang hidup terlama, sekedar ini tidak dibebaskan atau dipecat dari kekuasaan orang tuanya".
Pasal 351 KUH Perdata :
"Jika yang menjadi wali tersebut ibu, dan ibu ini kawin, naka suaninya. Kecuali ia telah dikecualikan atau dipecat dari perwalian, sepanjang perkawinan itu, dan selana antara suami istri tiada perpisahan meja atau ranjang atau perpisahan harta kekayaan, dan hukum menjadi lawan wali".
c. Pengertian perwalian menurut Undang-undang perkawinan pasal 50.
(1) "Anak yang belum mencapai umur 18 (Delapan belas) tahun atau belum pernah melangsungkan perkawinan, yang tidak berada dibawah kekuasaan orang tua berada wali".
(2) "Perwalian itu mengenai pribadi anak yang bersangkutan maupun harta bendanya.
d. Vollmar :
"Perwalian adalah baik keadaan dalam man a si anak belim dewasa yang menpunyai wali berada, maupun kedudukan hukun si wali (beserta hak-hak dan kewajiban-kewajiban yang melekat pada kedudukan hukum tersebut), yaitu wali dibebani pengawasan dan pengolahan".
Berdasarkan pengertian mengenai perwalian tersebut kita dapat mengartikan bahwa anak yang orang tuanya telah bercerai atau jika salah satu dari mereka atau semua meninggal dunia, maka anak tersebut akan berada dibawah perwalian. Terhadap anak luar kawin, karena tidak ada kekuasaan orang tuanya, anak itu selalu berada dibawah perwalian. Anak yang berada di bawah perwalian disebut pupil.
2. Asas-asas dalam perwalian
Dalam Undang-undang perkawinan, masalah perwalian tidak diatur secara luas, sehingga dalam Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tidak mengatur tentang asas-asas dalam perkawinan, maka pemerintah membentuk UU. tersendiri mengenai perwalian dan perlindungan bagi anak. Undang-undang ini dibuat untuk mengatur regulasi pertumbuhan, perkembangan, dan perlindungan kesejahteraan anak yang menyangkut masalah pendidikan, keharmonisan, dan perlakuan manusiawi anak. Berikut ini penulis uraikan azas-azas perwalian sebagai legalitas formal dari payung hukum keberadaan hak-hak perwalian.
Berdasarkan pasal 66 undang-undang perkawinan bahwa segala aesuatu yang berhubungan dengan perkawianan maka peraturan-peraturan lain masih berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan UU No. 1 Tahun 1974 .
Kitab Undang-undang Hukum Perdata mengenal 2 (dua) asas dalam perwalian yaitu :
a. Asas tak dapat dibagi-bagi
Pada tiap-tiap perwalian menurut KUH perdata, umumnya mengenal ada satu wali saja (pss;, ] 311 KUH Perdata) . Asas tak dapat dibagi-bagi °ini mempunyai perkecualian dalam dua hal yaitu :
1) Jika perwalian tersebut dilakukan oleh ibu sebagai orang tua yang hidup paling lama (Langslevende), maka kalau ia kawin lagi suaminya menjadi wali peserta (Medevoogd). Hal ini diatur dalam pasal 351 Kitab Undang-undang Hukum Perdata.
Jika sampai ditunjuk pelaksana pengurusan (Bewinvoerder) yang mengurus barang-barang di luar Indonesia berdasarkan pasal 361 KUH Perdata.
b. Asas persetujuan dari keluarga
Keluarga harus diminta persetujuannya tentang perwalian. Dalam hal keluarga tidak datang sesudah diadakan pemanggilan, maka dapat dituntut atas dasar pasal 524 KUH Perdata.
C. Yayasan Bertindak Sebagai Wali Dalam Penanganan Masalah Sosial
Perwalian yang Dikenal Menurut
Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974
Pengertian perwalian menurut pasal 50 ayat 1 Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 adalah pengawasan dan pengurusan terhadap diri pribadi dan harta benda anak yang belum mencapai umur 18 tahun atau belum pernah melangsungkan perkawinan karena anak itu tidak berada dibawah kekuasaan orang tuanya.
Adapun bunyi pasal 50 ayat 1 tersebut adalah :
"Anak yang belum mencapai umur 18 (delapan belas) tahun atau belun pernah aelangsungkan perkawinan yang tidak berada dibawah kekuasaan orang tua, berada dibawah kekuasaan wali".
Perwalian dalam Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 diatur pada pasal 50, 51, 52, 53, dan 54. Akan tetapi juga mempunyai keterkaitan yang erat dengan pasal 48 dan pasal 49 yang mengatur kekuasaan orang tua dan pembatasannya. ^'/
Undang-undang perkawinan ini merupakan unifikasi dalam hukum keluarga, tetapi peraturan yang diberikan Undang-undang perkawinan mengenai perwalian ini sangat sederhana, dimana hanya tercakup dalam 5 (lima) pasal dan inipun hanya garis besarnya saja. Sebelum berlakunya Undang-undang No. 1 Tahun 1974, perwalian diatur dalam kitab Undang-undang Hukum Perdata, Hukum Adat dan Hukum Islam. Dengan di undangkannya Undang-undang
Nomor 1 Tahun 1974, maka ketentuan yang berlaku mengenai perwalian terdapat dalam Undang-undang perkawinan, hanya saja pengaturan tentang perwalian dalam Undang-undang tersebut sangat sederhana. sehingga menimbulkan ketidakjelasan.
Untuk itu diperlukan peraturan lebih lanjut, dan selama belum ada peraturan baru, dapat memperguna-kan pasal 66 UU No. 1 Tahun 1974, yang menunjuk kembali pada aturan sebelumnya, sepanjang belum diatur dan tidak bertentangan dengan UU No. 1 Tahun 1974. Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 mengatur tentang perwalian, dengan pengertian perwaliannya sendiri dalam arti menurut hukum adat tetapi dalam peraturan inmaterinya beradasarkan pemikiran yang terdapat di dalam KUH Perdata. Perwalian dalam Undang-undang ini jelas mengandung sistem parental, yang nanti akan memerlukan penelaahan kembali, dan apabila Undang-undang tidak memberikan kejelasan maka menurut pasal 66 Undang-undang perkawinan harus kembali pada hukum sebelumnya, yang dalam hal ini masyarakat Indonesia asli akan kembali pada hukum adatnya masing-masing.
Macam-macam perwalian yang dikenal salah satunya adalah Perwalian yang diatur melalui Undang-undang. Hal ini dilakukan karena dalam sistem perundangan nasional Indonesia mengandung sistem parental. Dalam Undang-undang Nomor 1 tahun 1974 adalah perwalian Perwalian Wasiat. Perwalian wasiat adalah suatu perwalian yang ditunjuk atau diangkat berdasarkan surat wasiat atau testamen. Sebagaimana disebutkan dalam Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974, pasal 51 ayat (1) yaitu :
"Wali dapat ditunjuk oleh satu orang tua yang menjalankan kekuasaan orang tua, sebelum ia meninggal, dengan surat wasiat, atau dengan lisan dihadapan 2 (dua) orang saksi".
1. Perwalian yang dikenal dalam KUH Perdata
a. Perwalian menurut Undang-undang
Mengenai perwalian ini, diatur dalam pasal 345 KUH Perdata. Jika salah satu orang tua meninggal, maka demi hukum dilakukan oleh orang tua yang masih hidup terhadap anak yang belum dewasa. Pada pasal 351 KUH Perdata menyatakan bahwa jika yang menjadi wali tersebut ibu, dan ibu ini kawin maka suaminya menjadi kawan wali,
b. Perwalian dengan wasiat
Menurut pasal 355 KUH Perdata menyatakan bahwa:
"Masing-masing orang tua yang nelakukan kekuasaan orang tua, atau wali bagi seorang anaknya atau lebih, berhak mengangkat seorang wali bagi anak-anak itu, jika kiranya perwalian itu setelah ia meninggal dunia".
Perwalian seperti ini dapat dilakukan dengan surat wasiat. Mengenai peraturan wasiat (Testamen) atau di Indonesia dinamakan hibah wasiat, ini diatur dalam buku kedua bab ketiga belas. Dalam pasal 875 KUH Perdata secara tegas disebutkan pengertian tentang wasiat yaitu :
"Suatu akta yang memuat suatu kenyataan seorang tentang apa yang dikehendakinya akan terjadi setelah ia meninggal yang olehnya dapat ditarik kembali".
Dengan demikian suatu wasiat adalah suatui akta yang berisi keterangan yang dibuat sebagai pembuktian dengan campur tangan seorang pejabat resmi. Selanjutnya karena wasiat ini merupakan pernyataan sepihak, atau merupakan perbuatan hukum yang sifatnya pribadi, maka ia dapat dicabut kembali.
c. Perwalian Datif
Perwalian datif adalah, apabila tidak ada wali menurut Undang-undang atau wali dengan wasiat, oleh hakim ditetapkan sebagai wali (pasal 359KUH Perdata).
Seandainya telah diputuskan suatu perceraian, maka dengan demikian tidak ada lagi kekuasaan orang tua dan salah seorang dari orang tua harus ditetapkan sebagai wali.
Apabila kedua orang tuanya sudah dipecat dari kekuasaan orang tua, maka hakim juga harus menetapkan seorang wali. Menurut ketentuan pasal 365 KUH Perdata., jika hakim harus menetapkan seorang wali, maka perwalian itu boleh diperintahkan kepada suatu perhimpunan yang berbadan hukum, suatu yayasan, atau lembaga yang bertujuan memelihara anak yang belum dewasa. Disamping seorang wali, maka menurut pasal 366 KUH Perdata, harus ada wali pengawas dan ini dilakukan oleh Balai Harta Peninggalan (Wees Kamer).
3. Pihak-pihak yang Terkait Dalam Perwalian
Dalam UU No. 1 Tahun 1974 tidak member! aturan yang tegas tentang perwalian terhadap anak luar kawin yang diakui. Undang-undang tersebut hanya memberikan ketentuan sebagaimana disebut dalam pasal 43 ayat 1 yaitu :
"Anak yang dilahirkan diluar perkawinan hanya nempunyai hubungan perdata dengan ibunya dan keluarga ibunya".
Dalam perwalian ini yang paling penting apa yang tercantum dalam pasal 345 KUH Perdata yang menyatakan bahwa, orang tua yang hidup terlama dengan sendirinya menjadi wali. Pasal ini tidak hidup terpisah, disebabkan oleh perpisahan meja atau tempat tidur.
a. Perwalian atas anak luar kawin yang diakui.
Jika kita menyebut seorang anak sah, maka anak itu dilahirkan dari suatu perkawinan (Pasal 250 KUH Perdata). Adapun anak yang dilahirkan diluar perkawinan adalah tidak sah. Meskipun demikian anak tersebut dapat disahkan. Ketentuan mengenai hal itu terdapat dalam pasal 272 KUH Perdata yang menyatakan bahwa anak yang dibuahkan diluar perkawinan antara ibu dan ayahnya, dengan ketentuan anak itu sebelum perkawinan, sudah diakui oleh ayah dan ibunya, dan jika tidak demikian dapat juga dengan suatu pengakuan yang dimuat dalam akta perkawinan si ayah dan si ibu.
Dikecualikan bilamana mereka berhak atau dicabut hak untuk menjadi walinya (Pasal 353 ayat 1, KUH Perdata). Bilamana Bapak atau Ibu mengakuinya, maka orang tua yang mengakui lebih dahulu, yang menjadi wali (pasal 535 ayat 2 KUH Perdata). Bilamana pengakuan yang dilakukan oleh Bapak dan Ibu itu Terselenggara dalam waktu yang sama, maka Bapaklah yang menjadi wali,
b. Perwalian yang di tunjuk oleh Bapak dan Ibu dengan Surat wasiat.
Mengenai jenis perwalian ini yakni perwalian atas penunjukan oleh Bapak Ibu tidak membawa akaibta bilamana orang tua yang menyangkut itu pada saat meninggal dunia, tidak meiaksanakan amanatnya menjadi wali, sebagaimana diatur dalam pasal 355 ayat 2 KUH Perdata menentukan bahwa Badan-badan hukum tidak boleh diangkat menjadi wali, dan pasal tersebut dalam ayat 3 nya menetapkan bahwa cara pengangkatan wali itu harus dilaksanakan dengan surat wasiat atau dengan akta notaris yang khusus semata-mata dibuat untuk keperluan tersebut.
Khusus bagi seorang wali Bapak atau Ibu untuk anak luar kawin yang diakui, diatur dalam pasal 358 KUH Perdata, bahwa dalam pengangkatan wali tersebut memerlukan Penetapan Pengadilan Negeri, agar pengangkatan tersebut menjadi sah.
c. Perwalian yang diangkat oleh Hakim
Pasal 359 KUH Perdata menentukan atas semua minclerjarige yang tidak berada dibawah kekuasaan orang tua dan yang diatur perwaliannya sah, maka akan ditunjuk seorang wali untuk minderjarige dan memanggil keluarga sedarah (Bloedw Verwanten) atau semenda/periparan. Didalam ayat 2 pasal tersebut dikatakan bahwa bilamana tidak mungkin seseorang melakukan kekuasaan orang tua atau perwalian, maka Pengadilan Negeri akan mengangkat seorang wali sementara, sementara orang tua atau wali tidak dapat melakukan kekuasaannya, sampai yang berkepentingan (orang tua / wali) itu diminta kembali kekuasaan orang tua.
Pengangkatan seorang wali sementara dapat dilakukan dalam hal tidak dapat diketahui hidup atau matinya Bapak atau Ibunya atau juga dalam hal tidak dapat diketahui tempat kediamannya (Pasal 354 ayat 3 KUH Perdata), dengan diangkatnya seorang wali sementara maka kekuasaan orang tua menjadi tertunda sebagaimana disebutkan dalam pasal 359 ayat 6 KUH Perdata. Pada pasal 359 ayat 7 KUH Perdata menyebutkan bahwa :
"Dalam segala hal, bilamana terjadi Pengangkatan seorang wali, maka jika perlu, oleh balai harta peninggalan, baik sebelum, naupun setelah pengangkatan itu, diadakan tindakan-tindakan seperlunya guna pengurusan diri dan harta kekayaan sebelun dewasa, sampai perwalian itu mulai berlaku".
4. Hak dan Kewajiban Dalam Perwalian
Hak dan kewajiban perwalian diatur dalam hukum positif Indonesia. Berikut ini penulis uraikan kriteria hak dan kewajiban perwalian menurut Undang-undang No 1 Tahun 1974
a. Wali diwajibkan mengurus anak yang dibawah kekuasaannya dan harta bendanya sebaik-baiknya dengan menghormati agama dan kepercayaan anak itu (Pasal 51 ayat 3).
b. Wali diwajibkan membuat daftar harta benda anak yang berada dibawah kekuasaannya pada waktu memulai jabatannya dan mencatat semua perubahan-perubahan harta benda anak atau anak-anak itu (Pasal 51 ayat 4).
c. Wali wajib bertanggung jawab tentang harta benda anak yang berada dibawah perwaliannya serta kerugian yang timbul karena kesalahan atau kelalaiannya (Pasal 51 ayat 5.
d. Kewajiban memberitahukan kepada Balai Harta Peninggalan dengan sanksi, bahwa wali dapat dipecat (Onzet) dan dapat diharuskan membayar biaya-biaya ongkos dan bunga bila pemberitahuan tersebut tidak dilaksanakan sebagaimana diatur dalam pasal 368 KUH Perdata sebagai berikut :
"Segala wali tersebut dalam bagian ke tiga bab ini, berwajib, segera setelah perwalian mulai berjalan, memberitahukan kepada Balai tentang terjadinya perwalian itu. Dalam hal dilalaikannya itu, mereka boleh dipecat dengan tidak mengurangi penggantian biaya, rugi dan bunga".
e. Kewajiban mengadakan inventarisasi mengenai harta kekayaan si minderjarige diatur dalam pasal 386 ayat 1 KUH Perdata sebagai berikut.
"Dalam waktu selam sepuluh harisetelah perwalian mulai berlaku, wali harus menuntut pembukaan penyegelan sekiranya ini pernah terjadi dan segera dengan dihadiri oleh wali pengawas menbuat atau menyuruh membuat perincian akan barang-barang sebelum dewasa".
Pasal tersebut menyatakan bahwa sesudah sepuluh hari diuraikan perwalian dimulai, maka wali harus membuat daftar perincian tentang barang-barang pupil dengan dihadiri oleh wali pengawas Wees Kamer / Balai Harta Peninggalan). Kalau barang-barang itu disegel maka diminta supaya penyegelan itu dibuka. Mengenai inventarisasi ini dapat dilakukan dengan cara dibawah tangan (Onderhands). Akan tetapi dalam semua hal harus dikuatkan kebenarannya oleh wali dengan mengangkat sumpah dimuka Balai Harta Peninggalan (Wees Kamer). Adapun jenis kewajiban tersebut adalah :
1) Kewajiban untuk mengadakan jaminan (Zekerheid.Dalam pasal 335 KUH Perdata disebutkan bahwa wali kecuali perhlmpunan-perhlmpunan, yayasan, atau badan sosial mempunyai kewajiban untuk mengadakan jaminan dalam waktu satu bulan setelah perwalian dimulai, baik berupa hipotik maupun gadai (Pand). Bila harta kekayaan pupil (anak yang berada dibawah perwalian) bertambah, maka wali harus mengadakan atau menambah jaminan yang sudah diadakan.
2) Kewajiban wali untuk menjual perabot-perabot rumah tangga anak wali dan semua barang bergerak yang tidak memberikan buah hasil / keuntungan. Penjualan ini harus dilakukan dengan pelelangan di ciepan umum menurut aturan-aturan lelang yang berlaku di tempat itu kecuali Bapak atau Ibu yang menjadi Wali dibebaskan dari Penjualan itu Pasal 392 KUH Perdata).
3) Kewajiban untuk mendapatkan surat-surat piutang negara jika ternyata dalam harta kekayaan anak wali ada surat piutang negara Pasal 389 KUH Perdata).
4) Kewajiban untuk menanam sisa uang minderjarige (anak wali) setelah dikurangi biaya penghidupan dan sebagainya.
D. Peranan Yayasan Dalam Memenuhi Hak-hak Hidup Penghuni Yayasan
1. Menurut Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974
Menurut Undang-undang perkawinan bahwa wali, berkewajiban membuat daftar harta benda anak yang berada dibawah kekuasaannya dan bertanggung jawab atas harta benda anak yang berada dibawah perwaliannya. Apabila wali telah menyebabkan kerugian, maka wali dapat dituntut dan dikenakan sanksi untuk mengganti kerugian sebagaimana disebut dalam pasal 54 yang berbunyi :
"Wali yang nenyebabkan kerugian kepada harta benda anak yang berada dibawah kekuasaannya, atas tuntutan anak atau keluarga anak tersebut dengan keputusan pengadilan, yang bersangkutan dapat diwajibkan untuk mengganti kerugian tersebut".
2. Berakhirnya Perwalian
a. Karena anak yang dibawah perwalian telah dewasa atau cakap.
b. Jika anak itu meninggal dunia.
c. Timbulnya kembali kekuasaan orang tua.
d. Ada pemecatan atau pembebasan atas diri wali.
3. Menurut Kitab Undang-undang Hukum Perdata KUH Perdata
Menurut pasal 368 KUH Perdata, kewajiban untuk memberitahukan kepada Balai Harta Peninggalan (Wees Kamer) dengan sanksi bahwa wali dapat di pecat (onzet) dan membayar biaya, ongkos-ongkos dan bunga apabila pemberitahuan tersebut tidak dilaksanakan. Berakhirnva Perwalian dapat Ditinjau dari Dua Sudut sebagaimana tercantum di bawah ini :
a. Karena anak yang berada dibawah perwalian tersebut telah dewasa.
b. Jika anak itu meninggal dunia.
c. Timbulnya kembali kekuasaan orang tua (Owderlijk Macht) .
d. Jika anak-anak belum dewasa luar kawin dan telah diakui menurut undang-undang, disaksikan pada saat berlangsungnya perkawinan yang mengakibatkan absahnya anak-anak itu atau saat peraberian surat pengesahan.
e. Ada pemecatan atau pembebasan atas diri wali.
f. Ada alasan pembebasan atau pemecatan dari perwalian yang diatur dalam pasal 380 KUH Perdata .
Menurut alasan-alasan untuk dapat dimintakan pemecatan bagi seorang wali sebagaimana diatur dalam pasal 380 KUH Perdata adalah :
1) Jika wali itu berkelakuan buruk
2) Jika dalam menunaikan perwaliannya, wali menampakkan ketidak cakapan atau menyalahgunakan kekuasaaan atau -mengabaikan kewajibannya.
a. Jika wali dalam keadaan Pailit.
b. Jika wali untuk diri sendiri atau karena bapak wali itu, ibunyu, istrinya, suaminya, atau anaknya mengajukan perkara dimuka hakim untuk melawan sianak yang belum dewasa (Minderjarige) yang ada dibawah perwaliannya.
c. Jika wali dijatuhi hukuman yang tidak dapat di tiadakan lagi dengan pidana penjara selama 2 tahun atau lebih.
d. Jika wali itu ada alpa memberitahukan perwaliannya kepada Balai Harta Peninggalan (Wees Kamer), sebagaimana yang diatur dalam pasal 368 KUH Perdata.
Pengertian anak terlantar dan anak cacat menurut Undang-undang Nomor 4 Tahun 1979 Tentang Kesejahteraan Anak dijelaskan dalam pasal 1 ayat 7 sebagai berikut :
"Anak terlantar adalah anak yang karena suatu sebab orang tuanya melalaikan kewajibannya sehingga kebutuhan anak tidak terpenuhi dengan wajar baik secara rohani, jasnani maupun sosial".
Pada ayat 9 pengertian tentang anak cacat yaitu :
"Anak cacat adalah anak yang mengalami hambatan rohani dan atau jasnani sehingga nengganggu pertumbuhan dan perkembangannya dengan wajar".
BAB III
KONDISI OBYEKTIF YAYASAN MUTIARA AL-INSANI
A. Sosio Demografi Kab.Indramayu
Kabupaten Indramayu merupakan wilayah yang berada di pantai utara Jawa Barat. Lebih dikenal dengan sebutan masyarakat Pantura. Letak wilayah yang memiliki banyak kandungan tanah sendimenteroneigromer, sehingga Kab.Indramayu berpotensi besar mendapatkan kekayaan alam berupa gas alam dan kandungan minyak yang melimpah.
Kabupaten Indramayu memiliki luas wilayah 89.368,000 Km² terdiri dari panjang pantai 114 Km, tanah darat 76.154.000,Km², dan tanah rawa/empang, serta tanah timbul mencapai 13.214.000,Km². Batas wilayah Kab.Indramayu sebelah Selatan dengan Kab.Cirebon, sebelah Utara berbatasan dengan Kab. Majalengka, sebelah barat dengan Kab. Subang, dan sebalah Timur dengan Kab. Sumedang.
Kab.Indramayu memiliki jumlah penduduk 1.796 juta jiwa, tersebar di 32 Kecamatan, 310 Desa dan 7 kelurahan. Mata pencaharian penduduk Kab. Indramayu 40% berprofesi sebagai nelayan, 30% petani, 20% pedagang, 10% berprofesi sebagai pegawai, karyawan, dll. Angka tingkat pengangguran masyarakat Indramayu mencapai 4%. Artinya, hampir semua masyarakat memiliki pekerjaan untuk menghidupi keluarganya.
Dominasi profesi nelayan menjadikan Indramayu sebagai lumbung ikan di Jawa Barat. Hal itupun yang membuat sosiodemografi kab. Indramayu memiliki ciri khas, kultur, budaya, dan karakter yang berbeda dengan Kab. tetangga. Seperti Kab. Cirebon, Majalengka, dan Kuningan. Indramayu kental akan nuansa budaya pesisir. Budaya inilah yang turut serta mewarnai heterogenitas penduduk Indramayu dalam menyikapi pola interaksi hidup dan berkehidupan.
Kesejahteraan rakyat dan daya beli masyarakat Indramayu pada tahun 2010, naik 5 point dibandingkan tahun 2009 mencapai kisaran angka 45,3%. Hal ini menandakan bahwa, di Kab.Indramayu terjadi perbaikan kesejahteraan. Angka tersebut mampu mendongkrak realitas kemiskinan masyarakat Indramayu dari keluarga prasejahtera menjadi keluarga sejahtera.
Angka partisipasi pendidikan masyarakat Indramayu berdasarkan data Bapeda Kab.Indramayu tahun 2009 mencapai 79,5%. Dengan kata lain, jika dirata-ratakan dengan angka usia sekolah, maka penduduk Indramayu baru pada tahapan kelas 2 SMP. Angka ini menunjukkan perubahan yang sangat signifikan jika dibandingkan dengan masa awal reformasi atau 10 tahun yang lalu. Kab.Indramayu berada pada posisi 24 dari 24 Kab/Kota se-jawa Barat. Saat itu, angka partisipasi pendidikan baru mencapai 35% saja.
Di tahun 2010, beberapa Lembaga Pendidikan seperti : Sekolah/Madrasah, Yayasan, Panti Sosial, dan lembaga masyarakat pemerhati masalah sosial sebagai institusi pencetak generasi bangsa yang ditempuh melalui kegiatan berjanjang, diharapkan mampu menciptakan generasi cendikia yang handal dan siap terjun ke masyarakat. Begitupun beberapa lembaga-lembaga sosial yang ada di Kab.Indramayu, dipersiapkan untuk menuju genarasi penerus bangsa yang berdedikasi tinggi, memiliki jiwa patriotisme tinggi, dan taat dalam menjalankan perintah Tuhan-Nya. Hal tersebut sebagaimana yang tertuang dalam UU. no. 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional (Sisdiknas) dan UU. 16 tahun 2001 tentang Yayasan.
B. Sarana Pendidikan
Setiap anak lahir dengan haknya sendiri, hak tersebut melekat didalam dirinya, sehingga setiap anak memiliki hak untuk dilahirkan, hak untuk hidup sehat, dan hak untuk dilindungi. Hak tersebut perlu dilaksanakan sehingga menjadi orang yang berguna. Dengan demikian, maka Panti Asuhan Mutiara Al-Insani Kec. Sindang, Kab. Indramayu sebagai lembaga sosial yang berbentuk yayasan, untuk menyelenggarakan usaha penyantunan^anak-anak cacat dan anak-anak terlantar, dalam kewajiban sebagai wali mengacu pada kewajiban, baik menurut aturan hukum yang tertulis seperti Undang-undang atau peraturan-peraturan lainnya, tnaupun pada ketentuan-ketentuan tidak tertulis yang pada dasarnya saina yaitu menghendaki agar anak-anak cacat dan anak-anak terlantar itu dilindungi, sehingga diharapkan kesejahteraan anak-anak cacat dan anak-anak terlantar dapat terwujud dari sekian jumlah anak asuh yang berada di Panti Asuhan Mutiara Al-Insani Kec. Sindang, Kab. Indramayu, tingkat pendidikannya hanya sarapai tingkat SMP bagi anak-anak terlantar, sedangkan SLB (Sekolah Luar Biasa) bagi anak-anak cacat.
SLB (Sekolah luar Biasa) adalah lembaga pendidikan yang setingkat SD (Sekolah Dasar), seharusnya diusahakan agar anak-anak asuh itu pendidikannya dapat dilanjutkan ketingkat yang lebih tinggi, seperti anak-anak terlantar minimal sampai ketingkat SLTA, dan anak-anak cacat minimal setelah dari SLB (Sekolah Luar Biasa) dapat melanjutkan kembali pendidikannya ke tingkat SLTP.
Pada tahun 1994 anak cacat dari Panti Asuhan Mutiara Al-Insani Kec. Sindang, Kab. Indramayu hanya 2 (dua) anak yang dapat melanjutkan pendidikannya dari SLB ke tingkat SLTP, itupun karena anak asuh tersebut dibiayai oleh keluarga asuh. Mengenai sumber dana hanya diperoleh dari Pemerintah Daerah Kab. Indramayu dan sumbangan dari beberapa Warga Masyarakat, namun jumlahnya masih sedikit, sehingga belum memadai dengan kebutuhan Panti Asuhan.
Di samping itu kebanyakan dari anak-anak asuh yang telah selesai masa asuhnya, baik anak asuh yang di asuh di Panti Asuhan, maupun anak asuh yang berada di bawah asuhan keluarga, tidak disalurkan ketempat yang dapat memberi kesempatan kepada anak-anak asuh tersebut untuk berkarya, karena tidak tersedianya tempat-tempat pelatihan bagi anak-anak asuh untuk berkarya.
C. Profil Yayasan Mutiara Al-Insani Kec. Sindang Kab. Indramayu
Panti Asuhan sebagai lembaga sosial masyarakat yang berkiprah dalam perlindungan anak dan keluarga yang perlu mendapatkan perhatian, hadir sebagai lembaga yang bermaksud mulia. Kehadiran lembaga panti asuhan, diharapkan sebagai institusi pencetak generasi bangsa yang ditempuh melalui kegiatan berkelanjutan. Diharapkan mampu menciptakan generasi cendikia yang handal dan siap terjun ke masyarakat. Begitupun yayasan Mutiara Al-Insani memiliki visi dan misi yang patut dibanggakan sebagai lembaga pendidikan yang beroirentasi pada peningkatan mutu akhlah anak asuh dan pengetahuan sains yang modern berbasis religi.
Berikut ini penulis uraikan visi dan misi yayasan Mutiara Al-Insani Sindang, Kab.Indramayu sebagai berikut.
1. Visi
Mewujudkan Lembaga Sosial yang berkwalitas, sarat dalam prestasi, teladan dalam bersikap, dan bertindak serta menjadi pendidikan alternatif yang dibanggakan masyarakat.
2. Misi
Misi yayasan Mutiara Al-Insani Sindang Indramayu adalah :
a. Membina anak asuh yang berilmu amaliah dan beramal ilmiah.
b. Membentuk insan cerdas, terampil, kreatif, mandiri, cakap dan berakhlakul karimah.
c. Mengembangkat bakat seni dan keterampilan
d. Meningkatkan kualitas hidup anak asuh.
e. Menjalin hubungan yang harmonis dengan masyarakat dan instansi terkait yang peduli terhadap masalah sosial.
D. Keadaan Pengurus dan Pengasuh Panti Asuhan
1. Keadaan Pengurus Yayasan
Yayasan Mutiara Al-Insani Sindang Indramayu pada tahun 2010 memiliki 30 personil yang terdiri dari 1 orang Ketua Yayasan, 26 orang ustadz, 2 orang tata usaha, dan 1 orang penjaga panti.
2. Sarana dan Prasarana Yayasan
Yayasan Mutiara Al-Insani beralamat di Desa Penganjang no. 99, Kec. Sindang, Kab. Indramayu, dibangun diatas lahan/tanah wakaf seluas 4.687 M2 dengan luas bangunan 1.102 M2. Bangunan yang disediakan untuk kegiatan aktivitas anak asuh adalah sebagai berikut :
1. 10 kamar sehat, yang terdiri dari kamar melati sebanyak 3 kamar, kamar bougenvile sebanyak 3 kamar dan kamar Seroja sebanyak 4 kamar.
2. 1 Kantor Pembina Yayasan
3. 1 ruang ruang ketua yayasan,
4. 1 ruang tata usaha
5. 1 ruang penjaga.
6. 1 ruang gudang
7. 1 Mushalla
8. 1 unit WC pengurus
9. 4 unit WC anak asuh
10. Ruang serba guna
BAB IV
ANALISIS DAN PEMBAHASAN MASALAH
A. Peranan Yayasan Mutiara Al-Insani Dalam Memenuhi Hak-hak Hidup Anak Cacat dan Terlantar
1. Deskripsi Data Perkembangan Yayasan
Di yayasan Mutiara Al-Insani, Kec. Sindang Kabupaten Indramayu, jumlah anak asuh pada tahun 2008 berjumlah 52, yang terdiri dari 30 anak cacat (17 perempuan dan 13 laki-laki) dan 22 anak terlantar (12 laki-laki, 10 perempuan). Pada tahun 2010, jumlah anak asuh yang lulus dari SLB (setingkat SD) berjumlah 37 anak asuh, yang terdiri dari 18 anak cacat dan 20 anak terlantar. Anak asuh yang lulus dari tingkat SMP berjumlah 14 anak, yang terdiri dari 12 anak terlantar dan 2 anak cacat. Inipun terbatas pada anak asuh yang cacat kakinya (lumpuh), sehingga dibantu dengan memakai kursi roda. Bagi anak-anak cacat lainnya tidak mampu untuk melanjutkan ke SMP umum. Melainkan harus ke SMP khusus dan di Indramayu masih belum ada.
Pada tahun 2009, anak asuh berjumlah 35 anak terdiri 21 anak terlantar (13 perempuan, 8 laki-laki) dan 14 anak cacat (9 laki-laki, 5 perempuan). Jumlah anak asuh yang telah lulus dari SLB (SD) berjumlah 24 anak asuh yang terdiri dari 16 anak terlantar dan 8 anak cacat. Anak asuh yang lulus dari tingkat SMP pada tahun 2009 berjumlah 15 anak asuh, yang terdiri dari 10 anak terlantar dan 4 orang anak cacat.
Di samping itu anak asuh yang masih duduk di bangku SMA, baru kelas dua dan semuanya adalah anak-anak terlantar yang patut dilindungi oleh panti asuhan Mutiara Al-insani Kec. Sindang Kab. Indramayu.
2. Pemenuhan Hak-hak Hidup Anak Cacat dan Terlantar
Untuk menjadi anak asuh di Panti asuhan Mutiara Al-Insani, Kec. Sindang Kabupaten Indramayu dapat dilakukan dengan beberapa cara yang dapat dilaksanakan melalui :
1. Kementrian agama
2. Datang sendiri ke Panti Asuhan Mutiara Al-Insani, Kec. Sindang Kabupaten Indramayu
3. Melalui organisasi masyarakat
4. Petugas yang mencari anak asuh
5. Pelimpahan dari santunan keluarga asuh
Calon anak asuh dapat membuat surat permohonan jika ia datang sendiri, dapat pula surat permohonan dibuat oleh instansi yang memohon, seperti Dinas Sosial, Lembaga Keagamaan, dan Organisasi kemasyarakatan. Berikut ini penulis paparkan beberapa persyaratannya sebagai berikut :
a. Anak yatim atau piatu yang terlantar atau juga anak-anak cacat sekalipun ia punya orang tua.
b. Umur 0-21 tahun.
c. Surat keterangan dari pamong praja (tingkat kecamatan) yang menerangkan bahwa anak tersebut dalam keadaan tidak mampu atau terlantar.
d. Surat penyerahan dari orang tua / organisasi penerimanya.
e. Surat pernyataan tentang kesediaan orang tua untuk menerima kembali anak asuh tersebut apabila telah dinyatakan atau dianggap selesai / cukup mendapatkan pelajaran di Panti Asuhan Mutiara Al-insani, Kec. Sindang Kabupaten Indramayu.
Setelah calon anak asuh melengkapi persyaratan tersebut diatas, Panti Asuhan terlebih dahulu melakukan penelitian dan pengamatan. Hal itu dilakukan dalam upaya tertib hukum,memenuhi persyaratan formal, dan mengetahui keberadaan calon anak asuh berdasarkan kearifan lokal.Untuk menentukan diterima atau tidaknya calon anak asuh, dapat dilakukan oleh sebuah tim yang diketuai oleh pimpinan panti asuhan Mutiara Al-insani, Kec. Sindang Kab. Indramayu.
Tim dapat dibentuk untuk waktu tertentu, selamanya atau bahkan hanya insidentil saja. Untuk mendapatkan gambaran tentang kondisi orang tua atau keluarga calon anak asuh dan lingkungannya,maka petugas dari panti asuhan Panti Mutiara Al-insani, Kec. Sindang Kab.Indramayu melakukan kunjungan rumah (Home Visit). Hal itu dilakukan untuk mengetahui profil keluarganya.
Setelah melakukan tahapan-tahapan tersebut di atas, kemudian dilakukan tahap registrasi dan administrasi anak asuh yang bertujuan untuk memberikan kepastian bagi calon anak asuh untuk menjadi anak asuh pada Panti Mutiara Al-insani, Kec. Sindang Kab.Indramayu.Kegiatan registrasi mencakup, memasukkan data dasar masing-masing anak asuh dari semua informasi yang bersangkutan berdasarkan hasil wawancara.
a. Hubungan Panti Asuhan Mutiara Al-Insani dengan anak-anak cacat dan terlantar yang diasuhnya.
Anak asuh yang berada di Panti Asuhan Mutiara Al-insani Kec. Sindang Kabupaten Indramayu terdiri dari tiga golongan :
1. Anak-anak terlantar yang dititipkan oleh orangtua atau keluarganya;
2. Anak-anak cacat /anak-anak terlantar yang dititipkan oleh kantor sosial ;
3. Anak-anak cacat yang diasuh oleh Panti Asuhan Mutiara Al-Insani, Kec. Sindang Kabupaten Indramayu, tetapi tempatnya berada dirumah orang tuanya atau keluarganya.
4. Anak terlantar yang datang sendiri ke panti asuhan Mutiara Al-Insani, Kec. Sindang Kabupaten Indramayu atau hasil pencarian berdasarkan insting sosial.
Namun yang lebih banyak dari ketiga golongan tersebut diatas, adalah anak-anak cacat yang dititipkan langsung oleh orang tua atau keluarganya. Dalam hal penitipan tersebut, Panti Asuhan Mutiara Al-Insani, Kec. Sindang Kabupaten Indramayu tidak langsung menerima anak cacat dan terlantar sebagai anak asuh. Akan tetapi baik calon anak asuh maupun orang tua atau keluarganya harus melalui beberapa prosedur diantaranya adalah :
1) mengajukan permohonan dari pihak Panti Asuhan Mutiara Al-Insani, Kec. Sindang Kabupaten Indramayu.
2) mengadakan kunjungan ketempat calon anak asuh tersebut layak atau tidak menjadi anak asuh.
3) calon anak asuh yang baru masuk harus menjalani masa percobaan selama tiga bulan yaitu dengan mengajaknya ke tempat-tempat yang sifatnya menggembirakan bagi anak asuh. Setelah anak asuh ditetapkan / diterima menjadi anak asuh di Panti Asuhan, kemudian pihak Panti Asuhan Mutiara Al-Insani memberitahukan kepada orang tua atau keluarganya dengan memberikan bukti penerimaan anak asuh. Dalam hal ini dibuat suatu perjanjian tertulis antara pihak orang tua dengan pihak Panti asuhan Mutiara Al-Insani, Kec. Sindang Kabupaten Indramayu.
Dengan demikian, anak asuh tersebut secara yuridis telah menjadi keluarga Panti asuhan Mutiara Al-Insani, Kec. Sindang Kabupaten Indramayu. Oleh karena itu, hak dan kewajiban orang tua kandung anak asuh tersebut menjadi hak dan kewajiban pihak panti asuhan Mutiara Al-Insani, Kec. Sindang Kabupaten Indramayu dan anak asuh berkewajiban mentaati tata tertib yang telah ditetapkan oleh Panti Asuhan.
b. Pemenuhan Hak Mendapatkan Perlindungan Hukum dan Perkembangan Fisik dan Mental
Panti Asuhan Mutiara Al-Insani, Kec. Sindang Kabupaten Indramayu yang bertindak sebagai wali dari anak asuh tersebut, berkewajiban menggantikan kedudukan orang tua dalam meningkatkan, mengembangkan potensi anak baik fisik, mental, dan keselarasan kehidupan sosial. Akan tetapi tidak mengakibatkan putusnya hubungan antara anak dengan orang tua kandungnya. Jadi walaupun anak-anak asuh tersebut berada dalam lingkungan Panti Asuhan Mutiara Al-Insani, Kec. Sindang Kabupaten Indramayu, tetap mempunyai kedudukan yuridis terhadap orang tua atau keluarganya. Hal itu karena anak-anak terlantar dan anak-anak cacat tersebut merupakan bagian dari keluarganya.
Hak dan kewajiban Panti Asuhan Mutiara Al-Insani, Kec. Sindang Kabupaten Indramayu sebagai wali tentunya berbeda dengan hak dan kewajiban wali yang dilakukan oleh perorangan. Berdasarkan pasal 1 ayat (1) Keputusan mentri sosial RI No. 3-3-8.239 Tahun 1974 tentang peraturan Panti Asuhan, hak dan kewajibannya adalah :
1. Memperkembangakan potensi yang terdapat pada mereka yang dilayani secara berencana dan terarah sehingga mereka dapat menjelaskan fungsi sosialnya.
2. Menghindarkan terdapatnya jurang pemisah dalam pergaulan antara mereka yang dilayani dengan cara menciptakan / mengadakan modus-modus yang bersegi pendekatan pribadi / sosial yang efektif dan efisien.
3. Menciptakan hubungan yang serasi, baik antara sesama mereka yang dilayani maupun dengan para pengasuhnya sehingga tercipta suasana kekeluargaan.
4. Mengusahakan penyaluran / penempatan terhadap warga panti sosial keberbagai lapangan kerja sesuai dengan kemampuan dan keahliannya.
5. Memberikan motivasi kepada lingkungan masyarakat untuk dapat lebih meningkatkan usaha-usaha praktis kesejahteraan sosial, keluarga dan masyarakat berdasarkan kemampuan yang ada dengan penggunaan tekhnologi sosial yang disesuaikan dengan tuntunan kemajuan / pembangunan.
6. Memberikan asupan gizi dan pelayanan kebutuhan hidup bagi anak-anak cacat dan terlantar untuk kebutuhan pertumbuhan fisiknya.
7. Memberikan layanan dan bimbingan khusus kepada anak asuh dalam hal pemenuhan belajar.
c. Hubungan Panti Asuhan Mutiara Al-insani Dengan Orang Tua Kandungnya
Perjanjian tersebut diatas (antara pihak orang tua si anak dengan Panti Asuhan Mutiara Al-insani, Kec. Sindang Kabupaten Indramayu) adalah sah dan berlaku sebagai undang-undang bagi pihak orang tua dan Panti Asuhan, hal ini berdasarkan pasal 1338 ayat 1 KUH Perdata yang berbunyi :
"Semua persetujuan yang dibuat secara sah, berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya".
Dalam hal penitipan, sifatnya adalah sementara, begitupun di Panti Asuhan Mutiara Al-Insani, Kec. Sindang Kabupaten Indramayu, anak terlantar atau anak-anak cacat yang diasuh mempunyai masa asuh yaitu sampai tamat sekolah atau mendapatkan penghidupan yang layak. Setelah selesai masa asuhnya, maka anak asuh tersebut tidak lagi berada dalam tanggung jawab Panti Asuhan Mutiara Al-Insani, Kec. Sindang Kabupaten Indramayu lagi. Kecuali ada pertimbangan lain dari Panti Asuhan Mutiara Al-Insani, Kec. Sindang Kabupaten Indramayu dan mendapat persetujuan dari orang tua kandung anak asuh atau keluarganya, maka anak asuh tersebut dapat tetap berada dalam panti asuhan Mutiara Al-Insani, Kec. Sindang Kabupaten Indramayu.
Hal ini pernah terjadi pada tahun 1996 semuanya berjumlah 12 orang, dimana anak asuh yang telah habis masa asuhnya tetap berada didalam panti asuhan Mutiara Al-Insani, Kec. Sindang Kabupaten Indramayu, dikarenakan kedua orang tuanya tidak mampu untuk memelihara dan mengurus anak-anak tersebut, sehingga daripada anak-anak itu menjadi terlantar kembali, maka dengan persetujuan orang tua atau keluarga dari anak asuh, Panti Asuhan Mutiara Al-Insani, Kec. Sindang Kabupaten Indramayu tetap mengijinkan anak-anak itu tetap tinggal atau berada dalam panti asuhan.
Anak asuh yang berada dalam asuhan keluarga mempunyai hak dan kewajiban yang sama dengan anak asuh yang berada di Panti Asuhan Mutiara Al-Insani, Kec. Sindang Kabupaten Indramayu, pada saat ini terdapat 28 anak yang berada diluar panti atau dalam asuhan keluarga asuh.
Bagi anak asuh yang berada dalam keluarga asuh, maka anak tersebut tidak mempunyai ikatan dengan panti asuhan Mutiara Al-Insani, Kec. Sindang Kabupaten Indramayu dan tidak tercatat sebagai anak panti atau sudah menjadi tanggung jawab keluarga asuh secara mutlak. Dengan demikian, maka secara normatif hak perwalian diasuh oleh orang tuanya dan yayasan Mutiara Al-Insani yang bertindak sebagai wali dalam memenuhi hak-hak hidupnya, tidak lagi menjadi tanggung jawab. Baik secara hukum formal maupun unsur kebiasaan.
B. Pandangan Hukum Islam dan Peraturan Perundang-Undangan
Tentang Yayasan Mutiara Al-Insani
A. Pandangan Hukum Islam Tentang Yayasan Mutiara Al-insani
Pada perinsipnya yayasan Mutiara Al-insani membawa dampak positif yang sangat luar biasa bagi anak terlantar serta yatim piatu dalam pendidikanya, visi dan misi yayasan sangatlah mulia dimata masyarakat oleh karna itu hukum islam memandang bahwasanya Yayasan mutiara al-insani memenuhi criteria maqosid syariah yang meliputi khifdu ad-din,khifdu an-nafsi,khifdu an-nasal,khifdu al-aqli dan khifdu al-maal yang di jadikan sebagai organ yayasan mutiara al-insani.
B. Pandangan Peraturan Perundang-Undangan Tentang Yayasan
Pengaturan hukum pelayanan dan perlindungan anak menyentuh berbagai aspek antara lain pendidikan, kesehatan, kesejahteraan sosial, dan ketenagakerjaan. Pada esensinya mengandung upaya pemberian jaminan dan pemenuhan hak-hak anak untuk tumbuh secara wajar, baik rohani, jasmani, maupun kehidupan sosialnya.
Peranan Panti Asuhan Mutiara Al-Insani yang paling penting yaitu bertindak sebagai wali menggantikan kedudukan orang tua si anak dalam melaksanakan hak dan kewajibannya dalam mewujudkan kesejahteraan anak.
Menurut pasal 365 KUH Perdata :
"Dalam segala hal, bilamana hakim harus mengangkat seorang wali, maka perwalian itu boleh diperintahkan kepada suatu perhlmpunan hukun yang bertempat kedudukan di Indonesia, kepada suatu yayasan atau lembaga amal yang bertempat kedudukan disini pula, yang mana menurut anggaran dasarnya , akta pendiriannya bertujuan untuk memelihara anak-anak belum dewasa untuk waktu yang lama".
Dengan demikian, berdasarkan peraturan yang ada, maka Panti Asuhan Mutiara Al-insani yang berbentuk yayasan atau lembaga amal dalam bertindak sebagai wali terhadap kepentingan anak harus melalui penetapan pengadilan. Panti Asuhan Mutiara Al-Insani Kec. Sindang, Kab. Indramayu dalam melakukan kegiatannya sebagai wali dari anak-anak cacat atau terlantar didirikan melalui akta notaris dan sekaligus melalui penetapan pengadilan yang berbentuk yayasan.
Panti Asuhan Mutiara Al-Insani Kec. Sindang, Kab. Indramayu sebagai wali dalam memenuhi kesejahteraan anak-anak cacat dan terlantar khususnya di Kabupaten Indramayu, mempunyai peranan yang sangat penting demi terwujudnya manusia seutuhnya berdasarakan Pancasila dan UUD 1945, sehingga masa depan anak-anak terlantar dan anak-anak cacat dapat ikut serta menikmati dan terpenuhi segala hak-haknya. Allah SWT Berfirman :
“Dan dia pula yang menciptakan manusia dari air, lalu dia jadikan manusia itu (punya) keturunan mushaharah (hubungan kekeluargaan yang berasal dari perkawinan) dan adalah tuhanmu yang maha kuasa
Dalam ayat di atas dijelaskan bahwa nasab merupakan sesuatu nikamat yang berasal dari allah. Hal ini dipahami dari lafaz fa ja‟alahu nasabaa. Dan nasab juga merupakan salah satu dari lima maqasid al-syariah
Dalam pasal 11 ayat 3 menyebutkan bahwa :
"Usaha kesejahteraan anak yang dilakukan oleh pemerintah dan atau nasyarakat baik didalam maupun diluar Panti Asuhan".
Antara orang tua kandung anak asuh cacat / terlantar harus diadakan perjanjian, dimana orang tua kandung sepakat untuk menitipkan anaknya (anak cacat/terlantar) untuk di didik dan dibina, dan Panti Asuhan Mutiara Al-Insani Kec. Sindang, Kab. Indramayu menerima anak cacat/terlantar tersebut sebagai anak asuh. Maka dalam pelaksanaannya Panti Asuhan Mutiara Al-Insani Kec. Sindang, Kab. Indramayu dan orang tua kandung anak asuh harus memperhatikan tentang syarat sahnya membuat perjanjian sebagaimana disebutkan dalam pasal 1320 KUH Perdata sebagai berikut :
"Untuk sahnya perjanjian diperlukan empat (4) syarat yaitu :
1. Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya
2. Adanya kecakapan untuk membuat perjanjian
3. Suatu hal tertentu
4. Adanya suatu sebab yang halal/Causa yang halal
Dengan demikian, maka perjanjian yang dibuat secara sah menurut undang-undang sebagaimana disebutkan dalam pasal 1320 KUH Perdata, akan berlaku mengikat bagi pembuatnya sebagaimana telah disebutkan dalam pasal 1338 KUH Perdata yang berbunyi sebagai berikut :
"Semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku nengikat sebagai Undang-undang bagi mereka yang membuatnya".
Hal ini dapat dilihat dari adanya suatu perikatan yang dilahirkan dari perjanjian antara kedua belah pihak yaitu antara orang tua kandung anak asuh dengan Panti Asuhan Mutiara Al-Insani Kec. Sindang, Kab. Indramayu.
Status anak asuh di Panti Asuhan Mutiara Al-Insani Kec. Sindang, Kab. Indramayu hanya sebagai titipan saja, hal ini timbul dari suatu perikatan yang dilahirkan dari perjanjian antara kedua belah pihak yaitu orang tua kandung sianak sepakat untuk menitipkan anaknya untuk dibina dan dibimbing., begitupun Panti Asuhan Mutiara Al-Insani Kec. Sindang, Kab. Indramayu sepakat menerima anak asuh.
Dengan demikian, telah terbentuklah suatu hubungan yang mengikat kedua belah pihak yaitu antara Panti Asuhan Mutiara Al-Insani Kec. Sindang, Kab. Indramayu dengan orang tua untuk melaksanakan hak dan kewajiban terhadap anak-anak cacat / terlantar yang diasuh.
Orang tua harus merelakan hak dan kewajibannya terhadap anak kandungnya, selama menjadi anak asuh di Panti Asuhan, perjanjian diatas berlaku mengikat, sehingga kalau Panti Asuhan tersebut melalaikan kewajibannya sebagai wali dari anak-anak asuhnya, maka Panti Asuhan tersebut dapat dituntut secara perdata karena tidak memenuhi apa yang telah diperjanjikan bersama, dengan demikian anak-anak cacat / terlantar yang di asuh di Panti Asuhan tersebut akan mendapatkan perlindungan hukum baik dalam pemenuhan kebutuhan rohani maupun kebutuhan jasmani dan sosial karena belum memiliki kemampuan untuk berdiri sendiri.
Perlindungan hukum bagi kepentingan anak-anak yang dilakukan oleh Panti Asuhan Mutiara Al-Insani Kec. Sindang, Kab. Indramayu merupakan salah satu pendekatan untuk melindungi anak-anak Indonesia pada umumnya dan anak-anak cacat / terlantar yang ada di Kabupaten Indramayu pada khusunya dari perlakuan tidak wajar (kekerasan), penyalahgunaan atas dirinya (ekploitasi) dan keterlantaran sehingga akan memungkinkan seorang anak berkembang secara wajar dan nantinya diharapkan dapat bermanfaat untuk mengisi pembangunan nasional. Dengan demikian, pelindungan bagi kepentingan anak-anak cacat dan anak-anak terlantar yang ada di Panti Asuhan Mutiara Al-Insani Kec. Sindang, Kab. Indramayu perlu adanya jaminan hukum agar yang dilindungi dapat merasakan aman dalam perlindungan tersebut. Kepentingan dan hak asasinya terjamin tidak dirugikan, bahkan diusahakan untuk dikembangkan sehingga dapat mencapai pertumbuhan fisik, mental dan sosial secara maksimal.
Dalam Undang-undang Nomor 6 Tahun 1974 Tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Kesejahteraan Sosial pasal 2"ayat (1) menyatakan bahwa :
"Kesejahteraan sosial ialah suatu tata kehidupan dan penghidupan sosial material maupun spiritual yang diliputi oleh rasa keselamatan, kesusilaan dan ketentraman lahir batin yang menungkinkan bagi setiap Warga Negara untuk mengadakan usaha pemenuhan kebutuhan jasmaniah, rohaniah dan sosial yang sebaik-baiknya bagi diri, keluarga serta masyarakat dengan menjunjung tinggi hak asasi serta kewajiban manusia sesuai dengan Pancasila".
Jadi, perlindungan hukum bagi kepentingan anak, baik anak-anak cacat maupun anak-anak terlantar merupakan salah satu aspek dari usaha kesejahteraan anak, sedangkan anak merupakan salah satu bagian dari kesejahteraan sosial. Hal ini dapat dilihat dalam penjelasan dari Undang-undang Nomor 6 Tahun 1974, antara lain "Lapangan kesejahteraan sosial adalah sangat luas dan kompleks, mencakup antara lain aspek pendidikan, agama dan tenaga kerja" .
Kemudian dipertegas dalam Undang-undang Nomor 4 Tahun 1979 Tentang Kesejahteraan Anak pasal 1 ayat (la) menyatakan bahwa :
"Kesejahteraan anak adalah suatu tata kehidupan anak yang dapat menjamin pertumbuhan dan perkembangannya dengan wajar, baik secara rohani, jasmani maupun sosial".
Menurut ketentuan. tersebut (UU No. 4 Tahun 1979) pada pasal 2 ayat (3) dan ayat (4) menyatakan bahwa :
"Anak berhak atas pemeliharaan dan perlindungan baik semasa dalam kandungan maupun sesudah dilahirkan".
Pada ayat (4) berbunyi :
"Anak berhak atas perlindungan terhadap lingkungan hidup yang dapat membahayakan atau menghambat pertumbuhan dan perkembangannya dengan wajar".
Berdasarkan ketentuan-ketentuan tersebut, mengisyaratkan bahwa pemberian perlindungan hukum terhadap anak-anak cacat dan anak-anak terlantar yang di asuh menjadi tiga kualifikasi yaitu :
1. Perlindungan hukum dari segi penyantunan atau perawatan.
2. Perlindungan hukum dari segi rehabilitasi atau perabinaan, serta
3. Perlindungan hukum dari segi pendidikan atau latihan dan pengembangan bakat.
Dalam pelaksanaannya, ternyata Panti Asuhan Mutiara Al-Insani Kec. Sindang, Kab. Indramayu, sebagai keluarga pengganti dalam mencapai sasaran dan tujuan, menghadapai berbagai hambatan baik yang secara langsung ataupun tidak langsung. Anak-anak terlantar dan anak-anak cacat yang telah selesai masa asuhnya, banyak yang tidak tersalurkan baik untuk bekerja maupun untuk melanjutkan pendidikan ketingkat yang lebih tinggi, misalnya ketingkat SMP atau SMA.
Hal ini terjadi karena adanya keterbatasan pada Panti Asuhan Mutiara Al-Insani Kec. Sindang, Kab. Indramayu itu sendiri khususnya mengenai dana. Panti Asuhan Mutiara Al-Insani Kec. Sindang, Kab. Indramayu memperoleh santunan tetap dari donatur yaitu dari Pemerintah Kab. Indramayu dan sumbangan dari beberapa warga masyarakat tetapi belum mencukupi, karena jumlahnya tidak memadai dengan jumlah yang harus dikeluarkan oleh pihak Panti Asuhan Mutiara Al-Insani Kec. Sindang, Kab. Indramayu.
Mengingat kebutuhan anak-anak asuh begitu kompleks dan mahalnya harga barang-barang yang dibutuhkan oleh anak-anak asuh, mengakibatkan Panti Asuhan Mutiara Al-Insani Kec. Sindang, Kab. Indramayu tidak bisa secara maksimal mendidik anak-anak asuhnya, baik dibidang pendidikan keterampilan maupun dibidang kesenian dan olah raga. Akibat kurangnya sarana yang dipergunakan untuk melaksanakan program-program pendidikan, antara lain tidak adanya alat-alat yang dapat dipergunakan untuk latihan keterampilan membuat sablon (percetakan), tidak ada tempat yang dapat dipergunakan clalam latihan membuat anyaman rotan (keraj inan tangan), peralatan untuk belajar dan mengajar sangat terbatas, yang mengakibatkan program pendidikan bagi anak-anak asuh tidak terpenuhi sebagaimana layaknya belajar di sekolah di luar Panti Asuhan Mutiara Al-Insani Kec. Sindang, Kab. Indramayu.
Kurangnya partisipasi dari masyarakat untuk menjadi orang tua asuh yang bersedia menampung anak-anak asuh tersebut, baik untuk bekerja maupun untuk melanjutkan pendidikan ketingkat yang lebih tinggi, sehingga anak-anak asuh tersebut hanya bisa menunggu tanpa kepastian, dan masa depan anak-anak asuh itu masih memprihatinkan.
Berdasarkan Keputusan Menteri Sosial Republik Indonesia pasal 4 ayat (1) No. 3-3-8. 239 Tahun 1974 Tentang Peraturan Panti Sosial bahwa : Tugas pokok Panti Asuhan adalah :
1. Mengembangkan potensi yang terdapat pada mereka, dilayani secara berencana dan terarah sehingga mereka dapat menjalankan fungsi sosialnya.
2. Menghindarkan terdapatnya jurang pemisah dalam hubungan pergaulan antara mereka yang dilayani dengan cara menciptakan / mengadakan modus-modus yang bersegi pendekatan pribadi / sosial yang efektif dan efesien.
3. Mengusahakan penyaluran / penempatan terhadap warga panti sosial, keberbagai lapangan kerja sesuai dengan kemampuan dan keahliannya.
4. Mempersiapkan (anak-anak asuh)., agar menjadi manusia yang sadar akan tanggung jawabnya dan berdaya guna baik dalam kedudukannya sebagai anggota masyrakat maupun sebagai warga negara yang 1ayak .
5. Memberikan motivasi hidup kepada mereka supaya mereka kelak tidak kaget menghadapi kehidupan yang penuh akan teknologi.
Dilihat kewajiban-kewajiban pada Panti Asuhan di atas, terlihat bahwa perlindungan terhadap anak, bukan hanya sekedar melindungi perlindungan fisiknya saja, tetapi juga pembinaan mental yang sesuai dengan hak asasi dan kepentingan anak asuh, agar anak asuh dapat hidup layak menjadi manusia dan Warga Negara Indonesia yang baik, mempunyai hak dan tanggung jawab.
A. Pandangan Hukum Islam
Sebagaimana firman Allah SWT.,dalam surat al-Rum ayat 21:
“Dan diantara tanda-tanda kekuasaannya adalah Dia menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendri supaya kamu cendrung dan merasa tentram kepdanya, dan dijadikannya diantara kamu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikin itu terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir” surat al-Rum ayat 21
Keberadaan anak dalam keluarga merupakan sesuatu yang sangat berarti. Anak memiliki arti yang berbeda-beda bagi setiap orang. Anak merupakan penyambung keturunan, sebagai investasi masa depan, dan anak merupakan harapan untuk menjadi sandaran di kala usia lanjut. Ia dianggap sebagai modal untuk meninggkatkan peringkat hidup sehingga dapat mengontrol status social orang tua.
Anak merupakan pemegang keistimewaan orang tua, waktu orang tua masih hidup, anak sebagai penenang dan sewaktu orang tua telah meninggal, anak adalah 2
lambang penerus dan lambang keabadian. Anak mewarisi tanda-tanda kesamaan dengan orang tuanya, termasuk ciri khas, baik maupun buruk, tinggi, maupun rendah. Anak adalah belahan jiwa dan potongan daging orang tuanya.1 Begitu pentingnya eksistensi anak dalam kehidupan manusia, maka Allah SWT mensyari’atkan adanya perkawinan. Pensyari’atan perkawinan memiliki tujuan antara lain untuk berketurunan (memiliki anak) yang baik, memelihara nasab, menghindarkan diri dari penyakit dan menciptakan kaluarga yang sakinah.
Pendapat ulama tentang nasab
Menurut Wahbah al-Zuhaili nasab didefinisikan sebagai suatu sandaran yang kokoh untuk meletakkan suatu hubungan kekeluargaan berdasarkan kesatuan darah atau pertibangan bahwa yang satu adalah bagian dari yang lain. Misalnya seorang anak adalah bagian dari ayahnya, dan seorang ayah adalah bagian dari kakeknya. Dengan demikian orang-orang yang serumpun nasab adalah orang-orang yang satu pertalian darah. Sedangkan Menurut Ibn Arabi nasab didefinisikan sebaga ibarat dari hasil percampuran air antara seorang laki-laki dengan seorang wanita menurut keturunan-keturunan syar’i.
Pada tahun 1994 anak cacat dari Panti Asuhan Mutiara Al-Insani Kec. Sindang, Kab. Indramayu hanya 2 (dua) anak yang dapat melanjutkan pendidikannya dari SLB ke tingkat SLTP, itupun karena anak asuh tersebut dibiayai oleh keluarga asuh. Mengenai sumber dana hanya diperoleh dari Pemerintah Daerah Kab. Indramayu dan sumbangan dari beberapa Warga Masyarakat, namun jumlahnya masih sedikit, sehingga belum memadai dengan kebutuhan Panti Asuhan.
Di samping itu kebanyakan dari anak-anak asuh yang telah selesai masa asuhnya, baik anak asuh yang di asuh di Panti Asuhan, maupun anak asuh yang berada di bawah asuhan keluarga, tidak disalurkan ketempat yang dapat memberi kesempatan kepada anak-anak asuh tersebut untuk berkarya, karena tidak tersedianya tempat-tempat pelatihan bagi anak-anak asuh untuk berkarya.
Berdasarkan hal tersebut, maka pembinaan yang dilakukan oleh Panti Asuhan Mutiara Al-Insani Kec. Sindang, Kab. Indramayu untuk mengembangkan potensi anak asuh belum berhasil, karena proses belajar mengajar bagi anak-anak belum terprogram dengan baik. Seharusnya Panti Asuhan Mutiara Al-Insani Kec. Sindang, Kab. Indramayu dalam memberikan pembinaan dalam rangka mengembangkan potensi anak asuh harus meliputi :
1. Pemberian yang menyangkut aspek pendidikan
a. Pendidikan Informal
Pendidikan Informal dapat berlangsung di dalam Panti Asuhan maupun di luar panti. Dengan adanya pendidikan informal ini, Panti Asuhan Mutiara Al-Insani Kec. Sindang, Kab. Indramayu berusaha memberikan kasih sayang, binaan serta didikan dengan berbagai pendidikan, seperti pendidikan agama, pendidikan umum, dan pendidikan khusus yang kelak dapat menjadi bekal dirinya apabila sudah terjun di tengah-tengah masyarakat.
Dalam hal ini Panti Asuhan Mutiara Al-Insani Kec. Sindang, Kab. Indramayu dalam memberikan pendidikan informal masih sangat kurang, karena kurangnya tenaga pengajar dan tenaga pengasuh.
b. Pendidikan Formal
Dalam pendidikan fomal, setiap anak asuh (anak-anak cacat dan terlantar) harus diberi kesempatan untuk mengikuti pendidikan yaitu Sekolah Luar Biasa (SLB), SD, SLTP dan SMU. Untuk pendidikan formal, Panti Asuhan Mutiara Al-Insani Kec. Sindang, Kab. Indramayu hanya bisa memberikan pendidikan bagi anak-anak asuhnya adalah anak-anak cacat di sekolah luar biasa (setingkat SD) sedangkan bagi anak-anak terlantar hanya sampai tingkat SMP.
c. Pendidikan Non Formal
Pendididikan ini dilakukan di luar panti dan sekolah, tujuan utamanya untuk memberikan pengetahuan dan keterampilan khusus yang secara praktis akan bermanfaat bagi kehidupannya di masyarakat. Mengenai pendidikan non formal ini, Panti Asuhan belum melaksanakan.
2. Pembinaan yang menyangkut aspek fisik dan kesehatan meliputi;
a. Pembinaan terhadap menu makanan yang mengandung gizi yang cukup.
b. Memberikan pengobatan sedini mungkin kepada anak asuh yang mengalami sakit.
c. Menciptakan suasana bersih, indah di lingkungan Panti Asuhan, sehingga menimbulkan rasa segar, nyaman dan menyenangkan.
d. Melaksanakan olah raga secara rutin.
Dalam hal ini, Panti Asuhan Mutiara Al-Insani Kec. Sindang, Kab. Indramayu sedang berusaha untuk mengadakan pembinaan aspek fisik dan kesehatan sebagaimana tersebut diatas, sekalipun belum secara keseluruhan dapat dilaksanakan.
Oleh karena itu, para dermawan dan instansi-instansi baik pemerintah maupun swasta harus bersedia menjadi orang tua asuh, juga partisipasi dalam membantu anak asuh yang sudah selesai masa asuhnya, misalnya kalau di Indramayu menampung di perusahaan rotan, pabrik kerupuk, usaha mebel dan lain-lain. Sehingga masa depan anak-anak terlantar dan anak-anak cacat akan lebih terjamin tingkat kesejahteraannya. Sebagaimana telah disebutkan dalam Undang-undang Nomor 4 Tahun 1979 tentang kesejahteraan anak pasal 8 yaitu :
"Bantuan dan pelayanan yang bertujuan untuk mewujudkan kesejahteraan anak, menjadi hak setlap anak tanpa membeda-bedakan jenis kelamin, agana, pendirian politik dan kedudukan sosial".
Di samping itu pasal 11 ayat (3) menyebutkan :
"Usaha kesejahteraan anak yang dilakukan oleh pemerintah dan atau masyarakat dilaksanakan baik didalam panti maupun di luar Panti Asuhan".
Dengan melihat ketentuan diatas betapa besarnya usaha pemerintah untuk mengupayakan tingkat kesejahteraan anak agar lebih terjamin, sekalipun be1um berhasil. Di dalam deklarasi Jenewa tentang Hak Anak-anak Tahun 1924 dan telah diakui dalam deklarasi sedunia tentang Hak Asasi Manusia (HAM), serta Undang-undang yang dibuat oleh badan-badan khusus dan organisasi Internasional, yang memberi perhatian bagi kesejahteraan anak-anak, bahwa ummat manusia berkewajiban memberikan yang terbaik bagi anak-anak dalam masalah perlindungan dan kesejahteraan anak, sebagaimana disebutkan dalam asas-asasnya sebagai berikut Asas 2:
"Anak-anak mempunyai hak untuk memperoleh perlindungan khusus yang harus memperoleh kesempatan dan fasilitas yang dijamin oleh hukum dan sarana lain, sehingga secara jasmani, mental akhlak, rohani dan sosial mereka dapat berkembang dengan sehat dan wajar dalam keadaan bebas dan bermartabat".
Asas 4 :
"Anak-anak harus mendapat jaminan. Mereka harus tumbuh dan berkembang dengan sehat. Untuk maksud ini, baik sebelum maupun sesudah dilahirkan, harus ada perawatan dan perlindungan khusus bagi si anak. anak-anak berhak mendapat gizi yang cukup, perumahan, rekreasi dan pelayanan kesehatan".
Asas 5 :
"Anak-anak yang cacat tubuh dan mental atau yang berkoridisi sosial lemah akibat dari suatu keadaan tertentu harus memperoleh pendidikan, perwatan dan perlakuan khusus".
BAB V
SIMPULAN DAN SARAN
A. Simpulan
Berdasarkan uraian pada bab-bab sebelumnya dan hasil analisis pembahasan masalah tentang efektifitas peran yayasan Mutiara Al-Insani, Kec. Sindang Kab.Indramayu, berikut ini penulis uraikan beberapa simpulan sebagai berikut.
1. Panti Asuhan Mutiara Al-Insani, Kec. Sindang Kabupaten Indramayu yang bertindak sebagai wali dari anak asuh tersebut, berkewajiban menggantikan kedudukan orang tua dalam meningkatkan, mengembangkan potensi anak baik fisik, mental, dan keselarasan kehidupan sosial. Akan tetapi tidak mengakibatkan putusnya hubungan antara anak dengan orang tua kandungnya. Jadi walaupun anak-anak asuh tersebut berada dalam lingkungan Panti Asuhan Mutiara Al-Insani, Kec. Sindang Kabupaten Indramayu, tetap mempunyai kedudukan yuridis terhadap orang tua atau keluarganya. Hal itu karena anak-anak terlantar dan anak-anak cacat tersebut merupakan bagian dari keluarganya.
2. Pandangan hukum Islam dan Peraturan perundang-undangan tentang yayasan menitikberatkan pada aspek pelayanan dan perlindungan anak menyentuh berbagai komponen antara lain pendidikan, kesehatan, kesejahteraan sosial, dan ketenagakerjaan. Pada esensinya mengandung upaya pemberian jaminan dan pemenuhan hak-hak anak untuk tumbuh secara wajar, baik rohani, jasmani, maupun kehidupan sosialnya.
B. Saran
Setelah kegiatan memahami, menganalisis, mengkaji, dan menyimpulkan, maka di bawah ini penulis kemukakan saran-saran sebagai berikut.
1. Yayasan sebagai lembaga sosial hendaknya memikirkan kemandirian anak asuh demi kemajuan peradaban bangsa.
2. Yayasan hendaknya lebih mengedepankan unsur normatif dalam memenuhi hak-hak hidup anak cacat dan terlantar dalam memenuhi kebutuhan fisik dan mental dibandingkan unsur pemenuhan hak perwalian dan hak asuh.
DAFTAR PUSTAKA
A. BUKU-BUKU
Abdul Kadir Muhammad, Hukum Publik, Citra Aditya Bakti, Bandung. 1991.
_______, Hukum Privat, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 1992
_______, Hukum Tana Negara, Citra Aditya Bakti, Bandung 1998.
Az, Nasution, Hukum Suatu Pengantar Cermin Negara, Diadit Media, Jakarta 2002.
E. Saefullah, Perkembangan Hukum Islam, Majalah Padjajar, Bandung 1985.
Khuzaefah Dimyati, Teorisasi Hukum Pernikahan, Muhammadiyah University Press, Surakarta, 2004.
Mariam Darus Badrulzaman, Kompilasi Hukum Islam, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung 2001.
Muchtar Kusumaatmaja, Fungsi dan Peranan Hukum dalam Pembangunan Nasional, Bina Cipta, Bandung 1977.
_______, Pembinaan Hukum Dalam Rangka Pembangunan Nasional, Bina Cipta, Bandung, 1986.
______, Hukum Masyarakat dan Pembinaan Hukum Masyarakat, Bina Cipta Bandung, 1986.
Riduan Syahrani, Seluk Beluk dan Asas-asas Hukum Privat, Alumni, Bandung, 2000.
Ronny Hanitijo Soemitro, Medologi Penelitian Hukum dan Yurimetri, Ghalia Indonesia, Jakarta, …….
Sitorus, Pengantar Ilmu Hukum, Alumnus Press, Bandung, 1998.
Subekti, Hukum Pembuktian dan Kompilasinya, Pradya Paramitha, Jakarta, 1978.
Lutfi Efendi, S.Pd.,S.H.,M.H. Pengantar Hukum Perdata. Unidarma Press. Indramayu. 2009.
B. PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
Kitab Undang-undang Hukum Perdata
Undang-undang Nomor 13 Tahun 1980
Undang-undang No. 14 Tahun 1992
Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999
Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 1993
KECAMATAN SINDANG KAB.INDRAMAYU
DALAM MEMENUHI HAK-HAK HIDUP ANAK CACAT DAN TERLANTAR DALAM PRESPEKTIF HUKUM ISLAM
DAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
TENTANG YAYASAN
SKRIPSI
Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian dari Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana Hukum Islam
Jurusan Syariah Program Studi Muamalah
Disusun Oleh :
NASRUL NATA PRAWIRA
NIM : B.1.06.0203
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM
PANGERAN DHARMA KUSUMA SEGERAN KABUPATEN INDRAMAYU
2010
ABSTRAK
NASRUL NATA PRAWIRA. PERANAN YAYASAN MUTIARA AL-INSANI KECAMATAN SINDANG KAB.INDRAMAYU DALAM MEMENUHI HAK-HAK HIDUP ANAK CACAT DAN TERLANTAR DALAM PRESPEKTIF HUKUM ISLAM DAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN TENTANG YAYASAN.
Kehidupan masyarakat perkotaan terdapat celah kehidupan yang sangat memprihatinkan dengan munculnya kehidupan anak jalanan yang berkeliaran di persimpangan jalan dan kolong jembatan. Keramaian lalu lintas yang tidak memperhatikan keselamatan dirinya dan aktivitas keramaian perkotaan yang banyak mengundang kejahatan. Hal itu sangat membahayakan bagi keselamatan anak-anak.
Panti Asuhan Mutiara Al-Insani, Kec. Sindang Kabupaten Indramayu yang bertindak sebagai wali dari anak asuh tersebut, berkewajiban menggantikan kedudukan orang tua dalam meningkatkan, mengembangkan potensi anak baik fisik, mental, dan keselarasan kehidupan sosial. Akan tetapi tidak mengakibatkan putusnya hubungan antara anak dengan orang tua kandungnya. Jadi walaupun anak-anak asuh tersebut berada dalam lingkungan Panti Asuhan Mutiara Al-Insani, Kec. Sindang Kabupaten Indramayu, tetap mempunyai kedudukan yuridis terhadap orang tua atau keluarganya. Hal itu karena anak-anak terlantar dan anak-anak cacat tersebut merupakan bagian dari keluarganya.
kehidupan berbangsa dan bernegara dewasa ini masih menyelimuti peranan masyarakat dan pemerintah dalam menangani masalah-masalah sosial. Salah satunya adalah model penanganan yang efektif, efesien, dan sesuai dengan aturan yang berlaku. Pemerintah bersama masyarakat masih terus melakukan upaya perbaikan dalam membuat formula dan format yang sesuai dalam menangani nasib anak-anak bangsa yang ditinggalkan orang tua akibat bencana alam tsunami, tanah longsor, gempa bumi, dan masih banyak lagi jenis bencana yang lainnya serta masalah-masalah sosial yang ada.
Perlindungan hukum bagi kepentingan anak-anak yang dilakukan oleh Panti Asuhan Mutiara Al-Insani Kec. Sindang, Kab. Indramayu merupakan salah satu pendekatan untuk melindungi anak-anak Indonesia pada umumnya dan anak-anak cacat / terlantar yang ada di Kabupaten Indramayu pada khusunya dari perlakuan tidak wajar (kekerasan), penyalahgunaan atas dirinya (ekploitasi) dan keterlantaran sehingga akan memungkinkan seorang anak berkembang secara wajar dan nantinya diharapkan dapat bermanfaat untuk mengisi pembangunan nasional.
Pandangan hukum Islam dan Peraturan perundang-undangan tentang yayasan menitikberatkan pada aspek pelayanan dan perlindungan anak menyentuh berbagai komponen antara lain pendidikan, kesehatan, kesejahteraan sosial, dan ketenagakerjaan. Pada esensinya mengandung upaya pemberian jaminan dan pemenuhan hak-hak anak untuk tumbuh secara wajar, baik rohani, jasmani, maupun kehidupan sosialnya.
PENGESAHAN
PERANAN YAYASAN MUTIARA AL-INSANI
KECAMATAN SINDANG KAB.INDRAMAYU
DALAM MEMENUHI HAK-HAK HIDUP ANAK CACAT DAN TERLANTAR DALAM PRESPEKTIF HUKUM ISLAM
DAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
TENTANG YAYASAN
Telah disidangkan pada tanggal : 31-Januari-2011
Dan dinyatakan Memenuhi Syarat Untuk Memperoleh
Gelar Sarjana Hukum Islam
Indramayu, 31-Januari-2011
Dewan Penguji
Ketua Merangkap Anggota, Sekretaris Merangkap Anggota,
Dr. Bunyamin Alamsyah, S.H.,M.Hum. H. Abas Assafah AD., S.Ag., M.Si.
Penguji
Penguji I Penguji II,
Drs.M.Ilyas Susila,MBA Drs.Murtado,M.Pd
PERANAN YAYASAN MUTIARA AL-INSANI
KECAMATAN SINDANG KAB.INDRAMAYU
DALAM MEMENUHI HAK-HAK HIDUP ANAK CACAT DAN TERLANTAR DALAM PRESPEKTIF HUKUM ISLAM
DAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
TENTANG YAYASAN
Disusun Oleh :
NASRUL NATA PRAWIRA
NIM : B.1.06.0203
Disetujui Oleh Pembimbing:
Pembimbing I, Pembimbing II,
1.Drs.Masyuri, M.Pd 2.Husnan Rusnadi,S.Ag
Mengetahui :
Pembantu Ketua I, Ketua Jurusan Syariah,
H. Abas Assafah AD., S.Ag., M.Si. Drs. Ilyas, M.BA.
Ketua STAIS,
Dr. Bunyamin Alamsyah, S.H.,M.Hum.
PERNYATAAN
Bismillahirrahmanirrahim
Yang bertanda tangan dibawah ini:
Nama : NASRUL NATA PRAWIRA
NIM : B. 1. 06.0203
Program Studi/Jurusan : Syariah/Muamalah
Pada Sekolah Tinggi Agama Islam Pangeran Dharma Kusuma Segeran (STAIS Dharma Kusuma) Indramayu.
Menyatakan bahwa skripsi ini adalah sepenuhnya karya saya sendiri, tidak ada bagian di dalamnya yang merupakan plagiat dari karya orang lain.
Indramayu, 07-Januari-2011
Yang Membuat Pernyataan,
NASRUL NATA PRAWIRA
DAFTAR ISI
LEMBAR PENGESAHAN
LEMBAR PERSETUJUAN
LEMBAR PERNYATAAN
ABSTRAK
MOTTO
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Penelitian………………………………………... 1
B. Identifikasi Masalah……………………………………………… 5
C. Rumusan Masalah………………………………………………... 6
D. Tujuan Penelitian Dan Manfaat Penelitian………………………. 6
E. Manfaat Penelitian……………………………………………….. 7
F. Anggapan Dasar………………………………………………….. 8
G. Hipotesis Penelitian……………………………………………… 9
H. Kerangka Pemikiran……………………………………………... 9
I. Metode Penelitian………………………………………………... 10
J. Populasi dan Sampel…………………………………………....... 11
K. Sistematika Penulis………………………………………………. 14
BAB II PERSPEKTIF HUKUM ISLAM DAN PERATURAN
PERUNDANG UNDANGAN TENTANG YAYASAN
A. Legalitas Kabupaten Indramayu………………………….......... 16
B. Azas Perwalian Dalam Yayasan.................................................. 21
C. KedudukanYayasan Sebagai Wali Dalam Penanganan
Masalah Sosial…………………………………………………. 24
D. Peranan Yayasan Dalam Memenuhi Hak-Hak Hidup Penghuni
Yayasan………………………………………………………… 33
BAB III KONDISI OBYEKTIF YAYASAN MUTIARA AL-INSANI
A. Sosiodemografi Kabupaten Indramayu… …………………….. 36
B. Sarana Pendidikan Yayasan Mutiara Al-Insan Kecamatan
Sindang…………………………………………………………. 38
C. Profil Yayasan Mutiara Al-Insani Kecamatan sindang…............ 40
D. Keadaan Pengurus Dan Pengasuh Yayasan Mutiara Al-Insani
Kecamatan Sindang Kab Indramayu…………………………… 41
BAB IV ANALISIS PEMBAHASAN MASALAH
A. Peranan Yayasan Mutiara Al-Insani Dalam Memenuhi
Hak-Hak Hidup Anak Cacat dan Terlantar……………………… 43
B. Pandangan Hukum Islam Dan Peraturan Perundang-undangan
Tentang Yayasan………………………………………………… 51
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan……………………………………………………… 65
B. Saran…………………………………………………………….. 66
DAFTAR PUSTAKA
KATA PENGANTAR
Bismillahirrahmannirrahim.
Alhamdullilah penulis panjatkan kehadirat Allah Subhanahu Wa Ta’ala karena berkat pertolongan dan Ilmu-Nya, penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “PERANAN YAYASAN MUTIARA AL-INSANI KECAMATAN SINDANG KAB.INDRAMAYU DALAM MEMENUHI HAK-HAK HIDUP ANAK CACAT DAN TERLANTAR DALAM PRESPEKTIF HUKUM ISLAM DAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN’’
Shalawat serta salam semoga senantiasa tercurahkan kepada Nabi Besar Muhammad Salallahu alahi Wassallam atas perjuanganya kita dapat merasakan islam yang penuh tekhnologi seperti sekarang.
Skripsi ini disusun dalam rangka memenuhi salah satu syarat guna memperoleh gelar Sarjana Hukum Islam (SH.I) pada Program Studi Syariah/Muamalah di Sekolah Tinggi Agama Islam Segeran (STAIS) Pangeran Dharma Kusuma Segeran – Indramayu.
Penulis sangat menyadari bahwa dalam penyusunan skripsi ini masih banyak kekurangan dan kekhilapan serta masih jauh dari kesempurnaan, hal tersbeut disebabkan Karena keterbatasan yang ada pada penulis sendiri, namun penulis sudah berusaha semaksimal mungkin untuk mendapatkan data yang kongkrit agar skripsi ini dapat memberi manfaat, disamping itu pula tanpa ada bimbingan dan pengarahan dari Dosen Pembimbing serta bantuan dari berbagai pihak, penyusun skripsi ini tidak akan terselesaikan. Oleh Karena itu, dalam kesempatan ini penulis menyampaikan rasa terima kasih yang sebesar-besarnya kepada ;
1. Dr. H. Bunyamin Alamsyah, SH.,M.Hum. Selaku Ketua STAIS Dharma Segeran Indramayu.
2. H. Abas Assafah AD., S.Ag., M.Si selaku Pembantu ketua I STAIS Dharma Segeran Indramayu.
3. Drs. Ilyas, M.BA selaku Ketua Jurusan Syari’ah Mu’amalah, merangkap Dosen Penguji I Dan Drs.murtado,M.Pd selaku dosen Penguji II, yang telah memberikan motivasi dan spirit.
4. Drs. Masyuri,M.Pd selaku Dosen Pembimbing I dan Husnan Rusnadi,S.Ag selaku Dosen pembimbing II yang telah memberikan bimbingan dan semangat hidup.
5. Dosen Pengajar STAIS Dharma Kusuma Segeran – Indramayu
6. Bapak Asep Hidayat selaku ketua yayasan yang telah memberikan izin tempat untuk mengadakan study penelitian.
7. Keluarga tercinta yang senantiasa mendoakan dalam menyelesaikan skripsi ini.
Penulis sangat mengharapkan kritik dan saran konstruksi sebagai bahan perbaikan dan untuk kesempurnaan dalam penyusunan. Akhirnya, semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat untuk dunia pendidikan.
Indramayu, Januari 2011
NASRUL NATA PRAWIRA
STAIS DHARMA SEGERAN – INDRAMAYU
PERNYATAAN PENULIS
JUDUL : PERANAN YAYASAN MUTIARA AL-INSANI KECAMATAN SINDANG KAB.INDRAMAYU DALAM MEMENUHI HAK-HAK HIDUP ANAK CACAT DAN TERLANTAR DALAM PRESPEKTIF HUKUM ISLAM DAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN TENTANG YAYASAN.
NAMA : NASRUL NATA PRAWIRA
NIM : B.1.06.0203
“Saya menyatakan dengan bertanggungjawab dengan sebenarnya bahwa Skripsi ini adalah hasil karya saya sendiri kecuali cuplikan dan ringkasan yang masing-masing telah saya jelaskan sumbernya. Jika pada waktu selanjutnya ada pihak lain yang mengklaim bahwa skripsi ini sebagai karyanya, yang disertai dengan bukti-bukti yang cukup, maka saya bersedia untuk dibatalkan gelar Sarjana Hukum Islam (SH. I) saya beserta hak dan kewajiban yang melekat pada gelar tersebut”.
Indramayu, 2010
Yang Membuat Pernyataan,
NASRUL NATA PRAWIRA
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Penelitian
Yayasan sebagai lembaga sosial yang bergerak dalam menangani problematika sosial memiliki peranan yang cukup besar. Eksistensi yayasan dikenal bangsa Indonesia sejak zaman kolonial Belanda. Pada zaman kolonial Belanda, yayasan bernama zervachrechter. Keberadaan yayasan dizaman Pemerintahan Hindia Belanda memiliki peran yang signifikan. Perlindungan segenap warga yang terlantar dan cacat ditampung dan dipenuhi hak-hak hidupnya berdasarkan peraturan perundang-undangan Hindia belanda. Oleh sebab itu, keberadaan yayasan di zaman kemerdekaan menempati urutan pertama, sebagai lembaga sosial yang bergerak dalam perlindungan kewarganegaraan.
Gejolak kehidupan berbangsa dan bernegara dewasa ini masih menyelimuti peranan masyarakat dan pemerintah dalam menangani masalah-masalah sosial. Salah satunya adalah model penanganan yang efektif, efesien, dan sesuai dengan aturan yang berlaku. Pemerintah bersama masyarakat masih terus melakukan upaya perbaikan dalam membuat formula dan format yang sesuai dalam menangani nasib anak-anak bangsa yang ditinggalkan orang tua akibat bencana alam tsunami, tanah longsor, gempa bumi, dan masih banyak lagi jenis bencana yang lainnya serta masalah-masalah sosial yang ada.
Oleh karenanya, untuk menjawab dampak dari gejala sosial tersebut, pemerintah membuat peraturan perundang-undangan tentang yayasan. Keberadaan peraturan perundang-undangan tersebut bertujuan untuk memberikan perlindungan hukum bagi penyelenggara dan pengelola yayasan. Namun beberapa masalah muncul seperti, apakah Undang-undang tersebut efektif untuk dijadikan payung hukum dalam menjalankan kegiatan-kegiatan sosial yang berdampak sistemik pada pengelolaan hak asuh? Bagaimanakah pandangan hukum Islam dalam menangani problematika sosial yang berkembang di masyarakat? Apakah eksistensi peraturan perundang-undangan tentang yayasan cukup representatife untuk dijadikan alat ukur penanganan masalah-masalah sosial?
Begitu banyak muncul pendapat dan pertanyaan seputar kegiatan sosial yang dikelola oleh sebuah yayasan. Tidak jarang sebagian kelompok atau organisasi tertentu bergelimang harta benda dengan menjual nama yayasan. Begitupun sebaliknya, tidak jarang pula sebagian kelompok atau organisasi tertentu menghidupi yayasannya untuk kegiatan pengabdian amaliah ummat. Mereka rela berkorban apapun demi kemakmuran dan kesejahteraan bersama. Pengabdian merekapun di pandang sebelah mata oleh banyak kalangan. Problematika sosial seperti itulah yang ingin penulis ketengahkan dalam penyusunan karya ilmiah dalam bentuk skripsi. Penulis banyak sekali melihat sebuah ketimpangan antara pola kehidupan di kota dan pola kehidupan di desa. Keduanya terlihat sangat kontras. Sangat timpang dan tentu akan berakibat pada kecemburuan sosial yang berujung pada tindakan anarkisme, kerusuhan bermotif SARA, dan melakukan tindakan serta perbuatan melawan hukum.
Sebagai bahan pembanding, dalam kehidupan masyarakat perkotaan terdapat celah kehidupan yang sangat memprihatinkan dengan munculnya kehidupan anak jalanan yang berkeliaran di persimpangan jalan dan kolong jembatan. Keramaian lalu lintas yang tidak memperhatikan keselamatan dirinya dan aktivitas keramaian perkotaan yang banyak mengundang kejahatan. Hal itu sangat membahayakan bagi keselamatan anak-anak. Bentuk-bentuk kriminalisasi tersebut jika dikaitkan dengan substansi Peraturan Perundang-Undangan tentang Perlindungan dan Kesejahteraan Anak dalam Pasal 37. pasal 39 ayat 4, Pasal 43 ayat 2 Undang-undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2001 tentang Perlindungan Anak, maka sangat bertentangan sekali dengan nilai-nilai filosofisnya. Adanya perbedaan yang sangat menonjol dalam pembangunan fisik jasmaniah dan ruhaniyah anak, akan berakibat rusaknya fundamental dalam tatanan kehidupan masyarakat.
Peranan lembaga sosial seperti yayasan dan lembaga-lembaga kemasyarakatan lainnya, perlu meningkatkan diri guna mengangkat citra bangsa di dunia Internasional. Kebangkitan suatu bangsa ditandai dengan pedulinya masyarakat terhadap kehidupan anak jalanan, anak-anak dhuafa, dan anak-anak yatim piatu yang kian hari makin bertambah. Sangatlah wajar jika seseorang memiliki keinginan yang sangat luar biasa untuk bisa memiliki anak sebagai pewaris keluarganya. Keinginan tersebut sangatlah wajar dan manusiawi. Bahkan sebagian di antara para nabi yang merupakan utusan Allah juga sangat mendambakan kehadiran anak dalam kehidupannya.
Nasab dalam doktrinal Islam merupakan sesuatu yang penting, hal ini dapat dilihat dalam sejarah Islam, ketika Nabi Muhammad SAW mengangkat seorang 4 anak
yang bernama Zaid bin Haritsah. Kemudian oleh orang-orang dinasabkan kepada Nabi, mendapatkan keteguran dari Allah SWT. Allah SWT berfirman :
“Allah sekali-sekali tidak menjadikan bagi seseorang dua buah hatidalam rongganya; dan dia tidak menjadikan isteri-isterimu yang kamu dzibar itu sebagai ibumu, dan dia tidak menjadikan anak-anak angkatmu sebagai anak-anak kandungmua (sendiri). Yang demikian itu hanyalah perkataanmu dimulut saja. Dan Allah mengatakan yang sebenarnya. Dan dia menunjukkan jalan (yang benar)al-ahzab;4
Dalam ayat di atas dijelaskan bahwa anak angkat tidak dapat menjadi anak kandung, ini dipahami dari lafaz wa maja‟ala ad‟iya-akum abna-akum.
Dan kemudiandijelaskan bahwa anak angkat tetap dinasabkan kepada ayah kandungnya, bukan kepada bapak angkatnya. Ini dipahami dari lafaz ud‟u-hum li abaihim5 Dalam sebuah hadist Nabi Muhammad SAW bersabda: “barang siapa menisbahkan dirinya kepada selain ayah kandungnya padahal ia mengetahui bahwa itu bukanlah ayah kandungnya, maka diharamkan baginya surga” Dalam hadist di atas dijelaskan bahwa, seseorang tidak boleh menasabkan dirinya kepada selain ayah kandunganya, apabila ia tahu siapa ayahnya. Hal ini dipahami dari lafaz fal jannatu „alaihi haramum. Orang tidak boleh masuk surga adalah orang yang berdosa. Jadi apabila seseorang menasabkan dirinya kepada selain ayah kandungnya, sedangkan dia tahu bahwa itu bukan ayahnya maka dia termasuk orang yang berdosa.
Berdasarkan latar belakang yang telah penulis kemukakan di atas, keberadaan dan peran yayasan sebagai lembaga sosial diharapkan mampu mengantisipasi dalam memerangi kemelut dan kerawanan masalah-masalah sosial.
Yayasan Mutiara Al-Insani menjalankan kegiatan sosial dengan legalitas formal berupa peraturan perundang-undangan yang berlaku. Hal itu menunjukkan keberadaan yayasan menjadi mitra pemerintah dalam menangani problematika sosial.
Berdasarkan paparan deskripsi singkat di atas, penulis merasa tertarik untuk melakukan kajian, penelitian, dan telaah tentang implikasi hukum keberadaan yayasan Mutiara Al-Insani Kec. Sindang Kab. Indramayu dalam prespektif hukum Islam yang penulis beri judul PERANAN YAYASAN MUTIARA AL-INSANI KECAMATAN SINDANG KAB.INDRAMAYU DALAM MEMENUHI HAK-HAK HIDUP ANAK CACAT DAN TERLANTAR DALAM PRESPEKTIF HUKUM ISLAM DAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN TENTANG YAYASAN.
B. Identifikasi Masalah
Berkaitan dengan paparan deskripsi di atas, penulis lebih menitikberatkan pada aspek kajian problematika sosial tentang hukum privat. Penulis ingin mengetahui keberadaan yayasan mutiara al-insani dalam prespektif hukum Islam dan peraturan perundang-undangan tentang yayasan. Penulis mencoba untuk mengkaji berdasarkan landasan teoretik dan empirik. Adapun yang menjadi fokus studi dalam penyusunan skripsi dapat penulis paparkan sebagai berikut.
1. Problematika sosial Kabupaten Indramayu.
2. Hukum islam dan Peraturan Perundang-undangan yang terkait dengan yayasan,panti asuhan dan perananya.
3. Kedudukan dan peranan yayasan Mutiara Al-insani tentang pengelolaanya.
C. Rumusan Masalah
Sesuai dengan judul penulisan skripsi yang menekankan pada aspek peranan yayasan Mutiara Al-insani dalam mengelola hak-hak anak terlantar. Khususnya mengenai penanganan problematika sosial seperti anak terlantar, anak cacat, dan perwalian, serta perlindungan hukum bagi para pengurusnya,maka penulis mengajukan beberapa pokok rumusan masalah sebagai berikut.
1. Sejauhmana peranan yayasan Mutiara Al-Insani kecamatan sindang dalam memenuhi hak-hak hidup anak-anak cacat dan terlantar?
2. Bagaimanakah pandangan hukum islam dan peraturan perundang-undangan terhadap peranan yayasan Mutiara Al-insani.
D. Tujuan Penelitian
Setiap kegiatan yang akan, sedang, dan sudah dilakukan, pasti memiliki tujuan yang hendak dicapai dan diharapkan dari sebuah kegiatan yang dikerjakannya.yang mana dengan tujuan penelitian tersebut penulis dapat menghasilkan data yang kongkrit dan akurat dengan kegiatan penulisan skripsi ini. Adapun tujuan dari penelitian ini penulis paparkan sebagai berikut.
1. Untuk mengetahui peranan yayasan Mutiara Al-Insani dalam melindungi anak-anak cacat dan terlantar.
2. Untuk mengetahui upaya pemberian jaminan dan pemenuhan hak-hak anak untuk tumbuh secara wajar,baik rohani ,jasmani,maupun kehidupan sosialnya
E. Manfaat Penelitian
Sebagaimana tertuang dalam tujuan penelitian, mudah-mudahan penelitian ini dapat memberikan manfaat dan kontribusi yang baik dan terukur. Adapun Manfaat/kegunaan secara teoretik maupun manfaat secara empirik dapat dirasakan oleh pemangku kepentingan (steak holder) Kab.Indramayu dalam menangani masalah soaial. Adapun nilai manfaatnya, dapat penulis paparkan sebagai berikut.
1. Kontribusi Teori
Diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran dan memperkaya khazanah ilmu pengetahuan di bidang ilmu hukum khususnya peraturan perundang-undangan tentang yayasan. Terutama yang berhubungan dengan penanganan masalah-masalah sosial yang ada di Kec.Sindang.
2. Kontribusi Praktis
Hasil penelitian ini dimaksudkan untuk memberikan kontribusi positif yang bersifat praktis kepada para pengambil kebijakan di lingkungan Pemerintah Daerah Kab.Indramayu khususnya Dinas Sosial, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD), dan Kantor Kementrian Agama Kabupaten Indramayu dalam menangani dan memecahkan masalah-maslah sosial yang ditangani oleh Yayasan Mutiara Al-Insani Kec.Sindang. Secara praktis, diharapkan hasil penelitian ini dapat bermanfaat dalam hal sebagai berikut.
a. Akurasi data masalah-masalah sosial selalu up-to date di lingkungan Dinas sosial.
b. Petugas lapangan yang membina para pelaku masalah sosial bukan hanya bersifat retorika, namun sungguh-sungguh mengarahkannya dengan baik dan sesuai dengan kearifan lokal.
c. Memberikan sumbangan pemikiran bagi pengembangan ilmu syariah, khususnya perundang-undangan yayasan.
F. Anggapan Dasar
Anggapan dasar dalam penelitian ilmiah sering juga disebut dengan paradigma. Dalam Penelitian ilmiah membutuhkan dogma-dogma yang tertuang dalam validitas anggapan. Keberadaan paradigma dalam penelitian ilmiah dianggap sebagai penguat dalam menyusun grand desigen dan kontruksi berfikir. Hal itu dapat menciptakan roh karya ilmiah lebih sempurna. (Endang, 2007 : 20).
Anggapan dasar dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Faktor ekonomi, pendidikan, dan kultur menjadi pendukung utama penyebab terjadinya masalah-masalah sosial di Kec.Sindang.
2. Yayasan sebagai lembaga berbadan hukum memiliki hak dan kewenangan untuk menyikapi dan menangani masalah-masalah soaial yang terjadi pada lingkungannya.
3. Pandangan hukum Islam memandang bahwa Yayasan sebagai lembaga sosial memiliki peranan penting untuk membentuk akhlah anak bangsa dan berhak untuk memberikan pelayanan prima bagi kepentingan hak-hak hidup penghuni yayasan.
G. Hipotesis Penelitian
Hipotesis merupakan suatu titik tolak pemikiran yang kebenarannya perlu dibuktikan. Sebagai gambaran tentang Hipotesis, penulis mencoba mengemukakan pendapat Winarno Surakhmad sebagai berikut.
Hipotesis merupakan postulat dari sebuah titik tolak yang kebenarannya diterima oleh penyelidik. Hal ini berarti bahwa setiap penyelidik dapat merumuskan hipotesis yang berbeda. Seseorang mungkin juga ragu atas hipotesis orang lain, namun orang lain juga dapat menerima hipotesis itu sebagai sebuah kebenaran. Dari sifat hipotesis itulah selanjutnya diartikan bahwa penyelidik dapat merumuskan satu atau lebih hipotesis yang dianggap sesuai oleh penyelidik.(Surakhmad, 1978 : 87).
Berdasarkan anggapan dasar yang sudah dikemukakan di atas, maka hipotesis penelitian ini adalah patut diduga bahwa (1) yayasan Mutiara Al-Insani dapat memenuhi hak-hak hidup anak cacat dan terlantar. (2) peraturan perundang-undangan tentang yayasan memiliki perlindungan hukum yang positif dan legal formal untuk dijadikan payung hukum pengelolaan yayasan. (3) Hukum Islam memandang bahwa yayasan berperan penting untuk membentuk karakter anak bangsa yang mengalami problematika sosial.
H. Kerangka Pemikiran
Pemerintah bersama masyarakat masih terus melakukan upaya perbaikan dalam membuat formula dan format yang sesuai dalam menangani nasib anak-anak bangsa yang ditinggalkan orang tua akibat bencana alam tsunami, tanah longsor, gempa bumi, dan masih banyak lagi jenis bencana yang lainnya serta masalah-masalah sosial yang ada. Oleh karenanya, untuk menjawab dampak dari gejala sosial tersebut, pemerintah membuat peraturan perundang-undangan tentang yayasan. Keberadaan UU. tersebut apakah efektif untuk dijadikan sebagai payung hukum dalam menjalankan kegiatan-kegiatan sosial yang berdampak sistemik. Bagaimanakah pandangan hukum Islam dalam menangani problematika sosial yang berkembang di masyarakat? Apakah eksistensi peraturan perundang-undangan tentang yayasan cukup representatife untuk dijadikan alat ukur penanganan masalah-masalah sosial? Begitu banyak muncul pendapat dan pertanyaan seputar kegiatan sosial yang dikelola oleh sebuah yayasan. Tidak jarang sebagian kelompok atau organisasi tertentu bergelimang harta benda dengan menjual nama yayasan. Tidak jarang pula sebagian kelompok atau organisasi tertentu menghidupi yayasannya untuk kegiatan pengabdian amaliah ummat semata.
I. Metode Penelitian
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah Metode Deskriptif Analisis dengan pendekatan yuridis normatif, yakni metode yang menggambarkan seluruh fakta-fakta yuridis secara aktual dengan mempelajari peraturan perundang-undangan, keputusan-keputusan, traktat-traktat, doktrin serta dengan melihat fakta-fakta di lapangan berupa opini-opini dan hasil-hasil dari penyelenggaraan kegiatan sosial yang dilakukan oleh Yayasan Mutiara Al-Insani Kab. Indramayu beserta instrumen-instrumen pendukungnya.
Konsekuensi dari metode yang digunakan, maka langkah-langkah (teknik) yang digunakan penulis untuk memperoleh data dengan jalan :
1. Studi Kepustakaan, yaitu mempelajari berbagai bahan hukum yang terdiri dari :
a. Bahan hukum primer yakni bahan hukum yang terdiri dari peraturan perundang-undangan yang tertulis.
b. Bahan hukum sekunder adalah bahan hukum berupa doktrin-¬doktrin dan dogmatis.
c. Bahan hukum tertier adalah pandangan dari para ahli hukum yang terdapat di majalah-majalah, buku-buku hukum, surat kabar, jurnal, dan lain-lain.
2. Studi lapangan, yakni memperoleh data-data di lapangan dengan jalan:
a. Wawancara yakni melakukan wawancara kepada nara sumber yang berkaitan dengan pelaksanaan kegiatan sosial yang dilakukan oleh yayasan Mutiara Al-Insani dalam menyelenggarakan kegiatan-kegiatan sosial.
b. Survey dilakukan pada yayasan Mutiara Al-Insani Kab. Indramayu.
Hasil dari pengumpulan data tersebut, penulis akan menganalisisnya, dengan menggunakan Teknik Analisis Yuridis Kualitatif. Metode ini penulis gunakan untuk melihat sumber-sumber hukum sebagai acuan analisis bagi pelaksanaan kegiatan sosial yang dilakukan oleh yayasan Mutiara Al-Insani dalam menyelenggarakan kegiatan-kegiatan sosial.
J. Polulasi dan Sampel
1. Populasi
Populasi adalah totalitas dari semua nilai yang mungkin baik dan mungkin juga tidak baik. Totalitas yang dimaksud adalah hasil menghitung atau hasil mengukur dari obyek yang ada. Penggunaan populasi untuk mengetahui kuantitatif maupun kualitatif serta karakteristik tertentu menegenai sekumpulan objek yang lengkap dan jelas. Sekumpulan obyek tersebut ingin dipelajari sifat-sifatnya guna keperluan penelitian. (Sudjana, 1987 : 32)
Sementara menurut Prof. Dr. Rojai Wijaya, dalam bukunya yang berjudul Karangan Ilmiah Populer mengemukakan pendapatnya tentang istilah populasi. “Populasi adalah obyek secara keseluruhan yang ada kaitannya dengan penelitian kualitatif dan kuantitatif.” (Rojai, 2006: 18).
Dalam penelitian ini, populasinya adalah 74 anak asuh dalam bimbingan dan perawatan yayasan Mutiara Al-Insani Kec.Sindang Kab.Indramayu. Berikut ini penulis paparkan tabel populasi penelitian sebagai berikut :
Populasi Penelitian
No. Usia Anak Jumlah Jenis Pembinaan
Terlantar Yatim/Piatu
1 6 thn ke atas 59 anak 39 anak 20 anak
2 15 thn ke atas 15 anak 10 anak 5 anak
JUMLAH 74 anak 49 anak 25 anak
2. Total sampling
Ada yang mengemukakan konsep dasar pengambilan sampel dengan menegaskan bahwa pengambilan total sampling jauh lebih baik daripada pengambilan sampel sebagian anggota populasi asalkan situasi dan kondisi sangat memungkinkan dalam pengambilan sampel.
Konsep tersebut tentu menjadi kacau apabila sample di tafsirkan cuplikan,jadi sampling indonesianya mencuplik.arti mencuplik adalah mengambil sebagian dari keseluruhan. jadi jika keseluruhan itu di ambil maka tidak ada cuplikanya.
ada beberapa cara pengambilan sampel yang dapat dilakukan oleh peneliti. Berikut ini penulis paparkan beberapa cara pengambilan sampel sebagai berikut.
1. Sampling Random/Campuran
2. Sampling berstrata/bertingkat
3. Sampling Sistemis
4. Snowball sampling
5. Sampel bertujuan atau purposive sampling
Dalam penelitian ini, penulis menggunakan teknik total sampel . Pengambilan sampel berdasarkan atas adanya tujuan tertentu sehingga memenuhi keinginan dan kepentingan peneliti. Teknik ini penulis gunakan karena beberapa pertimbangan sebagai berikut.
1. Jumlah populasi sedikit sehingga mudah di jangkau.
2. Tidak ada kehawatiran terlewatkan.
3. Tidak ada tingkatan dalam populasi.
4. Ingin lebih cermat, obyektif, dan tuntas dalam pengolahan data.
K. Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan dari suatu karya ilmiah mempunyai peranan penting karena dapat memudahkan pembaca dalam mengambil gambaran secara garis besar. Metode penulisan yang baik dan mengarah pada bentuk karangan kualitatif hendaknya mengacu pada fokus kajian yang lebih menukik dan mencengkeram. Hal itu dimaksudkan agar bentuk karangan ilmiah yang disusun dapat terorganisir dengan baik dan mudah dicerna dalam pengambilan hipotesis.
Sistematika penulisan dalam penyusunan skripsi ini penulis selipkan baik mengenai susunan, struktur, metode, dan isi dari karangan ilmiah sebenarnya. Penulis membagi skripsi ini dalam lima bab yakni :
Bab I PENDAHULUAN : Memberikan gambaran umum yang berisikan latar belakang penulisan mengenai peranan Yayasan Mutiara Al-Insani dalam menangani masalah-masalah sosial, identifikasi masalah, tujuan penelitian, kegunaan penelitian, kerangka pemikiran, metode penelitian, dan sistematika penulisan.
Bab II PANDANGAN ISLAM DAN PERAURAN PERUNDANG-UNDANGAN TENTANG YAYASAN : Memuat tentang pengertian dan ruang lingkup aza-azaz kegiatan sosial yang diatur dalam hukum positif Indonesia dan pandangan hukum Islam.
Bab III KONDISI OBYEKTIF YAYASAN MUTIARA AL-INSANI: Menguraikan tentang persoalan yang terjadi pada Yayasan Mutiara Al-Insani dalam menangani masalah-masalah sosial.
Bab IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN : Pada bab ini, penulis menguraikan, menjelaskan, dan menelaah hasil analisis dalam bentuk pembahasan hasil penelitian
Bab V SIMPULAN DAN SARAN : Sebagai pembahasan akhir, penulis akan simpulkan dari beberapa bab sebelumnya dalam bentuk uraian simpulan. Selanjutnya, penulis memberikan saran kepada pihak-pihak terkait guna menciptakan efektifitas, efesiensi, dan rekomendasi kepada pihak-pihak terkait.
BAB II
PERSPEKTIF HUKUM ISLAM DAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN TENTANG YAYASAN
A. Perspektif Hukum Islam Tentang Yayasan
Yayasan adalah sebuah wadah sosial yang bertujuan memberantas kebodohan bagi para anak didik terutama yang berada pada garis “broken home” atau yatim piatu maupun anak cacat/terlantar yang posisi mereka sangat menghawatirkkan ,oleh karna itu islam mengcover dengan dalil-dalilnya .
B. Legalitas Yayasan Dalam Konsep Hukum
Yayasan sebagai badan hukum telah diterima dalam suatu yurisprudensi tahun 1882. Hoge Raad yang merupakan badan peradilan tertinggi di negeri Belanda berpendirian bahwa Yayasan sebagai badan hukum adalah sah menurut hukum dan karenanya dapat didirikan. Pendapat Hoge Raad ini diikuti oleh Hooggerechtshof di Hindia Belanda (sekarang Indonesia) dalam putusannya dari tahun 1884. Pendirian Hoge Raad tersebut dikuti oleh Hooggerechtshof di Hindia Belanda (sekarang Indonesia) dalam putusannya dari tahun 1884. Pendirian Hoge Raad di negeri Belanda tersebut dikukuhkan dengan diundangkannya Wet op Stichting Stb.Nomor 327 Tahun 1956, dimana pada Tahun 1976 Undang-undang tersebut diinkorporasikan ke dalam bukum kedua Burgerlijk Wetboek yang mengatur perihal badan hukum (buku kedua titel kelima Pasal 285 sampai dengan 305 BW Belanda).
Jika Yayasan dapat dikatakan sebagai badan hukum, berarti Yayasan adalah subyek hukum. Yayasan sebagai subyek hukum karena memenuhi hal-hal sebagai berikut :
1. Yayasan adalah perkumpulan orang
2. Yayasan dapat melakukan perbuatan hukum dalam hubungan-hubungan hukum
3. Yayasan mempunyai kekayaan sendiri
4. Yayasan mempunyai pengurus
5. Yayasan mempunyai maksud dan tujuan
6. Yayasan mempunyai kedudukan hukum
7. Yayasan mempunyai hak dan kewajiban
8. Yayasan dapat digugat dan menggugat di muka pengadilan
Meskipun belum ada Undang-undang yang secara tegas menyatakan Yayasan sebagai badan hukum namun beberapa pakar hukum Indonesia, diantaranya Setiawan, SH, Prof. Soebekti dan Prof Wijono Prodjodikoro berpendapat bahwa Yayasan merupakan badan hukum.
Setiawan, SH mantan Hakim agung Mahkamah agung RI dalam tulisannya yang berjudul : Tiga Aspek Hukum Yayasan” pada Majalah Varia Peradilan Tahun V No.55 April 1990 bependapat bahwa Yayasan adalah badan hukum.
Dalam kesempatan lain Setiawan dalam tulisannya yang berjudul “Status hukum Yayasan dalam kaitannya dengan Penataan Badan-badan Usaha di Indonesia; Makalah Seminar Yayasan; Status hukum dan sifat Usahanya: Fakultas Hukum UI,1989) menyatakan pula bahwa, walaupun tidak ada peraturan tertulis mengenai Yayasan, praktek hukum dan kebiasaan membuktikan bahwa di Indonesia itu : a. Dapat didirikan suatu Yayasan, b. Yayasan berkedudukan sebagai badan hukum.
Prof. Soebekti dalam Kamus Hukum terbitan Pradnya Paramita, menyatakan bahwa,”Yayasan adalah suatu badan hukum dibawah pimpinan suatu badan pengurus dengan tujuan sosial dan tujuan tertentu yang legal.”
Prof. Wirjono Prodjodikoro dalam bukunya yang berjudul “Hukum Perdata tentang Persetujuan-persetujuan tertentu” berpendapat bahwa Yayasan adalah badan hukum. Dasarnya adalah suatu Yayasan mempunyai harta benda/kekayaan, yang dengan kemauan pemilik ditetapkan guna mencapai tujuan tertentu.
Meskipun belum diatur dalam suatu Undang-undang, tetapi dalam pergaulan hidup Yayasan diakui keberadaannya, sebagai badan hukum yang dapat turut serta dalam pergaulan hidup di masyarakat artinya dapat melakukan jual beli, sewa menyewa dan lain-lain. Dari uraian diatas dapatlah disimpulkan bahwa status hukum Yayasan sebelum adanya Undang-Undang Yayasan, diakui sebagai badan hukum yang menyandang hak dan kewajibannya sendiri, yang dapat digugat dan menggugat di muka pengadilan, serta memiliki status yang dipersamakan dengan orang perorangan sebagai subyek hukum dan keberadaannya ditentukan oleh hukum.
Sebagai badan hukum, Yayasan cakap melakukan perbuatan hukum sepanjang perbuatan hukum itu tercakup dalam maksud dan tujuan Yayasan yang dituangkan dalam Anggaran Dasar Yayasan. Dalam hal Yayasan melakukan perbuatan hukum , yang diluar batas kecakapannya (ultra vires), maka perbuatan hukum tersebut adalah batal demi hukum. Dengan berlakunya Undang-undang Yayasan Nomor 16 Tahun 2001 Jo Nomor 28 tahun 2004, Pasal 1 ayat (1) dengan tegas menyebutkan bahwa, ” Yayasan adalah badan hukum yang terdiri atas kekayaan yang dipisahkan dan diperuntukkan untuk mencapai tujuan tertentu di bidang sosial, keagamaan dan kemanusiaan, yang tidak mempunyai anggota.” Walaupun Undang-undang ini tidak secara tegas menyatakan Yayasan adalah badan hukum non profit/nirlaba, namun tujuannya yang bersifat sosial, keagamaan dan kemanusiaan itulah yang menjadikan Yayasan sebagai suatu badan hukum non profit/nirlaba.
Mengingat pendirian Yayasan mempunyai syarat formil, maka status badan hukum Yayasan baru dapat diperoleh pada saat akte pendiriannya disahkan oleh Menteri Kehakiman sebagaimana yang disebutkan dalam Pasal 11 ayat (1). Pengakuan keberadaan Yayasan dalam sebuah Undang-undang Yayasan adalah dilatarbelakangi adanya kekosongan hukum dan mengembalikan fungsi Yayasan.
Bagi Yayasan yang telah ada sebelum adanya Undang-undang Yayasan, berlaku Pasal 71 Undang-undang Nomor 28 Tahun 2004 yang merupakan ketentuan peralihan, menyatakan bahwa : Pada saat Undang-undang ini mulai berlaku, Yayasan yang telah didaftarkan di Pengadilan Negeri dan diumukan dalam Tambahan Berita Negara RI atau yang telah di daftarkan di Pengadilan Negeri dan mempunyai ijin melakukan kegiatan dari instansi terkait, tetap diakui sebagai badan hukum dalam jangka waktu paling lambat 3 (tga) tahun terhitung sejak tanggal Undang-undang ini mulai berlaku. Yayasan tersebut wajib menyesuaikan Anggaran Dasarnya dengan ketentuan Undang-undang ini. Yayasan yang telah menyesuaikan Anggaran Dasarnya wajib memberitahukan kepada Menteri Kehakiman paling lambat 1 (satu) tahun setelah pelaksanaan penyesuaian.
Yayasan yang telah didirikan dan tidak memenuhi ketentuan sebagaimana diatas dapat memperoleh status badan hukum dengan cara menyesuaikan Anggaran Dasarnya dengan ketentuan Undang-undang ini, dengan mengajukan permohonan kepada Menteri dalam jangka waktu paling lambat 1 (satu) tahun terhitung sejak tanggal Undang-undang ini mulai berlaku.
Yayasan yang tidak menyesuaikan Anggaran Dasarnya dalam jangka waktu yang ditentukan, tidak dapat menggunakan kata “Yayasan” di depan namanya dan dapat dibubarkan berdasarkan Putusan Pengadilan atas permohonan Kejaksaan atau pihak yang berkepentingan.
B. Azas Perwalian dalam Yayasan
1. Pengertian
Sebagaimana diketahui dalam UU No. 1 Tahun 1974 tentang perkawinan, mengenal adanya lembaga perwalian (Voogdij). Lembaga Perwalian (Voogdij) ini tertnasuk dalam lingkup hukura keluarga karena bersangkut paut dengan anak-anak dibawah umur yang sudah tentu ada hubungannya dengan suatu keluarga,atau orang tua dengan anak. Untuk mendapat pengertian yang jelas tentang perwalian (Voogdij) ini, penulis akan raengemukakan perumusan dari beberapa sarjana maupun UU No. 1 tahun 1974 dan KUH Perdata.
a. Prof, Subekti :
"Perwalian (Voogdij) adalah pengawasan terhadap anak yang masih dibawah umur, yang tidak berada dibawah kekuaasan orang tua serta pengurusan benda atau kekayaan anak tersebut diatur oleh undang-undang".
b. Pengertian perwalian menurut KUH Perdata pasal345.
"Apabila salah satu dari kedua orang tua meninggal, maka perwalian terhadap anak-anak kawin yang belum dewasa, demi hukum dipangku oleh orang tua yang hidup terlama, sekedar ini tidak dibebaskan atau dipecat dari kekuasaan orang tuanya".
Pasal 351 KUH Perdata :
"Jika yang menjadi wali tersebut ibu, dan ibu ini kawin, naka suaninya. Kecuali ia telah dikecualikan atau dipecat dari perwalian, sepanjang perkawinan itu, dan selana antara suami istri tiada perpisahan meja atau ranjang atau perpisahan harta kekayaan, dan hukum menjadi lawan wali".
c. Pengertian perwalian menurut Undang-undang perkawinan pasal 50.
(1) "Anak yang belum mencapai umur 18 (Delapan belas) tahun atau belum pernah melangsungkan perkawinan, yang tidak berada dibawah kekuasaan orang tua berada wali".
(2) "Perwalian itu mengenai pribadi anak yang bersangkutan maupun harta bendanya.
d. Vollmar :
"Perwalian adalah baik keadaan dalam man a si anak belim dewasa yang menpunyai wali berada, maupun kedudukan hukun si wali (beserta hak-hak dan kewajiban-kewajiban yang melekat pada kedudukan hukum tersebut), yaitu wali dibebani pengawasan dan pengolahan".
Berdasarkan pengertian mengenai perwalian tersebut kita dapat mengartikan bahwa anak yang orang tuanya telah bercerai atau jika salah satu dari mereka atau semua meninggal dunia, maka anak tersebut akan berada dibawah perwalian. Terhadap anak luar kawin, karena tidak ada kekuasaan orang tuanya, anak itu selalu berada dibawah perwalian. Anak yang berada di bawah perwalian disebut pupil.
2. Asas-asas dalam perwalian
Dalam Undang-undang perkawinan, masalah perwalian tidak diatur secara luas, sehingga dalam Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tidak mengatur tentang asas-asas dalam perkawinan, maka pemerintah membentuk UU. tersendiri mengenai perwalian dan perlindungan bagi anak. Undang-undang ini dibuat untuk mengatur regulasi pertumbuhan, perkembangan, dan perlindungan kesejahteraan anak yang menyangkut masalah pendidikan, keharmonisan, dan perlakuan manusiawi anak. Berikut ini penulis uraikan azas-azas perwalian sebagai legalitas formal dari payung hukum keberadaan hak-hak perwalian.
Berdasarkan pasal 66 undang-undang perkawinan bahwa segala aesuatu yang berhubungan dengan perkawianan maka peraturan-peraturan lain masih berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan UU No. 1 Tahun 1974 .
Kitab Undang-undang Hukum Perdata mengenal 2 (dua) asas dalam perwalian yaitu :
a. Asas tak dapat dibagi-bagi
Pada tiap-tiap perwalian menurut KUH perdata, umumnya mengenal ada satu wali saja (pss;, ] 311 KUH Perdata) . Asas tak dapat dibagi-bagi °ini mempunyai perkecualian dalam dua hal yaitu :
1) Jika perwalian tersebut dilakukan oleh ibu sebagai orang tua yang hidup paling lama (Langslevende), maka kalau ia kawin lagi suaminya menjadi wali peserta (Medevoogd). Hal ini diatur dalam pasal 351 Kitab Undang-undang Hukum Perdata.
Jika sampai ditunjuk pelaksana pengurusan (Bewinvoerder) yang mengurus barang-barang di luar Indonesia berdasarkan pasal 361 KUH Perdata.
b. Asas persetujuan dari keluarga
Keluarga harus diminta persetujuannya tentang perwalian. Dalam hal keluarga tidak datang sesudah diadakan pemanggilan, maka dapat dituntut atas dasar pasal 524 KUH Perdata.
C. Yayasan Bertindak Sebagai Wali Dalam Penanganan Masalah Sosial
Perwalian yang Dikenal Menurut
Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974
Pengertian perwalian menurut pasal 50 ayat 1 Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 adalah pengawasan dan pengurusan terhadap diri pribadi dan harta benda anak yang belum mencapai umur 18 tahun atau belum pernah melangsungkan perkawinan karena anak itu tidak berada dibawah kekuasaan orang tuanya.
Adapun bunyi pasal 50 ayat 1 tersebut adalah :
"Anak yang belum mencapai umur 18 (delapan belas) tahun atau belun pernah aelangsungkan perkawinan yang tidak berada dibawah kekuasaan orang tua, berada dibawah kekuasaan wali".
Perwalian dalam Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 diatur pada pasal 50, 51, 52, 53, dan 54. Akan tetapi juga mempunyai keterkaitan yang erat dengan pasal 48 dan pasal 49 yang mengatur kekuasaan orang tua dan pembatasannya. ^'/
Undang-undang perkawinan ini merupakan unifikasi dalam hukum keluarga, tetapi peraturan yang diberikan Undang-undang perkawinan mengenai perwalian ini sangat sederhana, dimana hanya tercakup dalam 5 (lima) pasal dan inipun hanya garis besarnya saja. Sebelum berlakunya Undang-undang No. 1 Tahun 1974, perwalian diatur dalam kitab Undang-undang Hukum Perdata, Hukum Adat dan Hukum Islam. Dengan di undangkannya Undang-undang
Nomor 1 Tahun 1974, maka ketentuan yang berlaku mengenai perwalian terdapat dalam Undang-undang perkawinan, hanya saja pengaturan tentang perwalian dalam Undang-undang tersebut sangat sederhana. sehingga menimbulkan ketidakjelasan.
Untuk itu diperlukan peraturan lebih lanjut, dan selama belum ada peraturan baru, dapat memperguna-kan pasal 66 UU No. 1 Tahun 1974, yang menunjuk kembali pada aturan sebelumnya, sepanjang belum diatur dan tidak bertentangan dengan UU No. 1 Tahun 1974. Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 mengatur tentang perwalian, dengan pengertian perwaliannya sendiri dalam arti menurut hukum adat tetapi dalam peraturan inmaterinya beradasarkan pemikiran yang terdapat di dalam KUH Perdata. Perwalian dalam Undang-undang ini jelas mengandung sistem parental, yang nanti akan memerlukan penelaahan kembali, dan apabila Undang-undang tidak memberikan kejelasan maka menurut pasal 66 Undang-undang perkawinan harus kembali pada hukum sebelumnya, yang dalam hal ini masyarakat Indonesia asli akan kembali pada hukum adatnya masing-masing.
Macam-macam perwalian yang dikenal salah satunya adalah Perwalian yang diatur melalui Undang-undang. Hal ini dilakukan karena dalam sistem perundangan nasional Indonesia mengandung sistem parental. Dalam Undang-undang Nomor 1 tahun 1974 adalah perwalian Perwalian Wasiat. Perwalian wasiat adalah suatu perwalian yang ditunjuk atau diangkat berdasarkan surat wasiat atau testamen. Sebagaimana disebutkan dalam Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974, pasal 51 ayat (1) yaitu :
"Wali dapat ditunjuk oleh satu orang tua yang menjalankan kekuasaan orang tua, sebelum ia meninggal, dengan surat wasiat, atau dengan lisan dihadapan 2 (dua) orang saksi".
1. Perwalian yang dikenal dalam KUH Perdata
a. Perwalian menurut Undang-undang
Mengenai perwalian ini, diatur dalam pasal 345 KUH Perdata. Jika salah satu orang tua meninggal, maka demi hukum dilakukan oleh orang tua yang masih hidup terhadap anak yang belum dewasa. Pada pasal 351 KUH Perdata menyatakan bahwa jika yang menjadi wali tersebut ibu, dan ibu ini kawin maka suaminya menjadi kawan wali,
b. Perwalian dengan wasiat
Menurut pasal 355 KUH Perdata menyatakan bahwa:
"Masing-masing orang tua yang nelakukan kekuasaan orang tua, atau wali bagi seorang anaknya atau lebih, berhak mengangkat seorang wali bagi anak-anak itu, jika kiranya perwalian itu setelah ia meninggal dunia".
Perwalian seperti ini dapat dilakukan dengan surat wasiat. Mengenai peraturan wasiat (Testamen) atau di Indonesia dinamakan hibah wasiat, ini diatur dalam buku kedua bab ketiga belas. Dalam pasal 875 KUH Perdata secara tegas disebutkan pengertian tentang wasiat yaitu :
"Suatu akta yang memuat suatu kenyataan seorang tentang apa yang dikehendakinya akan terjadi setelah ia meninggal yang olehnya dapat ditarik kembali".
Dengan demikian suatu wasiat adalah suatui akta yang berisi keterangan yang dibuat sebagai pembuktian dengan campur tangan seorang pejabat resmi. Selanjutnya karena wasiat ini merupakan pernyataan sepihak, atau merupakan perbuatan hukum yang sifatnya pribadi, maka ia dapat dicabut kembali.
c. Perwalian Datif
Perwalian datif adalah, apabila tidak ada wali menurut Undang-undang atau wali dengan wasiat, oleh hakim ditetapkan sebagai wali (pasal 359KUH Perdata).
Seandainya telah diputuskan suatu perceraian, maka dengan demikian tidak ada lagi kekuasaan orang tua dan salah seorang dari orang tua harus ditetapkan sebagai wali.
Apabila kedua orang tuanya sudah dipecat dari kekuasaan orang tua, maka hakim juga harus menetapkan seorang wali. Menurut ketentuan pasal 365 KUH Perdata., jika hakim harus menetapkan seorang wali, maka perwalian itu boleh diperintahkan kepada suatu perhimpunan yang berbadan hukum, suatu yayasan, atau lembaga yang bertujuan memelihara anak yang belum dewasa. Disamping seorang wali, maka menurut pasal 366 KUH Perdata, harus ada wali pengawas dan ini dilakukan oleh Balai Harta Peninggalan (Wees Kamer).
3. Pihak-pihak yang Terkait Dalam Perwalian
Dalam UU No. 1 Tahun 1974 tidak member! aturan yang tegas tentang perwalian terhadap anak luar kawin yang diakui. Undang-undang tersebut hanya memberikan ketentuan sebagaimana disebut dalam pasal 43 ayat 1 yaitu :
"Anak yang dilahirkan diluar perkawinan hanya nempunyai hubungan perdata dengan ibunya dan keluarga ibunya".
Dalam perwalian ini yang paling penting apa yang tercantum dalam pasal 345 KUH Perdata yang menyatakan bahwa, orang tua yang hidup terlama dengan sendirinya menjadi wali. Pasal ini tidak hidup terpisah, disebabkan oleh perpisahan meja atau tempat tidur.
a. Perwalian atas anak luar kawin yang diakui.
Jika kita menyebut seorang anak sah, maka anak itu dilahirkan dari suatu perkawinan (Pasal 250 KUH Perdata). Adapun anak yang dilahirkan diluar perkawinan adalah tidak sah. Meskipun demikian anak tersebut dapat disahkan. Ketentuan mengenai hal itu terdapat dalam pasal 272 KUH Perdata yang menyatakan bahwa anak yang dibuahkan diluar perkawinan antara ibu dan ayahnya, dengan ketentuan anak itu sebelum perkawinan, sudah diakui oleh ayah dan ibunya, dan jika tidak demikian dapat juga dengan suatu pengakuan yang dimuat dalam akta perkawinan si ayah dan si ibu.
Dikecualikan bilamana mereka berhak atau dicabut hak untuk menjadi walinya (Pasal 353 ayat 1, KUH Perdata). Bilamana Bapak atau Ibu mengakuinya, maka orang tua yang mengakui lebih dahulu, yang menjadi wali (pasal 535 ayat 2 KUH Perdata). Bilamana pengakuan yang dilakukan oleh Bapak dan Ibu itu Terselenggara dalam waktu yang sama, maka Bapaklah yang menjadi wali,
b. Perwalian yang di tunjuk oleh Bapak dan Ibu dengan Surat wasiat.
Mengenai jenis perwalian ini yakni perwalian atas penunjukan oleh Bapak Ibu tidak membawa akaibta bilamana orang tua yang menyangkut itu pada saat meninggal dunia, tidak meiaksanakan amanatnya menjadi wali, sebagaimana diatur dalam pasal 355 ayat 2 KUH Perdata menentukan bahwa Badan-badan hukum tidak boleh diangkat menjadi wali, dan pasal tersebut dalam ayat 3 nya menetapkan bahwa cara pengangkatan wali itu harus dilaksanakan dengan surat wasiat atau dengan akta notaris yang khusus semata-mata dibuat untuk keperluan tersebut.
Khusus bagi seorang wali Bapak atau Ibu untuk anak luar kawin yang diakui, diatur dalam pasal 358 KUH Perdata, bahwa dalam pengangkatan wali tersebut memerlukan Penetapan Pengadilan Negeri, agar pengangkatan tersebut menjadi sah.
c. Perwalian yang diangkat oleh Hakim
Pasal 359 KUH Perdata menentukan atas semua minclerjarige yang tidak berada dibawah kekuasaan orang tua dan yang diatur perwaliannya sah, maka akan ditunjuk seorang wali untuk minderjarige dan memanggil keluarga sedarah (Bloedw Verwanten) atau semenda/periparan. Didalam ayat 2 pasal tersebut dikatakan bahwa bilamana tidak mungkin seseorang melakukan kekuasaan orang tua atau perwalian, maka Pengadilan Negeri akan mengangkat seorang wali sementara, sementara orang tua atau wali tidak dapat melakukan kekuasaannya, sampai yang berkepentingan (orang tua / wali) itu diminta kembali kekuasaan orang tua.
Pengangkatan seorang wali sementara dapat dilakukan dalam hal tidak dapat diketahui hidup atau matinya Bapak atau Ibunya atau juga dalam hal tidak dapat diketahui tempat kediamannya (Pasal 354 ayat 3 KUH Perdata), dengan diangkatnya seorang wali sementara maka kekuasaan orang tua menjadi tertunda sebagaimana disebutkan dalam pasal 359 ayat 6 KUH Perdata. Pada pasal 359 ayat 7 KUH Perdata menyebutkan bahwa :
"Dalam segala hal, bilamana terjadi Pengangkatan seorang wali, maka jika perlu, oleh balai harta peninggalan, baik sebelum, naupun setelah pengangkatan itu, diadakan tindakan-tindakan seperlunya guna pengurusan diri dan harta kekayaan sebelun dewasa, sampai perwalian itu mulai berlaku".
4. Hak dan Kewajiban Dalam Perwalian
Hak dan kewajiban perwalian diatur dalam hukum positif Indonesia. Berikut ini penulis uraikan kriteria hak dan kewajiban perwalian menurut Undang-undang No 1 Tahun 1974
a. Wali diwajibkan mengurus anak yang dibawah kekuasaannya dan harta bendanya sebaik-baiknya dengan menghormati agama dan kepercayaan anak itu (Pasal 51 ayat 3).
b. Wali diwajibkan membuat daftar harta benda anak yang berada dibawah kekuasaannya pada waktu memulai jabatannya dan mencatat semua perubahan-perubahan harta benda anak atau anak-anak itu (Pasal 51 ayat 4).
c. Wali wajib bertanggung jawab tentang harta benda anak yang berada dibawah perwaliannya serta kerugian yang timbul karena kesalahan atau kelalaiannya (Pasal 51 ayat 5.
d. Kewajiban memberitahukan kepada Balai Harta Peninggalan dengan sanksi, bahwa wali dapat dipecat (Onzet) dan dapat diharuskan membayar biaya-biaya ongkos dan bunga bila pemberitahuan tersebut tidak dilaksanakan sebagaimana diatur dalam pasal 368 KUH Perdata sebagai berikut :
"Segala wali tersebut dalam bagian ke tiga bab ini, berwajib, segera setelah perwalian mulai berjalan, memberitahukan kepada Balai tentang terjadinya perwalian itu. Dalam hal dilalaikannya itu, mereka boleh dipecat dengan tidak mengurangi penggantian biaya, rugi dan bunga".
e. Kewajiban mengadakan inventarisasi mengenai harta kekayaan si minderjarige diatur dalam pasal 386 ayat 1 KUH Perdata sebagai berikut.
"Dalam waktu selam sepuluh harisetelah perwalian mulai berlaku, wali harus menuntut pembukaan penyegelan sekiranya ini pernah terjadi dan segera dengan dihadiri oleh wali pengawas menbuat atau menyuruh membuat perincian akan barang-barang sebelum dewasa".
Pasal tersebut menyatakan bahwa sesudah sepuluh hari diuraikan perwalian dimulai, maka wali harus membuat daftar perincian tentang barang-barang pupil dengan dihadiri oleh wali pengawas Wees Kamer / Balai Harta Peninggalan). Kalau barang-barang itu disegel maka diminta supaya penyegelan itu dibuka. Mengenai inventarisasi ini dapat dilakukan dengan cara dibawah tangan (Onderhands). Akan tetapi dalam semua hal harus dikuatkan kebenarannya oleh wali dengan mengangkat sumpah dimuka Balai Harta Peninggalan (Wees Kamer). Adapun jenis kewajiban tersebut adalah :
1) Kewajiban untuk mengadakan jaminan (Zekerheid.Dalam pasal 335 KUH Perdata disebutkan bahwa wali kecuali perhlmpunan-perhlmpunan, yayasan, atau badan sosial mempunyai kewajiban untuk mengadakan jaminan dalam waktu satu bulan setelah perwalian dimulai, baik berupa hipotik maupun gadai (Pand). Bila harta kekayaan pupil (anak yang berada dibawah perwalian) bertambah, maka wali harus mengadakan atau menambah jaminan yang sudah diadakan.
2) Kewajiban wali untuk menjual perabot-perabot rumah tangga anak wali dan semua barang bergerak yang tidak memberikan buah hasil / keuntungan. Penjualan ini harus dilakukan dengan pelelangan di ciepan umum menurut aturan-aturan lelang yang berlaku di tempat itu kecuali Bapak atau Ibu yang menjadi Wali dibebaskan dari Penjualan itu Pasal 392 KUH Perdata).
3) Kewajiban untuk mendapatkan surat-surat piutang negara jika ternyata dalam harta kekayaan anak wali ada surat piutang negara Pasal 389 KUH Perdata).
4) Kewajiban untuk menanam sisa uang minderjarige (anak wali) setelah dikurangi biaya penghidupan dan sebagainya.
D. Peranan Yayasan Dalam Memenuhi Hak-hak Hidup Penghuni Yayasan
1. Menurut Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974
Menurut Undang-undang perkawinan bahwa wali, berkewajiban membuat daftar harta benda anak yang berada dibawah kekuasaannya dan bertanggung jawab atas harta benda anak yang berada dibawah perwaliannya. Apabila wali telah menyebabkan kerugian, maka wali dapat dituntut dan dikenakan sanksi untuk mengganti kerugian sebagaimana disebut dalam pasal 54 yang berbunyi :
"Wali yang nenyebabkan kerugian kepada harta benda anak yang berada dibawah kekuasaannya, atas tuntutan anak atau keluarga anak tersebut dengan keputusan pengadilan, yang bersangkutan dapat diwajibkan untuk mengganti kerugian tersebut".
2. Berakhirnya Perwalian
a. Karena anak yang dibawah perwalian telah dewasa atau cakap.
b. Jika anak itu meninggal dunia.
c. Timbulnya kembali kekuasaan orang tua.
d. Ada pemecatan atau pembebasan atas diri wali.
3. Menurut Kitab Undang-undang Hukum Perdata KUH Perdata
Menurut pasal 368 KUH Perdata, kewajiban untuk memberitahukan kepada Balai Harta Peninggalan (Wees Kamer) dengan sanksi bahwa wali dapat di pecat (onzet) dan membayar biaya, ongkos-ongkos dan bunga apabila pemberitahuan tersebut tidak dilaksanakan. Berakhirnva Perwalian dapat Ditinjau dari Dua Sudut sebagaimana tercantum di bawah ini :
a. Karena anak yang berada dibawah perwalian tersebut telah dewasa.
b. Jika anak itu meninggal dunia.
c. Timbulnya kembali kekuasaan orang tua (Owderlijk Macht) .
d. Jika anak-anak belum dewasa luar kawin dan telah diakui menurut undang-undang, disaksikan pada saat berlangsungnya perkawinan yang mengakibatkan absahnya anak-anak itu atau saat peraberian surat pengesahan.
e. Ada pemecatan atau pembebasan atas diri wali.
f. Ada alasan pembebasan atau pemecatan dari perwalian yang diatur dalam pasal 380 KUH Perdata .
Menurut alasan-alasan untuk dapat dimintakan pemecatan bagi seorang wali sebagaimana diatur dalam pasal 380 KUH Perdata adalah :
1) Jika wali itu berkelakuan buruk
2) Jika dalam menunaikan perwaliannya, wali menampakkan ketidak cakapan atau menyalahgunakan kekuasaaan atau -mengabaikan kewajibannya.
a. Jika wali dalam keadaan Pailit.
b. Jika wali untuk diri sendiri atau karena bapak wali itu, ibunyu, istrinya, suaminya, atau anaknya mengajukan perkara dimuka hakim untuk melawan sianak yang belum dewasa (Minderjarige) yang ada dibawah perwaliannya.
c. Jika wali dijatuhi hukuman yang tidak dapat di tiadakan lagi dengan pidana penjara selama 2 tahun atau lebih.
d. Jika wali itu ada alpa memberitahukan perwaliannya kepada Balai Harta Peninggalan (Wees Kamer), sebagaimana yang diatur dalam pasal 368 KUH Perdata.
Pengertian anak terlantar dan anak cacat menurut Undang-undang Nomor 4 Tahun 1979 Tentang Kesejahteraan Anak dijelaskan dalam pasal 1 ayat 7 sebagai berikut :
"Anak terlantar adalah anak yang karena suatu sebab orang tuanya melalaikan kewajibannya sehingga kebutuhan anak tidak terpenuhi dengan wajar baik secara rohani, jasnani maupun sosial".
Pada ayat 9 pengertian tentang anak cacat yaitu :
"Anak cacat adalah anak yang mengalami hambatan rohani dan atau jasnani sehingga nengganggu pertumbuhan dan perkembangannya dengan wajar".
BAB III
KONDISI OBYEKTIF YAYASAN MUTIARA AL-INSANI
A. Sosio Demografi Kab.Indramayu
Kabupaten Indramayu merupakan wilayah yang berada di pantai utara Jawa Barat. Lebih dikenal dengan sebutan masyarakat Pantura. Letak wilayah yang memiliki banyak kandungan tanah sendimenteroneigromer, sehingga Kab.Indramayu berpotensi besar mendapatkan kekayaan alam berupa gas alam dan kandungan minyak yang melimpah.
Kabupaten Indramayu memiliki luas wilayah 89.368,000 Km² terdiri dari panjang pantai 114 Km, tanah darat 76.154.000,Km², dan tanah rawa/empang, serta tanah timbul mencapai 13.214.000,Km². Batas wilayah Kab.Indramayu sebelah Selatan dengan Kab.Cirebon, sebelah Utara berbatasan dengan Kab. Majalengka, sebelah barat dengan Kab. Subang, dan sebalah Timur dengan Kab. Sumedang.
Kab.Indramayu memiliki jumlah penduduk 1.796 juta jiwa, tersebar di 32 Kecamatan, 310 Desa dan 7 kelurahan. Mata pencaharian penduduk Kab. Indramayu 40% berprofesi sebagai nelayan, 30% petani, 20% pedagang, 10% berprofesi sebagai pegawai, karyawan, dll. Angka tingkat pengangguran masyarakat Indramayu mencapai 4%. Artinya, hampir semua masyarakat memiliki pekerjaan untuk menghidupi keluarganya.
Dominasi profesi nelayan menjadikan Indramayu sebagai lumbung ikan di Jawa Barat. Hal itupun yang membuat sosiodemografi kab. Indramayu memiliki ciri khas, kultur, budaya, dan karakter yang berbeda dengan Kab. tetangga. Seperti Kab. Cirebon, Majalengka, dan Kuningan. Indramayu kental akan nuansa budaya pesisir. Budaya inilah yang turut serta mewarnai heterogenitas penduduk Indramayu dalam menyikapi pola interaksi hidup dan berkehidupan.
Kesejahteraan rakyat dan daya beli masyarakat Indramayu pada tahun 2010, naik 5 point dibandingkan tahun 2009 mencapai kisaran angka 45,3%. Hal ini menandakan bahwa, di Kab.Indramayu terjadi perbaikan kesejahteraan. Angka tersebut mampu mendongkrak realitas kemiskinan masyarakat Indramayu dari keluarga prasejahtera menjadi keluarga sejahtera.
Angka partisipasi pendidikan masyarakat Indramayu berdasarkan data Bapeda Kab.Indramayu tahun 2009 mencapai 79,5%. Dengan kata lain, jika dirata-ratakan dengan angka usia sekolah, maka penduduk Indramayu baru pada tahapan kelas 2 SMP. Angka ini menunjukkan perubahan yang sangat signifikan jika dibandingkan dengan masa awal reformasi atau 10 tahun yang lalu. Kab.Indramayu berada pada posisi 24 dari 24 Kab/Kota se-jawa Barat. Saat itu, angka partisipasi pendidikan baru mencapai 35% saja.
Di tahun 2010, beberapa Lembaga Pendidikan seperti : Sekolah/Madrasah, Yayasan, Panti Sosial, dan lembaga masyarakat pemerhati masalah sosial sebagai institusi pencetak generasi bangsa yang ditempuh melalui kegiatan berjanjang, diharapkan mampu menciptakan generasi cendikia yang handal dan siap terjun ke masyarakat. Begitupun beberapa lembaga-lembaga sosial yang ada di Kab.Indramayu, dipersiapkan untuk menuju genarasi penerus bangsa yang berdedikasi tinggi, memiliki jiwa patriotisme tinggi, dan taat dalam menjalankan perintah Tuhan-Nya. Hal tersebut sebagaimana yang tertuang dalam UU. no. 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional (Sisdiknas) dan UU. 16 tahun 2001 tentang Yayasan.
B. Sarana Pendidikan
Setiap anak lahir dengan haknya sendiri, hak tersebut melekat didalam dirinya, sehingga setiap anak memiliki hak untuk dilahirkan, hak untuk hidup sehat, dan hak untuk dilindungi. Hak tersebut perlu dilaksanakan sehingga menjadi orang yang berguna. Dengan demikian, maka Panti Asuhan Mutiara Al-Insani Kec. Sindang, Kab. Indramayu sebagai lembaga sosial yang berbentuk yayasan, untuk menyelenggarakan usaha penyantunan^anak-anak cacat dan anak-anak terlantar, dalam kewajiban sebagai wali mengacu pada kewajiban, baik menurut aturan hukum yang tertulis seperti Undang-undang atau peraturan-peraturan lainnya, tnaupun pada ketentuan-ketentuan tidak tertulis yang pada dasarnya saina yaitu menghendaki agar anak-anak cacat dan anak-anak terlantar itu dilindungi, sehingga diharapkan kesejahteraan anak-anak cacat dan anak-anak terlantar dapat terwujud dari sekian jumlah anak asuh yang berada di Panti Asuhan Mutiara Al-Insani Kec. Sindang, Kab. Indramayu, tingkat pendidikannya hanya sarapai tingkat SMP bagi anak-anak terlantar, sedangkan SLB (Sekolah Luar Biasa) bagi anak-anak cacat.
SLB (Sekolah luar Biasa) adalah lembaga pendidikan yang setingkat SD (Sekolah Dasar), seharusnya diusahakan agar anak-anak asuh itu pendidikannya dapat dilanjutkan ketingkat yang lebih tinggi, seperti anak-anak terlantar minimal sampai ketingkat SLTA, dan anak-anak cacat minimal setelah dari SLB (Sekolah Luar Biasa) dapat melanjutkan kembali pendidikannya ke tingkat SLTP.
Pada tahun 1994 anak cacat dari Panti Asuhan Mutiara Al-Insani Kec. Sindang, Kab. Indramayu hanya 2 (dua) anak yang dapat melanjutkan pendidikannya dari SLB ke tingkat SLTP, itupun karena anak asuh tersebut dibiayai oleh keluarga asuh. Mengenai sumber dana hanya diperoleh dari Pemerintah Daerah Kab. Indramayu dan sumbangan dari beberapa Warga Masyarakat, namun jumlahnya masih sedikit, sehingga belum memadai dengan kebutuhan Panti Asuhan.
Di samping itu kebanyakan dari anak-anak asuh yang telah selesai masa asuhnya, baik anak asuh yang di asuh di Panti Asuhan, maupun anak asuh yang berada di bawah asuhan keluarga, tidak disalurkan ketempat yang dapat memberi kesempatan kepada anak-anak asuh tersebut untuk berkarya, karena tidak tersedianya tempat-tempat pelatihan bagi anak-anak asuh untuk berkarya.
C. Profil Yayasan Mutiara Al-Insani Kec. Sindang Kab. Indramayu
Panti Asuhan sebagai lembaga sosial masyarakat yang berkiprah dalam perlindungan anak dan keluarga yang perlu mendapatkan perhatian, hadir sebagai lembaga yang bermaksud mulia. Kehadiran lembaga panti asuhan, diharapkan sebagai institusi pencetak generasi bangsa yang ditempuh melalui kegiatan berkelanjutan. Diharapkan mampu menciptakan generasi cendikia yang handal dan siap terjun ke masyarakat. Begitupun yayasan Mutiara Al-Insani memiliki visi dan misi yang patut dibanggakan sebagai lembaga pendidikan yang beroirentasi pada peningkatan mutu akhlah anak asuh dan pengetahuan sains yang modern berbasis religi.
Berikut ini penulis uraikan visi dan misi yayasan Mutiara Al-Insani Sindang, Kab.Indramayu sebagai berikut.
1. Visi
Mewujudkan Lembaga Sosial yang berkwalitas, sarat dalam prestasi, teladan dalam bersikap, dan bertindak serta menjadi pendidikan alternatif yang dibanggakan masyarakat.
2. Misi
Misi yayasan Mutiara Al-Insani Sindang Indramayu adalah :
a. Membina anak asuh yang berilmu amaliah dan beramal ilmiah.
b. Membentuk insan cerdas, terampil, kreatif, mandiri, cakap dan berakhlakul karimah.
c. Mengembangkat bakat seni dan keterampilan
d. Meningkatkan kualitas hidup anak asuh.
e. Menjalin hubungan yang harmonis dengan masyarakat dan instansi terkait yang peduli terhadap masalah sosial.
D. Keadaan Pengurus dan Pengasuh Panti Asuhan
1. Keadaan Pengurus Yayasan
Yayasan Mutiara Al-Insani Sindang Indramayu pada tahun 2010 memiliki 30 personil yang terdiri dari 1 orang Ketua Yayasan, 26 orang ustadz, 2 orang tata usaha, dan 1 orang penjaga panti.
2. Sarana dan Prasarana Yayasan
Yayasan Mutiara Al-Insani beralamat di Desa Penganjang no. 99, Kec. Sindang, Kab. Indramayu, dibangun diatas lahan/tanah wakaf seluas 4.687 M2 dengan luas bangunan 1.102 M2. Bangunan yang disediakan untuk kegiatan aktivitas anak asuh adalah sebagai berikut :
1. 10 kamar sehat, yang terdiri dari kamar melati sebanyak 3 kamar, kamar bougenvile sebanyak 3 kamar dan kamar Seroja sebanyak 4 kamar.
2. 1 Kantor Pembina Yayasan
3. 1 ruang ruang ketua yayasan,
4. 1 ruang tata usaha
5. 1 ruang penjaga.
6. 1 ruang gudang
7. 1 Mushalla
8. 1 unit WC pengurus
9. 4 unit WC anak asuh
10. Ruang serba guna
BAB IV
ANALISIS DAN PEMBAHASAN MASALAH
A. Peranan Yayasan Mutiara Al-Insani Dalam Memenuhi Hak-hak Hidup Anak Cacat dan Terlantar
1. Deskripsi Data Perkembangan Yayasan
Di yayasan Mutiara Al-Insani, Kec. Sindang Kabupaten Indramayu, jumlah anak asuh pada tahun 2008 berjumlah 52, yang terdiri dari 30 anak cacat (17 perempuan dan 13 laki-laki) dan 22 anak terlantar (12 laki-laki, 10 perempuan). Pada tahun 2010, jumlah anak asuh yang lulus dari SLB (setingkat SD) berjumlah 37 anak asuh, yang terdiri dari 18 anak cacat dan 20 anak terlantar. Anak asuh yang lulus dari tingkat SMP berjumlah 14 anak, yang terdiri dari 12 anak terlantar dan 2 anak cacat. Inipun terbatas pada anak asuh yang cacat kakinya (lumpuh), sehingga dibantu dengan memakai kursi roda. Bagi anak-anak cacat lainnya tidak mampu untuk melanjutkan ke SMP umum. Melainkan harus ke SMP khusus dan di Indramayu masih belum ada.
Pada tahun 2009, anak asuh berjumlah 35 anak terdiri 21 anak terlantar (13 perempuan, 8 laki-laki) dan 14 anak cacat (9 laki-laki, 5 perempuan). Jumlah anak asuh yang telah lulus dari SLB (SD) berjumlah 24 anak asuh yang terdiri dari 16 anak terlantar dan 8 anak cacat. Anak asuh yang lulus dari tingkat SMP pada tahun 2009 berjumlah 15 anak asuh, yang terdiri dari 10 anak terlantar dan 4 orang anak cacat.
Di samping itu anak asuh yang masih duduk di bangku SMA, baru kelas dua dan semuanya adalah anak-anak terlantar yang patut dilindungi oleh panti asuhan Mutiara Al-insani Kec. Sindang Kab. Indramayu.
2. Pemenuhan Hak-hak Hidup Anak Cacat dan Terlantar
Untuk menjadi anak asuh di Panti asuhan Mutiara Al-Insani, Kec. Sindang Kabupaten Indramayu dapat dilakukan dengan beberapa cara yang dapat dilaksanakan melalui :
1. Kementrian agama
2. Datang sendiri ke Panti Asuhan Mutiara Al-Insani, Kec. Sindang Kabupaten Indramayu
3. Melalui organisasi masyarakat
4. Petugas yang mencari anak asuh
5. Pelimpahan dari santunan keluarga asuh
Calon anak asuh dapat membuat surat permohonan jika ia datang sendiri, dapat pula surat permohonan dibuat oleh instansi yang memohon, seperti Dinas Sosial, Lembaga Keagamaan, dan Organisasi kemasyarakatan. Berikut ini penulis paparkan beberapa persyaratannya sebagai berikut :
a. Anak yatim atau piatu yang terlantar atau juga anak-anak cacat sekalipun ia punya orang tua.
b. Umur 0-21 tahun.
c. Surat keterangan dari pamong praja (tingkat kecamatan) yang menerangkan bahwa anak tersebut dalam keadaan tidak mampu atau terlantar.
d. Surat penyerahan dari orang tua / organisasi penerimanya.
e. Surat pernyataan tentang kesediaan orang tua untuk menerima kembali anak asuh tersebut apabila telah dinyatakan atau dianggap selesai / cukup mendapatkan pelajaran di Panti Asuhan Mutiara Al-insani, Kec. Sindang Kabupaten Indramayu.
Setelah calon anak asuh melengkapi persyaratan tersebut diatas, Panti Asuhan terlebih dahulu melakukan penelitian dan pengamatan. Hal itu dilakukan dalam upaya tertib hukum,memenuhi persyaratan formal, dan mengetahui keberadaan calon anak asuh berdasarkan kearifan lokal.Untuk menentukan diterima atau tidaknya calon anak asuh, dapat dilakukan oleh sebuah tim yang diketuai oleh pimpinan panti asuhan Mutiara Al-insani, Kec. Sindang Kab. Indramayu.
Tim dapat dibentuk untuk waktu tertentu, selamanya atau bahkan hanya insidentil saja. Untuk mendapatkan gambaran tentang kondisi orang tua atau keluarga calon anak asuh dan lingkungannya,maka petugas dari panti asuhan Panti Mutiara Al-insani, Kec. Sindang Kab.Indramayu melakukan kunjungan rumah (Home Visit). Hal itu dilakukan untuk mengetahui profil keluarganya.
Setelah melakukan tahapan-tahapan tersebut di atas, kemudian dilakukan tahap registrasi dan administrasi anak asuh yang bertujuan untuk memberikan kepastian bagi calon anak asuh untuk menjadi anak asuh pada Panti Mutiara Al-insani, Kec. Sindang Kab.Indramayu.Kegiatan registrasi mencakup, memasukkan data dasar masing-masing anak asuh dari semua informasi yang bersangkutan berdasarkan hasil wawancara.
a. Hubungan Panti Asuhan Mutiara Al-Insani dengan anak-anak cacat dan terlantar yang diasuhnya.
Anak asuh yang berada di Panti Asuhan Mutiara Al-insani Kec. Sindang Kabupaten Indramayu terdiri dari tiga golongan :
1. Anak-anak terlantar yang dititipkan oleh orangtua atau keluarganya;
2. Anak-anak cacat /anak-anak terlantar yang dititipkan oleh kantor sosial ;
3. Anak-anak cacat yang diasuh oleh Panti Asuhan Mutiara Al-Insani, Kec. Sindang Kabupaten Indramayu, tetapi tempatnya berada dirumah orang tuanya atau keluarganya.
4. Anak terlantar yang datang sendiri ke panti asuhan Mutiara Al-Insani, Kec. Sindang Kabupaten Indramayu atau hasil pencarian berdasarkan insting sosial.
Namun yang lebih banyak dari ketiga golongan tersebut diatas, adalah anak-anak cacat yang dititipkan langsung oleh orang tua atau keluarganya. Dalam hal penitipan tersebut, Panti Asuhan Mutiara Al-Insani, Kec. Sindang Kabupaten Indramayu tidak langsung menerima anak cacat dan terlantar sebagai anak asuh. Akan tetapi baik calon anak asuh maupun orang tua atau keluarganya harus melalui beberapa prosedur diantaranya adalah :
1) mengajukan permohonan dari pihak Panti Asuhan Mutiara Al-Insani, Kec. Sindang Kabupaten Indramayu.
2) mengadakan kunjungan ketempat calon anak asuh tersebut layak atau tidak menjadi anak asuh.
3) calon anak asuh yang baru masuk harus menjalani masa percobaan selama tiga bulan yaitu dengan mengajaknya ke tempat-tempat yang sifatnya menggembirakan bagi anak asuh. Setelah anak asuh ditetapkan / diterima menjadi anak asuh di Panti Asuhan, kemudian pihak Panti Asuhan Mutiara Al-Insani memberitahukan kepada orang tua atau keluarganya dengan memberikan bukti penerimaan anak asuh. Dalam hal ini dibuat suatu perjanjian tertulis antara pihak orang tua dengan pihak Panti asuhan Mutiara Al-Insani, Kec. Sindang Kabupaten Indramayu.
Dengan demikian, anak asuh tersebut secara yuridis telah menjadi keluarga Panti asuhan Mutiara Al-Insani, Kec. Sindang Kabupaten Indramayu. Oleh karena itu, hak dan kewajiban orang tua kandung anak asuh tersebut menjadi hak dan kewajiban pihak panti asuhan Mutiara Al-Insani, Kec. Sindang Kabupaten Indramayu dan anak asuh berkewajiban mentaati tata tertib yang telah ditetapkan oleh Panti Asuhan.
b. Pemenuhan Hak Mendapatkan Perlindungan Hukum dan Perkembangan Fisik dan Mental
Panti Asuhan Mutiara Al-Insani, Kec. Sindang Kabupaten Indramayu yang bertindak sebagai wali dari anak asuh tersebut, berkewajiban menggantikan kedudukan orang tua dalam meningkatkan, mengembangkan potensi anak baik fisik, mental, dan keselarasan kehidupan sosial. Akan tetapi tidak mengakibatkan putusnya hubungan antara anak dengan orang tua kandungnya. Jadi walaupun anak-anak asuh tersebut berada dalam lingkungan Panti Asuhan Mutiara Al-Insani, Kec. Sindang Kabupaten Indramayu, tetap mempunyai kedudukan yuridis terhadap orang tua atau keluarganya. Hal itu karena anak-anak terlantar dan anak-anak cacat tersebut merupakan bagian dari keluarganya.
Hak dan kewajiban Panti Asuhan Mutiara Al-Insani, Kec. Sindang Kabupaten Indramayu sebagai wali tentunya berbeda dengan hak dan kewajiban wali yang dilakukan oleh perorangan. Berdasarkan pasal 1 ayat (1) Keputusan mentri sosial RI No. 3-3-8.239 Tahun 1974 tentang peraturan Panti Asuhan, hak dan kewajibannya adalah :
1. Memperkembangakan potensi yang terdapat pada mereka yang dilayani secara berencana dan terarah sehingga mereka dapat menjelaskan fungsi sosialnya.
2. Menghindarkan terdapatnya jurang pemisah dalam pergaulan antara mereka yang dilayani dengan cara menciptakan / mengadakan modus-modus yang bersegi pendekatan pribadi / sosial yang efektif dan efisien.
3. Menciptakan hubungan yang serasi, baik antara sesama mereka yang dilayani maupun dengan para pengasuhnya sehingga tercipta suasana kekeluargaan.
4. Mengusahakan penyaluran / penempatan terhadap warga panti sosial keberbagai lapangan kerja sesuai dengan kemampuan dan keahliannya.
5. Memberikan motivasi kepada lingkungan masyarakat untuk dapat lebih meningkatkan usaha-usaha praktis kesejahteraan sosial, keluarga dan masyarakat berdasarkan kemampuan yang ada dengan penggunaan tekhnologi sosial yang disesuaikan dengan tuntunan kemajuan / pembangunan.
6. Memberikan asupan gizi dan pelayanan kebutuhan hidup bagi anak-anak cacat dan terlantar untuk kebutuhan pertumbuhan fisiknya.
7. Memberikan layanan dan bimbingan khusus kepada anak asuh dalam hal pemenuhan belajar.
c. Hubungan Panti Asuhan Mutiara Al-insani Dengan Orang Tua Kandungnya
Perjanjian tersebut diatas (antara pihak orang tua si anak dengan Panti Asuhan Mutiara Al-insani, Kec. Sindang Kabupaten Indramayu) adalah sah dan berlaku sebagai undang-undang bagi pihak orang tua dan Panti Asuhan, hal ini berdasarkan pasal 1338 ayat 1 KUH Perdata yang berbunyi :
"Semua persetujuan yang dibuat secara sah, berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya".
Dalam hal penitipan, sifatnya adalah sementara, begitupun di Panti Asuhan Mutiara Al-Insani, Kec. Sindang Kabupaten Indramayu, anak terlantar atau anak-anak cacat yang diasuh mempunyai masa asuh yaitu sampai tamat sekolah atau mendapatkan penghidupan yang layak. Setelah selesai masa asuhnya, maka anak asuh tersebut tidak lagi berada dalam tanggung jawab Panti Asuhan Mutiara Al-Insani, Kec. Sindang Kabupaten Indramayu lagi. Kecuali ada pertimbangan lain dari Panti Asuhan Mutiara Al-Insani, Kec. Sindang Kabupaten Indramayu dan mendapat persetujuan dari orang tua kandung anak asuh atau keluarganya, maka anak asuh tersebut dapat tetap berada dalam panti asuhan Mutiara Al-Insani, Kec. Sindang Kabupaten Indramayu.
Hal ini pernah terjadi pada tahun 1996 semuanya berjumlah 12 orang, dimana anak asuh yang telah habis masa asuhnya tetap berada didalam panti asuhan Mutiara Al-Insani, Kec. Sindang Kabupaten Indramayu, dikarenakan kedua orang tuanya tidak mampu untuk memelihara dan mengurus anak-anak tersebut, sehingga daripada anak-anak itu menjadi terlantar kembali, maka dengan persetujuan orang tua atau keluarga dari anak asuh, Panti Asuhan Mutiara Al-Insani, Kec. Sindang Kabupaten Indramayu tetap mengijinkan anak-anak itu tetap tinggal atau berada dalam panti asuhan.
Anak asuh yang berada dalam asuhan keluarga mempunyai hak dan kewajiban yang sama dengan anak asuh yang berada di Panti Asuhan Mutiara Al-Insani, Kec. Sindang Kabupaten Indramayu, pada saat ini terdapat 28 anak yang berada diluar panti atau dalam asuhan keluarga asuh.
Bagi anak asuh yang berada dalam keluarga asuh, maka anak tersebut tidak mempunyai ikatan dengan panti asuhan Mutiara Al-Insani, Kec. Sindang Kabupaten Indramayu dan tidak tercatat sebagai anak panti atau sudah menjadi tanggung jawab keluarga asuh secara mutlak. Dengan demikian, maka secara normatif hak perwalian diasuh oleh orang tuanya dan yayasan Mutiara Al-Insani yang bertindak sebagai wali dalam memenuhi hak-hak hidupnya, tidak lagi menjadi tanggung jawab. Baik secara hukum formal maupun unsur kebiasaan.
B. Pandangan Hukum Islam dan Peraturan Perundang-Undangan
Tentang Yayasan Mutiara Al-Insani
A. Pandangan Hukum Islam Tentang Yayasan Mutiara Al-insani
Pada perinsipnya yayasan Mutiara Al-insani membawa dampak positif yang sangat luar biasa bagi anak terlantar serta yatim piatu dalam pendidikanya, visi dan misi yayasan sangatlah mulia dimata masyarakat oleh karna itu hukum islam memandang bahwasanya Yayasan mutiara al-insani memenuhi criteria maqosid syariah yang meliputi khifdu ad-din,khifdu an-nafsi,khifdu an-nasal,khifdu al-aqli dan khifdu al-maal yang di jadikan sebagai organ yayasan mutiara al-insani.
B. Pandangan Peraturan Perundang-Undangan Tentang Yayasan
Pengaturan hukum pelayanan dan perlindungan anak menyentuh berbagai aspek antara lain pendidikan, kesehatan, kesejahteraan sosial, dan ketenagakerjaan. Pada esensinya mengandung upaya pemberian jaminan dan pemenuhan hak-hak anak untuk tumbuh secara wajar, baik rohani, jasmani, maupun kehidupan sosialnya.
Peranan Panti Asuhan Mutiara Al-Insani yang paling penting yaitu bertindak sebagai wali menggantikan kedudukan orang tua si anak dalam melaksanakan hak dan kewajibannya dalam mewujudkan kesejahteraan anak.
Menurut pasal 365 KUH Perdata :
"Dalam segala hal, bilamana hakim harus mengangkat seorang wali, maka perwalian itu boleh diperintahkan kepada suatu perhlmpunan hukun yang bertempat kedudukan di Indonesia, kepada suatu yayasan atau lembaga amal yang bertempat kedudukan disini pula, yang mana menurut anggaran dasarnya , akta pendiriannya bertujuan untuk memelihara anak-anak belum dewasa untuk waktu yang lama".
Dengan demikian, berdasarkan peraturan yang ada, maka Panti Asuhan Mutiara Al-insani yang berbentuk yayasan atau lembaga amal dalam bertindak sebagai wali terhadap kepentingan anak harus melalui penetapan pengadilan. Panti Asuhan Mutiara Al-Insani Kec. Sindang, Kab. Indramayu dalam melakukan kegiatannya sebagai wali dari anak-anak cacat atau terlantar didirikan melalui akta notaris dan sekaligus melalui penetapan pengadilan yang berbentuk yayasan.
Panti Asuhan Mutiara Al-Insani Kec. Sindang, Kab. Indramayu sebagai wali dalam memenuhi kesejahteraan anak-anak cacat dan terlantar khususnya di Kabupaten Indramayu, mempunyai peranan yang sangat penting demi terwujudnya manusia seutuhnya berdasarakan Pancasila dan UUD 1945, sehingga masa depan anak-anak terlantar dan anak-anak cacat dapat ikut serta menikmati dan terpenuhi segala hak-haknya. Allah SWT Berfirman :
“Dan dia pula yang menciptakan manusia dari air, lalu dia jadikan manusia itu (punya) keturunan mushaharah (hubungan kekeluargaan yang berasal dari perkawinan) dan adalah tuhanmu yang maha kuasa
Dalam ayat di atas dijelaskan bahwa nasab merupakan sesuatu nikamat yang berasal dari allah. Hal ini dipahami dari lafaz fa ja‟alahu nasabaa. Dan nasab juga merupakan salah satu dari lima maqasid al-syariah
Dalam pasal 11 ayat 3 menyebutkan bahwa :
"Usaha kesejahteraan anak yang dilakukan oleh pemerintah dan atau nasyarakat baik didalam maupun diluar Panti Asuhan".
Antara orang tua kandung anak asuh cacat / terlantar harus diadakan perjanjian, dimana orang tua kandung sepakat untuk menitipkan anaknya (anak cacat/terlantar) untuk di didik dan dibina, dan Panti Asuhan Mutiara Al-Insani Kec. Sindang, Kab. Indramayu menerima anak cacat/terlantar tersebut sebagai anak asuh. Maka dalam pelaksanaannya Panti Asuhan Mutiara Al-Insani Kec. Sindang, Kab. Indramayu dan orang tua kandung anak asuh harus memperhatikan tentang syarat sahnya membuat perjanjian sebagaimana disebutkan dalam pasal 1320 KUH Perdata sebagai berikut :
"Untuk sahnya perjanjian diperlukan empat (4) syarat yaitu :
1. Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya
2. Adanya kecakapan untuk membuat perjanjian
3. Suatu hal tertentu
4. Adanya suatu sebab yang halal/Causa yang halal
Dengan demikian, maka perjanjian yang dibuat secara sah menurut undang-undang sebagaimana disebutkan dalam pasal 1320 KUH Perdata, akan berlaku mengikat bagi pembuatnya sebagaimana telah disebutkan dalam pasal 1338 KUH Perdata yang berbunyi sebagai berikut :
"Semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku nengikat sebagai Undang-undang bagi mereka yang membuatnya".
Hal ini dapat dilihat dari adanya suatu perikatan yang dilahirkan dari perjanjian antara kedua belah pihak yaitu antara orang tua kandung anak asuh dengan Panti Asuhan Mutiara Al-Insani Kec. Sindang, Kab. Indramayu.
Status anak asuh di Panti Asuhan Mutiara Al-Insani Kec. Sindang, Kab. Indramayu hanya sebagai titipan saja, hal ini timbul dari suatu perikatan yang dilahirkan dari perjanjian antara kedua belah pihak yaitu orang tua kandung sianak sepakat untuk menitipkan anaknya untuk dibina dan dibimbing., begitupun Panti Asuhan Mutiara Al-Insani Kec. Sindang, Kab. Indramayu sepakat menerima anak asuh.
Dengan demikian, telah terbentuklah suatu hubungan yang mengikat kedua belah pihak yaitu antara Panti Asuhan Mutiara Al-Insani Kec. Sindang, Kab. Indramayu dengan orang tua untuk melaksanakan hak dan kewajiban terhadap anak-anak cacat / terlantar yang diasuh.
Orang tua harus merelakan hak dan kewajibannya terhadap anak kandungnya, selama menjadi anak asuh di Panti Asuhan, perjanjian diatas berlaku mengikat, sehingga kalau Panti Asuhan tersebut melalaikan kewajibannya sebagai wali dari anak-anak asuhnya, maka Panti Asuhan tersebut dapat dituntut secara perdata karena tidak memenuhi apa yang telah diperjanjikan bersama, dengan demikian anak-anak cacat / terlantar yang di asuh di Panti Asuhan tersebut akan mendapatkan perlindungan hukum baik dalam pemenuhan kebutuhan rohani maupun kebutuhan jasmani dan sosial karena belum memiliki kemampuan untuk berdiri sendiri.
Perlindungan hukum bagi kepentingan anak-anak yang dilakukan oleh Panti Asuhan Mutiara Al-Insani Kec. Sindang, Kab. Indramayu merupakan salah satu pendekatan untuk melindungi anak-anak Indonesia pada umumnya dan anak-anak cacat / terlantar yang ada di Kabupaten Indramayu pada khusunya dari perlakuan tidak wajar (kekerasan), penyalahgunaan atas dirinya (ekploitasi) dan keterlantaran sehingga akan memungkinkan seorang anak berkembang secara wajar dan nantinya diharapkan dapat bermanfaat untuk mengisi pembangunan nasional. Dengan demikian, pelindungan bagi kepentingan anak-anak cacat dan anak-anak terlantar yang ada di Panti Asuhan Mutiara Al-Insani Kec. Sindang, Kab. Indramayu perlu adanya jaminan hukum agar yang dilindungi dapat merasakan aman dalam perlindungan tersebut. Kepentingan dan hak asasinya terjamin tidak dirugikan, bahkan diusahakan untuk dikembangkan sehingga dapat mencapai pertumbuhan fisik, mental dan sosial secara maksimal.
Dalam Undang-undang Nomor 6 Tahun 1974 Tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Kesejahteraan Sosial pasal 2"ayat (1) menyatakan bahwa :
"Kesejahteraan sosial ialah suatu tata kehidupan dan penghidupan sosial material maupun spiritual yang diliputi oleh rasa keselamatan, kesusilaan dan ketentraman lahir batin yang menungkinkan bagi setiap Warga Negara untuk mengadakan usaha pemenuhan kebutuhan jasmaniah, rohaniah dan sosial yang sebaik-baiknya bagi diri, keluarga serta masyarakat dengan menjunjung tinggi hak asasi serta kewajiban manusia sesuai dengan Pancasila".
Jadi, perlindungan hukum bagi kepentingan anak, baik anak-anak cacat maupun anak-anak terlantar merupakan salah satu aspek dari usaha kesejahteraan anak, sedangkan anak merupakan salah satu bagian dari kesejahteraan sosial. Hal ini dapat dilihat dalam penjelasan dari Undang-undang Nomor 6 Tahun 1974, antara lain "Lapangan kesejahteraan sosial adalah sangat luas dan kompleks, mencakup antara lain aspek pendidikan, agama dan tenaga kerja" .
Kemudian dipertegas dalam Undang-undang Nomor 4 Tahun 1979 Tentang Kesejahteraan Anak pasal 1 ayat (la) menyatakan bahwa :
"Kesejahteraan anak adalah suatu tata kehidupan anak yang dapat menjamin pertumbuhan dan perkembangannya dengan wajar, baik secara rohani, jasmani maupun sosial".
Menurut ketentuan. tersebut (UU No. 4 Tahun 1979) pada pasal 2 ayat (3) dan ayat (4) menyatakan bahwa :
"Anak berhak atas pemeliharaan dan perlindungan baik semasa dalam kandungan maupun sesudah dilahirkan".
Pada ayat (4) berbunyi :
"Anak berhak atas perlindungan terhadap lingkungan hidup yang dapat membahayakan atau menghambat pertumbuhan dan perkembangannya dengan wajar".
Berdasarkan ketentuan-ketentuan tersebut, mengisyaratkan bahwa pemberian perlindungan hukum terhadap anak-anak cacat dan anak-anak terlantar yang di asuh menjadi tiga kualifikasi yaitu :
1. Perlindungan hukum dari segi penyantunan atau perawatan.
2. Perlindungan hukum dari segi rehabilitasi atau perabinaan, serta
3. Perlindungan hukum dari segi pendidikan atau latihan dan pengembangan bakat.
Dalam pelaksanaannya, ternyata Panti Asuhan Mutiara Al-Insani Kec. Sindang, Kab. Indramayu, sebagai keluarga pengganti dalam mencapai sasaran dan tujuan, menghadapai berbagai hambatan baik yang secara langsung ataupun tidak langsung. Anak-anak terlantar dan anak-anak cacat yang telah selesai masa asuhnya, banyak yang tidak tersalurkan baik untuk bekerja maupun untuk melanjutkan pendidikan ketingkat yang lebih tinggi, misalnya ketingkat SMP atau SMA.
Hal ini terjadi karena adanya keterbatasan pada Panti Asuhan Mutiara Al-Insani Kec. Sindang, Kab. Indramayu itu sendiri khususnya mengenai dana. Panti Asuhan Mutiara Al-Insani Kec. Sindang, Kab. Indramayu memperoleh santunan tetap dari donatur yaitu dari Pemerintah Kab. Indramayu dan sumbangan dari beberapa warga masyarakat tetapi belum mencukupi, karena jumlahnya tidak memadai dengan jumlah yang harus dikeluarkan oleh pihak Panti Asuhan Mutiara Al-Insani Kec. Sindang, Kab. Indramayu.
Mengingat kebutuhan anak-anak asuh begitu kompleks dan mahalnya harga barang-barang yang dibutuhkan oleh anak-anak asuh, mengakibatkan Panti Asuhan Mutiara Al-Insani Kec. Sindang, Kab. Indramayu tidak bisa secara maksimal mendidik anak-anak asuhnya, baik dibidang pendidikan keterampilan maupun dibidang kesenian dan olah raga. Akibat kurangnya sarana yang dipergunakan untuk melaksanakan program-program pendidikan, antara lain tidak adanya alat-alat yang dapat dipergunakan untuk latihan keterampilan membuat sablon (percetakan), tidak ada tempat yang dapat dipergunakan clalam latihan membuat anyaman rotan (keraj inan tangan), peralatan untuk belajar dan mengajar sangat terbatas, yang mengakibatkan program pendidikan bagi anak-anak asuh tidak terpenuhi sebagaimana layaknya belajar di sekolah di luar Panti Asuhan Mutiara Al-Insani Kec. Sindang, Kab. Indramayu.
Kurangnya partisipasi dari masyarakat untuk menjadi orang tua asuh yang bersedia menampung anak-anak asuh tersebut, baik untuk bekerja maupun untuk melanjutkan pendidikan ketingkat yang lebih tinggi, sehingga anak-anak asuh tersebut hanya bisa menunggu tanpa kepastian, dan masa depan anak-anak asuh itu masih memprihatinkan.
Berdasarkan Keputusan Menteri Sosial Republik Indonesia pasal 4 ayat (1) No. 3-3-8. 239 Tahun 1974 Tentang Peraturan Panti Sosial bahwa : Tugas pokok Panti Asuhan adalah :
1. Mengembangkan potensi yang terdapat pada mereka, dilayani secara berencana dan terarah sehingga mereka dapat menjalankan fungsi sosialnya.
2. Menghindarkan terdapatnya jurang pemisah dalam hubungan pergaulan antara mereka yang dilayani dengan cara menciptakan / mengadakan modus-modus yang bersegi pendekatan pribadi / sosial yang efektif dan efesien.
3. Mengusahakan penyaluran / penempatan terhadap warga panti sosial, keberbagai lapangan kerja sesuai dengan kemampuan dan keahliannya.
4. Mempersiapkan (anak-anak asuh)., agar menjadi manusia yang sadar akan tanggung jawabnya dan berdaya guna baik dalam kedudukannya sebagai anggota masyrakat maupun sebagai warga negara yang 1ayak .
5. Memberikan motivasi hidup kepada mereka supaya mereka kelak tidak kaget menghadapi kehidupan yang penuh akan teknologi.
Dilihat kewajiban-kewajiban pada Panti Asuhan di atas, terlihat bahwa perlindungan terhadap anak, bukan hanya sekedar melindungi perlindungan fisiknya saja, tetapi juga pembinaan mental yang sesuai dengan hak asasi dan kepentingan anak asuh, agar anak asuh dapat hidup layak menjadi manusia dan Warga Negara Indonesia yang baik, mempunyai hak dan tanggung jawab.
A. Pandangan Hukum Islam
Sebagaimana firman Allah SWT.,dalam surat al-Rum ayat 21:
“Dan diantara tanda-tanda kekuasaannya adalah Dia menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendri supaya kamu cendrung dan merasa tentram kepdanya, dan dijadikannya diantara kamu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikin itu terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir” surat al-Rum ayat 21
Keberadaan anak dalam keluarga merupakan sesuatu yang sangat berarti. Anak memiliki arti yang berbeda-beda bagi setiap orang. Anak merupakan penyambung keturunan, sebagai investasi masa depan, dan anak merupakan harapan untuk menjadi sandaran di kala usia lanjut. Ia dianggap sebagai modal untuk meninggkatkan peringkat hidup sehingga dapat mengontrol status social orang tua.
Anak merupakan pemegang keistimewaan orang tua, waktu orang tua masih hidup, anak sebagai penenang dan sewaktu orang tua telah meninggal, anak adalah 2
lambang penerus dan lambang keabadian. Anak mewarisi tanda-tanda kesamaan dengan orang tuanya, termasuk ciri khas, baik maupun buruk, tinggi, maupun rendah. Anak adalah belahan jiwa dan potongan daging orang tuanya.1 Begitu pentingnya eksistensi anak dalam kehidupan manusia, maka Allah SWT mensyari’atkan adanya perkawinan. Pensyari’atan perkawinan memiliki tujuan antara lain untuk berketurunan (memiliki anak) yang baik, memelihara nasab, menghindarkan diri dari penyakit dan menciptakan kaluarga yang sakinah.
Pendapat ulama tentang nasab
Menurut Wahbah al-Zuhaili nasab didefinisikan sebagai suatu sandaran yang kokoh untuk meletakkan suatu hubungan kekeluargaan berdasarkan kesatuan darah atau pertibangan bahwa yang satu adalah bagian dari yang lain. Misalnya seorang anak adalah bagian dari ayahnya, dan seorang ayah adalah bagian dari kakeknya. Dengan demikian orang-orang yang serumpun nasab adalah orang-orang yang satu pertalian darah. Sedangkan Menurut Ibn Arabi nasab didefinisikan sebaga ibarat dari hasil percampuran air antara seorang laki-laki dengan seorang wanita menurut keturunan-keturunan syar’i.
Pada tahun 1994 anak cacat dari Panti Asuhan Mutiara Al-Insani Kec. Sindang, Kab. Indramayu hanya 2 (dua) anak yang dapat melanjutkan pendidikannya dari SLB ke tingkat SLTP, itupun karena anak asuh tersebut dibiayai oleh keluarga asuh. Mengenai sumber dana hanya diperoleh dari Pemerintah Daerah Kab. Indramayu dan sumbangan dari beberapa Warga Masyarakat, namun jumlahnya masih sedikit, sehingga belum memadai dengan kebutuhan Panti Asuhan.
Di samping itu kebanyakan dari anak-anak asuh yang telah selesai masa asuhnya, baik anak asuh yang di asuh di Panti Asuhan, maupun anak asuh yang berada di bawah asuhan keluarga, tidak disalurkan ketempat yang dapat memberi kesempatan kepada anak-anak asuh tersebut untuk berkarya, karena tidak tersedianya tempat-tempat pelatihan bagi anak-anak asuh untuk berkarya.
Berdasarkan hal tersebut, maka pembinaan yang dilakukan oleh Panti Asuhan Mutiara Al-Insani Kec. Sindang, Kab. Indramayu untuk mengembangkan potensi anak asuh belum berhasil, karena proses belajar mengajar bagi anak-anak belum terprogram dengan baik. Seharusnya Panti Asuhan Mutiara Al-Insani Kec. Sindang, Kab. Indramayu dalam memberikan pembinaan dalam rangka mengembangkan potensi anak asuh harus meliputi :
1. Pemberian yang menyangkut aspek pendidikan
a. Pendidikan Informal
Pendidikan Informal dapat berlangsung di dalam Panti Asuhan maupun di luar panti. Dengan adanya pendidikan informal ini, Panti Asuhan Mutiara Al-Insani Kec. Sindang, Kab. Indramayu berusaha memberikan kasih sayang, binaan serta didikan dengan berbagai pendidikan, seperti pendidikan agama, pendidikan umum, dan pendidikan khusus yang kelak dapat menjadi bekal dirinya apabila sudah terjun di tengah-tengah masyarakat.
Dalam hal ini Panti Asuhan Mutiara Al-Insani Kec. Sindang, Kab. Indramayu dalam memberikan pendidikan informal masih sangat kurang, karena kurangnya tenaga pengajar dan tenaga pengasuh.
b. Pendidikan Formal
Dalam pendidikan fomal, setiap anak asuh (anak-anak cacat dan terlantar) harus diberi kesempatan untuk mengikuti pendidikan yaitu Sekolah Luar Biasa (SLB), SD, SLTP dan SMU. Untuk pendidikan formal, Panti Asuhan Mutiara Al-Insani Kec. Sindang, Kab. Indramayu hanya bisa memberikan pendidikan bagi anak-anak asuhnya adalah anak-anak cacat di sekolah luar biasa (setingkat SD) sedangkan bagi anak-anak terlantar hanya sampai tingkat SMP.
c. Pendidikan Non Formal
Pendididikan ini dilakukan di luar panti dan sekolah, tujuan utamanya untuk memberikan pengetahuan dan keterampilan khusus yang secara praktis akan bermanfaat bagi kehidupannya di masyarakat. Mengenai pendidikan non formal ini, Panti Asuhan belum melaksanakan.
2. Pembinaan yang menyangkut aspek fisik dan kesehatan meliputi;
a. Pembinaan terhadap menu makanan yang mengandung gizi yang cukup.
b. Memberikan pengobatan sedini mungkin kepada anak asuh yang mengalami sakit.
c. Menciptakan suasana bersih, indah di lingkungan Panti Asuhan, sehingga menimbulkan rasa segar, nyaman dan menyenangkan.
d. Melaksanakan olah raga secara rutin.
Dalam hal ini, Panti Asuhan Mutiara Al-Insani Kec. Sindang, Kab. Indramayu sedang berusaha untuk mengadakan pembinaan aspek fisik dan kesehatan sebagaimana tersebut diatas, sekalipun belum secara keseluruhan dapat dilaksanakan.
Oleh karena itu, para dermawan dan instansi-instansi baik pemerintah maupun swasta harus bersedia menjadi orang tua asuh, juga partisipasi dalam membantu anak asuh yang sudah selesai masa asuhnya, misalnya kalau di Indramayu menampung di perusahaan rotan, pabrik kerupuk, usaha mebel dan lain-lain. Sehingga masa depan anak-anak terlantar dan anak-anak cacat akan lebih terjamin tingkat kesejahteraannya. Sebagaimana telah disebutkan dalam Undang-undang Nomor 4 Tahun 1979 tentang kesejahteraan anak pasal 8 yaitu :
"Bantuan dan pelayanan yang bertujuan untuk mewujudkan kesejahteraan anak, menjadi hak setlap anak tanpa membeda-bedakan jenis kelamin, agana, pendirian politik dan kedudukan sosial".
Di samping itu pasal 11 ayat (3) menyebutkan :
"Usaha kesejahteraan anak yang dilakukan oleh pemerintah dan atau masyarakat dilaksanakan baik didalam panti maupun di luar Panti Asuhan".
Dengan melihat ketentuan diatas betapa besarnya usaha pemerintah untuk mengupayakan tingkat kesejahteraan anak agar lebih terjamin, sekalipun be1um berhasil. Di dalam deklarasi Jenewa tentang Hak Anak-anak Tahun 1924 dan telah diakui dalam deklarasi sedunia tentang Hak Asasi Manusia (HAM), serta Undang-undang yang dibuat oleh badan-badan khusus dan organisasi Internasional, yang memberi perhatian bagi kesejahteraan anak-anak, bahwa ummat manusia berkewajiban memberikan yang terbaik bagi anak-anak dalam masalah perlindungan dan kesejahteraan anak, sebagaimana disebutkan dalam asas-asasnya sebagai berikut Asas 2:
"Anak-anak mempunyai hak untuk memperoleh perlindungan khusus yang harus memperoleh kesempatan dan fasilitas yang dijamin oleh hukum dan sarana lain, sehingga secara jasmani, mental akhlak, rohani dan sosial mereka dapat berkembang dengan sehat dan wajar dalam keadaan bebas dan bermartabat".
Asas 4 :
"Anak-anak harus mendapat jaminan. Mereka harus tumbuh dan berkembang dengan sehat. Untuk maksud ini, baik sebelum maupun sesudah dilahirkan, harus ada perawatan dan perlindungan khusus bagi si anak. anak-anak berhak mendapat gizi yang cukup, perumahan, rekreasi dan pelayanan kesehatan".
Asas 5 :
"Anak-anak yang cacat tubuh dan mental atau yang berkoridisi sosial lemah akibat dari suatu keadaan tertentu harus memperoleh pendidikan, perwatan dan perlakuan khusus".
BAB V
SIMPULAN DAN SARAN
A. Simpulan
Berdasarkan uraian pada bab-bab sebelumnya dan hasil analisis pembahasan masalah tentang efektifitas peran yayasan Mutiara Al-Insani, Kec. Sindang Kab.Indramayu, berikut ini penulis uraikan beberapa simpulan sebagai berikut.
1. Panti Asuhan Mutiara Al-Insani, Kec. Sindang Kabupaten Indramayu yang bertindak sebagai wali dari anak asuh tersebut, berkewajiban menggantikan kedudukan orang tua dalam meningkatkan, mengembangkan potensi anak baik fisik, mental, dan keselarasan kehidupan sosial. Akan tetapi tidak mengakibatkan putusnya hubungan antara anak dengan orang tua kandungnya. Jadi walaupun anak-anak asuh tersebut berada dalam lingkungan Panti Asuhan Mutiara Al-Insani, Kec. Sindang Kabupaten Indramayu, tetap mempunyai kedudukan yuridis terhadap orang tua atau keluarganya. Hal itu karena anak-anak terlantar dan anak-anak cacat tersebut merupakan bagian dari keluarganya.
2. Pandangan hukum Islam dan Peraturan perundang-undangan tentang yayasan menitikberatkan pada aspek pelayanan dan perlindungan anak menyentuh berbagai komponen antara lain pendidikan, kesehatan, kesejahteraan sosial, dan ketenagakerjaan. Pada esensinya mengandung upaya pemberian jaminan dan pemenuhan hak-hak anak untuk tumbuh secara wajar, baik rohani, jasmani, maupun kehidupan sosialnya.
B. Saran
Setelah kegiatan memahami, menganalisis, mengkaji, dan menyimpulkan, maka di bawah ini penulis kemukakan saran-saran sebagai berikut.
1. Yayasan sebagai lembaga sosial hendaknya memikirkan kemandirian anak asuh demi kemajuan peradaban bangsa.
2. Yayasan hendaknya lebih mengedepankan unsur normatif dalam memenuhi hak-hak hidup anak cacat dan terlantar dalam memenuhi kebutuhan fisik dan mental dibandingkan unsur pemenuhan hak perwalian dan hak asuh.
DAFTAR PUSTAKA
A. BUKU-BUKU
Abdul Kadir Muhammad, Hukum Publik, Citra Aditya Bakti, Bandung. 1991.
_______, Hukum Privat, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 1992
_______, Hukum Tana Negara, Citra Aditya Bakti, Bandung 1998.
Az, Nasution, Hukum Suatu Pengantar Cermin Negara, Diadit Media, Jakarta 2002.
E. Saefullah, Perkembangan Hukum Islam, Majalah Padjajar, Bandung 1985.
Khuzaefah Dimyati, Teorisasi Hukum Pernikahan, Muhammadiyah University Press, Surakarta, 2004.
Mariam Darus Badrulzaman, Kompilasi Hukum Islam, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung 2001.
Muchtar Kusumaatmaja, Fungsi dan Peranan Hukum dalam Pembangunan Nasional, Bina Cipta, Bandung 1977.
_______, Pembinaan Hukum Dalam Rangka Pembangunan Nasional, Bina Cipta, Bandung, 1986.
______, Hukum Masyarakat dan Pembinaan Hukum Masyarakat, Bina Cipta Bandung, 1986.
Riduan Syahrani, Seluk Beluk dan Asas-asas Hukum Privat, Alumni, Bandung, 2000.
Ronny Hanitijo Soemitro, Medologi Penelitian Hukum dan Yurimetri, Ghalia Indonesia, Jakarta, …….
Sitorus, Pengantar Ilmu Hukum, Alumnus Press, Bandung, 1998.
Subekti, Hukum Pembuktian dan Kompilasinya, Pradya Paramitha, Jakarta, 1978.
Lutfi Efendi, S.Pd.,S.H.,M.H. Pengantar Hukum Perdata. Unidarma Press. Indramayu. 2009.
B. PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
Kitab Undang-undang Hukum Perdata
Undang-undang Nomor 13 Tahun 1980
Undang-undang No. 14 Tahun 1992
Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999
Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 1993
Langganan:
Postingan (Atom)